-32- Jangan sampai senyummu memudar

53 2 0
                                    

Ferdy POV

Terdengar nyanyian seseorang, suaranya tak begitu merdu, namun enak didengar.
Aku mencari sosoknya karena nyanyian itu begitu familiar. Asal suara itu dari seorang wanita yang tengah duduk dipinggir danau. Namun sejak kapan ada danau? Dan dimana ini? Sejak kapan aku disini?
Dengan tidak yakin, aku berjalan perlahan menuju pemilik suara itu. Wanita itu melemparkan senyum manis yang begitu aku rindukan. Ia adalah ibu, ibuku.
Aku menangis haru, aku kembali bertemu dengan ibu. Ini mimpi atau aku sudah meninggal?
Aku duduk disampingnya, nyanyiannya kini berhenti.
"Aku bernyanyi untuk membangunkan mu. Bukalah matamu, sadarlah, banyak orang yang menunggumu disana. Ibu tetap menunggumu disini" ucap ibu sambil mengecup keningku.
Aku memejamkan mata.
Saat kubuka kembali mataku, Seketika semuanya menjadi putih. Remang remang. Wangi khas farmasi tercium dihidungku. Kepalaku terasa sakit. Bayangan seorang gadis manis kini ada didepan mataku, ia tengah menatapku. Sesaat aku baru menyadari bahwa aku tengah berada disebuah rumah sakit setelah mengalami kecelakaan atau mungkin lebih tepatnya menghindari kecelakaan beruntun.
Aku melemparkan senyum padanya, pada Aya. Rasanya aku rindu sekali. Namun ia melongo melihatku tersenyum. Kunaikan alisku seolah olah aku turut bingung kenapa ia melongo. Ku angkat tanganku, meskipun itu terasa sangat berat. Kuraih wajahnya. Ia tersadar dan langsung menggenggam tanganku. Tangisnya pecah. Sungguh rasanya ingin ku memeluknya. Melihatnya menangis membuatku turut tersayat. Gadis itu menangis karenaku.
Kami pun berpelukan melepas kerinduan. Dan Aya masih menangis.

"Akhirnya sama aja, gua bikin lu nangis" ucapku setelah melihat keadaan Aya yang begitu kacau.

"Beda Fer, ini tuh nangis bahagia" ucap Aya meyakinkanku.

"Ah bullshit, mana ada yang namanya nangis tapi bahagia. Nangis itu karena sedih Ay. Kalo lu nangis pas lu lagi bahagia itu cuma karena kesedihan yang lu pendem itu udah kalah sama rasa seneng jadi ibarat ember ada isinya setengah terus lu tambahin aer satu ember lagi, yang ada kan iisnya jadi luber kemana mana" ucapku yang mungkin ia pun tak tahu maksudnya.

"Ih tapi serius kok Fer gua bahagia banget" ucapnya, sudah kuduga orang sepertinya terlalu sulit mencerna katakataku.

"Iya gua tau, tapi sebelumnya gua udah bikin lu sedih, sama aja" jawabku, Aya hanya diam.

"Inget yah Ay, meskipun tanpa gua lu harus tetep bahagia, senyuman elu yang manisnya luarbiasa itu gaboleh ilang. Gimanapun caranya lu harus bahagia, gua bakal ikut sedih kalo ngeliat lu sedih. inget itu" ucapku sambil meletakan kedua tanganku dibahunya.

Aya adalah gadis dengan senyuman yang begitu manis. Meskipun ia tidak terlalu cantik seperti gadis populer disekolah kami. Meskipun dia adalah orang yang sederhana dan sulit mencerna kalimat sastra. Tetap saja aku menyayanginya. Aku tidak ingin senyuman manis itu pudar hanya karenaku.

Aya,
Meskipun tanpaku, kamu harus terus bahagia. Jika tidak ada yang membahagiakanmu, Setidaknya kau ciptakanlah kebahagiaan mu sendiri. Bagaimanapun caranya, kamu harus tetap bahagia dan tersenyum.
Aku menyayangimu.

Kami berada dalam keheningan.
Dimana aku yang masih memikirkannya.
Dan Aya kurasa masih mencerna kata kataku.

"Ferina sama yang lainnya kemana?" tanyaku memecah keheningan, setelah menyadari ruangan begitu sepi, hanya ada kami berdua.

"Lagi beli makan, bentar lagi sampe mungkin" jawab Aya.

"Lu ga makan?" tanyaku khawatir yang melihat kondisinya, Aya nampak lebih kurus dengan kelopak mata sembab dan berkantung.

"Dibungkusin sama om Nata" jawabnya.

"Ada Papah?" tanyaku sedikit terkejut.

Bagaimana bisa ia tahu? Apa Ferina yg memberi tahunya? Astaga habis aku kena marahnya nanti.

Thanks Ferdy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang