02

295 33 0
                                    

Hari ini, aku berkeliling di kastil sambil melihat-lihat pelatihan penyihir hitam yang sedang berlatih demi mendapat gelar menjadi pasukan hitam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini, aku berkeliling di kastil sambil melihat-lihat pelatihan penyihir hitam yang sedang berlatih demi mendapat gelar menjadi pasukan hitam. Pasukan hitam adalah beberapa penyihir yang telah menguasai banyak teknik bertarung serta sihir, yang dapat membuat mereka secara langsung masuk ke dalam tim yang dipimpin langsung oleh Ayah.

Suara gertakan ayah terdengar disertai dengan suara jerit kesakitan. Aku menghela napas, tak hanya aku yang dilatih dengan keras, tapi mereka pun juga seperti itu. Dan mungkin, Medusa dulunya juga seperti itu.

langkah kakiku berhenti, saat mendengar ada sebuah langkah kaki yang berjalan mengikutiku. Aku menoleh dan mendapati Medusa berdiri tak jauh dariku.

"Ada apa?" tanyaku heran.

"Ayahmu bilang, kau butuh latihan tambahan."

Aku mengernyit bingung. "Latihan tambahan? Untuk apa?"

"Katanya persiapanmu harus matang. Mulai hari ini, jadwal berlatih tarungmu bertambah, dari tiga jam sehari, menjadi lima jam sehari. Jadwal materi meramu dari dua jam sehari, menjadi tiga jam sehari, dan materi pembelajaran dari dua jam sehari menjadi tiga jam sehari," ujarnya yang berhasil menbuatku melongo.

"Apa-apaan itu?!" sanggahku tak terima.

Medusa mengangkat bahu lalu melanjutkan, "Entahlah, katanya, jadwalmu ke dimensi manusia akan dimajukan. Sekitar, lima tahun lagi."

"Tapi aku masih berumur sepuluh tahun. Belajar setiap hari dengan jadwal seperti itu akan membuatku mati!" Aku tidak terima dengan jadwal baru itu.

Medusa tertawa. "Kau tidak akan mati Luna. Sampai kapan pun, kau tidak akan mati kalau aku ada bersamamu," jawabnya lagi.

"Medusa tak akan membiarkanku mati, kan? Kalau begitu sih sama saja. Secara tidak langsung kau menyuruhku untuk terus berlatih, mengikuti perintah ayah yang busuk itu," jawabku tak suka.

"Luna, kau tak boleh berkata seperti itu."

Aku menghela napas. "Baiklah, aku mengalah."

Medusa tersenyum lalu berbalik dan berjalan mendahuluiku, ke ruang latihan. Aku mengumpat berkali-kali dalam hati, karena keputusan ayah dan misi demi misi yang ia berikan untukku. Apa ia tak sadar, kalau hal seperti itu membuatku merasa tertekan?

"Luna, seorang putri tak boleh seperti itu."

Aku menepuk dahi dengan gemas. Aku lupa, kalau Medusa dapat membaca segala isi pikiranku. Itu bukan kekuatannya, melainkan sihir yang diberikan ayah untuk mengetahui isi pikiranku, jikalau aku memiliki niat untuk membolos latihan dan malah berujung seperti ini.

Ayah, sungguh mengesalkan dan aku sangat membencinya!

"Mau sampai kapan kau bilang benci padanya? Kalau ayahmu tidak seperti itu, kau tidak akan berhasil di masa depan," ucapnya lagi.

POM #1.5 Lunaria Evil [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang