Hari-hari penyesuaian itu dilaluinya dengan baik. Teman sekamarnya juga membuatnya tampak nyaman. Maksudku, mereka cepat berbaur dengan yang lainnya. Sebagian hatiku merasa lega, sebagiannya lagi tidak.
Aku menggelengkan kepalaku. Apa yang kupikirkan? Seharusnya aku tidak selemah ini. Bukankah sedari awal, aku memang ditakdirkan jadi musuhnya?
Langkah kakiku terhenti saat melihat seseorang yang mirip dengannya mengenakan baju tidur berjalan ke arah taman belakang.
Instingku mengatakan bahwa ia adalah Ryn dan dengan secepat kilat kakiku berlari menghampirinya. Tapi sejurus kemudian, aku teringat, bahwa aku bukan lagi temannya.
Rasanya tidak bisa kudefinisikan. Aku bingung, bagaimana caranya hntuk menceritakan perasaanku sendiri.
Dan karena itulah, untuk kesekian kalinya aku tidak dapat mengontrol kekuatanku sendiri.
Karena banyaknya awan berkumpul juga langit tengah malam yang tampak begitu gelap, kekuatan Controllerku yang tiba-tiba saja aktif karena perubahan emosi yang signifikan, membuat badai tercipta dalam hitungan detik.
Aku yang turut diguyur derasnya hujan terperanjat kaget saat menyaksikan betapa ketakutannya Ryn saat terkena tetesan air hujan.
Aku kembali mengutuk diriku dan berlari sejauh yang aku bisa demi tidak melihatnya tersiksa.
Dan beruntung, aku bertemu dengan seseorang yang bisa menolongnya. Karena aku dan dia masih berada di koridor sekitar taman tersebut, tidak begitu sulit bagiku untuk menyusun skenario dadakan untuk menolong Ryn.
Aku memfokuskan pikiranku dan mencoba untuk mengalirkan energi sihir dalam jumlah besar. sejurus kemudian, aku berhasil membuatnya terjatuh cukup jauh dan terguyur air hujan.
Aku sendiri meringis dan merasa bersalah saat melihatnya terjatuh. Tapi aku tidak punya pilihan lain.
Dan sesuai dengan dugaanku, lelaki tersebut menghampiri Ryn yang ketakutan saat itu.
Aku tak henti-hentinya bersyukur dan segera berlalu pergi, sebelum lelaki itu curiga denganku.
Dalam keadaan basah kuyup, aku membuka pintu kamarku dengan hati-hati. Baru saja aku akan mengatakannya, Tata sudah membuatku terjatuh akibat tendangan mautnya.
"Dari mana saja kau? Membuat masalah lagi? Menguntit anak baru itu?"
Aku balas menjatuhkannya dengan kekuatanku.
"Apa urusanmu? Kau bahkan tak lebih baik dari pada sampah!" cetusku kesal seraya membanting pintu.
Tata hanya memelototiku. Sedari awal, aku memang mengancamnya dan memanfaatkannya. Tak heran, jika ia membenciku seperti ini.
"Aku tidak peduli! Suatu saat, aku akan menemukan kebebasanku dan anak itu yang akan mengalahkan keangkuhanmu!"
"Coba saja jika kau berani. Yah, kalau kau tak sayang dengan nyawa ibumu sih, tidak apa-apa," bisikku pelan sambil menyeringai, lantas meninggalkannya yang terdiam merutuki kata-kataku.
Aku segera mengganti pakaianku dan menghempaskan diri di atas kasur. Masa bodoh dengan Tata yang masih mengucap sumpah serapah atas namaku yang tak henti-hentinya ia ucapkan sedari tadi.
"Luna!"
Aku pura-pura tak mendengarkan panggilan Medusa. Aku senang karena dia menghubungiku lagi. Tapi aku sudah muak karena ia selalu membicarakan tentang misi dan apa saja yang harus kulakukan selanjutnya. Tak pernah bertanya apakah aku baik-baik saja atau sedang sedih atau apalah. Ia tidak seperti dulu yang selalu memberi perhatian padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
POM #1.5 Lunaria Evil [HIATUS]
FantasyCover by @Smalltown6 Piece of Magic series 1.5 Namaku Lunaria. Sebuah nama yang indah, untukku yang terlahir saat bulan purnama. Meski begitu, takdir hidupku tak seindah namaku. Semua orang membenciku dan aku pun sering melakukan hal-hal buruk, yan...