08

130 13 5
                                    

Aku digiring menuju uks sehabis memuntahkan isi perutku.

Aku belum terbiasa berpindah tempat menggunakan portal dalam waktu dekat. Bisa dibilang, aku telah melewati portal tiga kali dalam kurun waktu dua puluh empat jam, karena hari ini adalah hari keduaku masuk sekolah setelah liburan musim panas.

Aku berbaring di salah satu ranjang uks lalu memejamkan mata. Seorang guru menawarkanku untuk langsung pulang, namun kutolak halus tawaran itu karena mau tidak mau aku harus membiasakan diri berpindah tempat menggunakan portal.

Rasa mualku sudah tidak dapat kutahan lagi sejak melewati portal untuk ketiga kalinya dalam kurun waktu kurang dari sehari. Rasa pusing kerap kali menyerang saat sepasang kakiku keluar dari portal, namun kali ini aku sudah tidak dapat menahan rasa memuakkan tersebut.

Aku memijit pelipisku, berharap masalah demi masalah segera terselesaikan dengan baik. Ngomong-ngomong, dimensi manusia dan dimensi sihir memiliki perbedaan waktu sekitar enam jam, seperti apa yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Dari sini, aku harus memperhatikan waktu dan jadwal untuk berpindah tempat dengan baik agar tidak terjadi kesalahan yang mungkin saja bisa mengacaukan kegiatan penyamaranku.

Tiba-tiba saja, tirai di depanku tersingkap. Aku hampir saja terkejut kala melihat sosok yang menjengukku, dengan ekspresi panik.

"Silvi? Kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan wajah panik.

Aku tersenyum sambil mengangkat ibu jariku. "Aku baik-baik saja kok."

Ryn menghela napas lega, tapi wajahnya tetap menyiratkan kekhawatiran.

"Sebenarnya, kau tidak perlu sekolah kalau sakit," lirihnya.

Aku mengendikkan bahu. "Mana aku tahu kalau akhirnya jadi seperti ini?"

"Lagi pula, sehabis ini aku akan kembali ke kelas. Aku sudah merasa baikan," sergahku saat Ryn ingin menyela perkataanku.

Ia diam dan mengambil kursi lantas duduk di depan nakas. Hening menyelimuti kami sampai ia berkata, "Silvi mau makan? Kubelikan roti ya?"

Aku bergeming dan tidak habis pikir dengannya.

Kenapa?

Kenapa ia malah berbuat baik padaku?

"Emm... tidak perlu sampai seperti itu--"

"Tidak apa-apa. Kau pasti lapar karena habis muntah. Tunggu sebentar ya."

Ia beranjak dan meninggalkanku yang masih bergeming di tempat.

Aku memejamkan mata sambil memijit kedua pelipisku perlahan.

Kenapa? Kenapa ia berbuat baik padaku?

Salah, kalau aku tidak merasa tersentuh.

Salah, jika kalian berpikir bahwa aku hanya menipunya.

Salah, jika kalian bilang kalau aku tak memiliki hati.

Nyatanya, hatiku berdenyut sakit, saat menyadari kalau ia tulus membantuku.

Air mataku menetes, menangisinya karena ia begitu naif dan bodoh.

Kenapa?

Kenapa harus dia yang menjadi lawanku?

***

Hari-hariku terasa buruk. Semua menumpuk menjadi satu, membuatku pusing karena bingung bagaimana cara menghadapinya.

Tugas sekolah tidak menjadi masalah, karena dengan sekali lihat saja aku bisa mengerjakannya dengan mudah.

Tapi bukan itu masalahnya. Ryn malah menunjukkan tanda-tanda aneh. Ia malah menganggapku sebagai temannya dan itu semakin membuatku gelisah juga tenggelam dalam rasa bersalah.

Aku mulai goyah. Mulai tidak bisa menutup diri dengan baik. Mulai terbiasa dengan sikapnya. Mulai mengendurkan pengawasan terhadapnya. Mulai bersalah karena telah menipunya.

Selama di dunia sihir, pikiran-pikiran mengenai rasa bersalahku semakin menjadi-jadi. Aku gelisah dan takut. Aku takut, penyamaranku akan terkuak. Tidak ada yang berpihak padaku. Tidak ada yang akan menolongku.

"Luna?"

"Ah ya?"

"Itu... miss Sheila memanggilmu," ujar Tata.

"Oh baiklah. Terima kasih."

Aku beranjak dan mengambil sapu terbangku. Aku melewati gadis campuran itu yang tampak pucat, terang-terangan menampakkan ketakutannya terhadapku.

Aku sengaja berhenti di hadapannya hingga membuatnya terkesiap lalu melangkah mundur dengan reflek.

"Apa menurutmu... aku ini jahat?"

"Eh?!"

Aku menoleh dan menatap matanya.
"Apa menurutmu aku ini orang yang jahat?" ulangku lagi.

Ia tampak salah tingkah. "Tidak kok. Luna baik eh maksudku tidak jahat."

"Begitu ya? Kalau kau menjawab aku jahat, tidak apa-apa kok. Tapi mungkin, ada konsekuensi yang akan kau terima."

Ia menunduk, tidak menjawab.

Aku menghela napas lalu mulai melangkah. Di ambang pintu kamar aku kembali berucap.

"Tata, aku tetap akan membunuh ibumu, jika kau menyebarkan apa yang telah kau ketaui tentangku."

Setelah itu, aku menaiki sapu terbangku dan melesat dalam sekejap mata menuju ruangan miss Sheila.

Aku memang jahat.

Aku memang kejam.

Itulah mengapa, aku memanfaatkan banyak orang, bahkan harus membohongi anak-anak baik di sekitarku.

Hanya demi menutupi kesalahanku.

Hanya demi menutupi kejahatanku.

Bukan, aku tidak pernah menginginkan itu.

Yang lebih tepat adalah, untuk menutupi kejahatan dan ambisi kedua orang tuaku.

************************************

Published : 1 Maret 2019

POM #1.5 Lunaria Evil [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang