Tujuh

4.7K 254 8
                                    

"Hantu Belau." Bang Alif menjawab pertanyaanku.

"Abang tidak tahu apapun selain itu sebab Abang pernah mendengar ibu membicarakannya dengan nenek."

Pak Ustadz menghentikan zikirnya. Ia menyeruput teh dan menjawab pertanyaanku.

"Hantu bela-u adalah hantu yang suka menyesatkan orang yang berada di hutan. Tetapi dalam beberapa kasus hantu itu terutama yang sudah berumur tua, ribuan tahun misalnya, tidak hanya punya misi menyesatkan orang yang datang ke hutan tetapi lebih dari pada itu, menyesatkan iman manusia. Biasanya hantu tua yang disebut juga 'Bangket Menaon" seperti ini dimanfaatkan manusia untuk pesugihan. Dan sepertinya nenek buyut suamimu punya ikatan pesugihan dengannya. Terbukti dengan penemuan kerangka, sepertinya itu adalah harga yang harus ditebus. Saya tidak tahu apa yang nenek buyutmu inginkan dari mengikat janji dengan si Iblis."

Aku tergamam. Betapa ini di luar dugaanku.

"Lalu bagaimana dengan Desi? Kenapa dia yang terkena efeknya?" tanya Bang Alif.

"Desi hanya anak gadis biasa. Siapa pun bisa terkena efeknya. Kasus Desi adalah salah satu yang sulit. Dia tidak mau keluar bahkan sudah di rukyah total hingga akhirnya anak itu meregang nyawa. Mungkin fisik dan psikisnya tidak kuat menahan gempuran sang Iblis," jawab ustadz.

Aku bergidik. Teringat kesan pertama saat menginjakkan kaki ke rumah itu. Pohon beringin besar di depannya sangat mengintimidasi. Naluri manusia memang tidak bisa diabaikan.

"Lantas kami harus apa, Ustadz. Saya merasa tidak ingin tinggal di sana lagi. Tadi sempat terpikir untuk pergi kemana saja asal bukan di rumah itu. Tetapi setelah dipikir ulang, kami tidak punya apa pun selain rumah." Suamiku menunduk, "saya tidak mau terjadi sesuatu dengan Diah."

Di saat genting pun dia selalu memikirkanku. Sejenak jiwaku menghangat.

"Iblis akan menang jika kita takut. Memang itu yang dia inginkan. Lawan. Allah Maha Besar, tidak ada yang berdaya di hadapan-Nya. Pertebal iman dan keyakinan atas kuasa Allah. Kalian punya takdir, kamu dari keturunan yang terlibat langsung dengan Iblis ini dan istrimu ada kaitan batin dengan seorang ibu yang anaknya mati dibunuh oleh setan itu. Bukan kebetulan, takdir Allah menyatukan kalian dengan kembali menginjakkan kaki ke rumah itu." Ustadz meletakkan tasbihnya di meja persis di sisi peti kecil itu.

"Tapi ...." Suamiku tergagap. Tampak keraguan di matanya. Ia menatapku lekat.

"Rumah saya selalu terbuka buat kalian. Kalau kalian tidak sanggup, tinggallah di sini."

"Ah, tidak. Saya tidak mau merepotkan ustadz. In shaa Allah kami sanggup menjalaninya. Tolong doakan saja kami," pinta suamiku.

"Tasbih ini, gunakan saat sholat. Perbanyak dzikir dan hilangkan ketakutan. Iblis akan menggoda kalian dengan segenap kemampuannya. Dan satu lagi, begitu sampai di rumah, kuburkan peti ini di tanah belakang. Kalian belum membukanya kan?"

Kami saling berpandangan.

Ustadz tahu maksud pandangan itu dan beliau lagi-lagi mengucapkan ta'awudz.

"In shaa Allah tidak apa-apa. Berdoa kepada Allah dan yakin. Apa pun isinya, pasti berhubungan langsung dengan mistis. Nanti kalau sempat saya akan datang ke rumah kalian, ya. Umur sudah tidak memungkinkan saya bertindak sigap seperti dulu. Beberapa orang akan saya kirim dalam waktu dekat untuk meninjau, mereka murid saya."

Kami berterima kasih kepada Ustadz yang dengan senang hati menolong. Di saat tiada tempat mengadukan nasib, Ustadz Ibrahim membawa angin segar. Sekejap aku melihat sosok seorang ayah di dalam dirinya.

***

Bersambung

RUMAH ( Lengkap )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang