HURT

1.6K 134 9
                                    

Chan melihat tubuh semampai itu tengah berbaring sembari memeluk tubuhnya, menekuk seperti udang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chan melihat tubuh semampai itu tengah berbaring sembari memeluk tubuhnya, menekuk seperti udang. Pria Lee itu pun menghampiri si pemilik tubuh semampai tadi, menyentuh wajahnya yang babak belur sehabis dipukuli oleh ayahnya sendiri. Tangan bergetar Chan mencoba untuk mengusap luka lebam itu namun sebuah lenguhan kecil terdengar dari si empu luka, segera Chan menarik tangannya.

Mingyu, si pria semampai yang babak belur tadi, membuka matanya, menatap kosong ke arah Chan yang kini tengah menatapnya dengan tatapan marah.

"Haruskah kau  begini terus ketika aku akan mengunjungimu, Kim?" suara si Lee,

Pupil mata Mingyu bergerak pelan, lalu tidak ada lagi hal yang ia lakukan. Tidak berbicara atau mengubah gaya duduknya. Ia hanya diam di sana dengan tatapan kosongnya seharian di sana seperti orang mati dan Chan semakin frustasi akan hal itu.

Apa yang harus Chan lakukan?

Haruskah ia memusnahkan orang yang telah membawa kekasih semampainya ini di dunia agar Mingyu tak sengsara lagi?

Tapi apa kata Mingyu nanti?

"Kim Mingyu, lihat aku." nafas memburu khas milik Chan menyapa permukaan wajah penuh luka lebam milik Mingyu membuatnya menggerkan arah matanya ke arah Chan. Mereka sekarang bertatapan.

"Apa kau tidak mau menjelaskan apa yang terjadi, sayang?"

Mingyu menegang mendengar kata itu, ia celingukan mencari suara itu. 

"Chan?" gumamnya dengan air mata menetes, hanya satu tetes dan sisanya ia pendam kembali dalam dirinya, ia mengusap airmatanya dengan kaus oblong usang yang ia kenakan setiap hari.

Chan merasa sebuah pedang tak kasat mata tengah menebas ke arah dadanya. 

"Rasanya terlalu nyata," gumam Mingyu yang sekarang sudah tak bisa lagi mengatasi air matanya yang mulai meleleh dengan kurang ajarnya membuat wajahnya basah, dadanya terasa sangat sesak sekarang. Betapa ia merindukan sosok kecil Chan.

BRAK!

Chan dan Mingyu reflek menoleh ke arah suara gubrak-an tersebut.

"Kim Mingyu! Sudah ayah katakan berapa kali padamu untuk berhenti berdiam diri di kamar sambil menangis seperti orang bodoh!" lelaki paruh baya itu pun berjalan sempoyongan ke arah anaknya yang tengah menatapnya dengan pupil mengecil dan menahan nafas.

"Bernafaslah!" Teriak Chan tepat di muka Mingyu, mencoba untuk menyentuh pemuda Kim itu  berharap ia bisa melakukannya untuk menyadarkan kekasihnya.

Nihil. Mingyu masih seperti itu bahkan saat ayah kandungnya sendiri berhasil menendang perutnya baru ia tersadar dan mulai bernafas dengan darah yang keluar dari mulut juga hidungnya. Setelah puas menendangi anaknya, Tuan Kim pun menyeret Mingyu keluar dari kamar.

Mingyu hanya diam, ia tak bisa melawan ayahnya. Ia tak tahu kenapa, tapi ia seperti sedang menghukum dirinya sendiri karena tidak bisa melindungi kekasihnya dari maut dan membiarkan kekasih tersayangnya tersebut pergi meninggalkan dunia, meninggalkan kenangan indah mereka juga meninggalkan dirinya sendirian di dunia yang kejam ini.

Chan ingin membantu kekasihnya, ia ingin mengatakan bahwa ia masih di sini, ia belum pergi. Bagaimana ini? Bahkan seorang hantu gentayangan pun tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu kekasih malangnya tersebut.

"Hiks, Mingyu ... Maafkan aku."





FIN

Silahkan isi unek-unek kalian tentang buku ini di secreto aku, link di bio. Makasih♥︎

Dance Dance [Mingyu X Chan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang