Sembilan

4.5K 250 9
                                    

Bau minyak kayu putih menusuk penciuman. Ada pula suara-suara orang. Lelaki dan perempuan. Saat netra menemukan cahaya, aku mendapati diri ini terbaring di kasur yang asing, juga kamar dan ornamennya. Bingung. Aku ibarat kehilangan daya ingat sementara, sebelum akhirnya ia kembali menyerang isi kepala. Bang Alif, makhluk itu dan  pekikan. Pekikan panjang.

Aku bergegas keluar kemudian mendapati beberapa lelaki telah berkumpul di ruang tamu. Matahari bersinar terang di seperempat luas langit menjadi bukti bahwa aku tak sadarkan diri cukup lama. Mereka terdiam saat melihatku dan tiba-tiba seorang wanita gemuk paruh baya mengiringiku ke dalam. Ia merangkul dan tersenyum.

"Anong ndaan pe ope?" Ia menanyakan kondisiku dengan logat kental Melayu Sambas. Aku hanya mengangguk lemah. Kami duduk di lorong rumah, penghubung antara dapur dan ruang tamu. Di sana juga ada beberapa ibu-ibu asyik berkumpul dan menanyai kondisiku. Karena aku berasal dari Pontianak, agak sulit mencerna percakapan mereka.

"Semalam, Aki dan Uwan* nemukan Anong* terbaring di depan rumah dengan kondisi lelah dan pingsan. Ade ape sebenarnye? Anong daan* paham bahase Teluk Keramat kan? Dari tadi Anong bingung." Ibu paruh baya yang membopongku tadi akhirnya mengerti bahwa aku bukan berasal dari daerah ini. Teringat kejadian kemarin malam sukses mendatangkan air di pelupuk mata.

"Suami saya, Wan. Dia diambil hantu." Aku mengadu bak anak kecil. Kehilangan Bang Alif bagai mengoyak seluruh keberanian.

Suara istighfar menggema di seantero rumah. Selain Ibu yang membahasakan dirinya Uwan itu, ada juga ibu-ibu lain yang berkumpul berkeliling.

"Gimane ceritanya, Nong? Sabar. Ceritakan dengan Uwan."

Akhirnya keseluruhan teror menyeramkan mengalir begitu saja dari mulutku. Entah mereka mengerti maupun tidak tetapi semua mendengar dengan saksama. Bahkan para lelaki di ruang depan juga terdiam. Masing-masing dari mereka menyebutkan asma Allah kala mendengarkan penjelasan demi keterangan. Seperti memang ada sesuatu yang besar tersembunyi dalam kemisteriusan rumah itu.

"Nong, Aki minta maaf sebelumnya ...." Seorang lelaki yang menggelar dirinya Aki duduk bersimpuh di samping Uwan. Sepertinya mereka suami istri, "Rumah yang Anong maksudkan? Rumah yang ada di jalan menuju kuburan itu?"

Aku mengangguk. Lelaki yang kutaksir seusia Ustadz Ibrahim itu mengangguk masygul. Ia berdehem kecil kemudian matanya berlarian seperti mencoba memilih kata-kata yang tepat untuk disampaikan.

"Rumah angker itu jauh di pedalaman semak belukar. Jauh pula dari jalan utama desa. Kenapa memilih tinggal di sana? Itu rumah Anong kah?" tanyanya.

"Itu rumah Ibu Sinah, Ki. Ibu panti saya. Ketika beliau meninggal, ia mewariskan rumah semi permanen itu kepada saya. Kami berdua pindah karena terpaksa, diusir dari kontrakan karena menunggak. Terpaksa merantau ke sini, jauh dari keluarga. Itu pun menumpang mobil barang. Sebab tidak ada uang."

"Suami Kakak itu yang berjualan roti kemarin ya?" Seseorang bertanya dari ruang tamu. Lelaki yang sebaya denganku dan Bang Alif. Aku mengangguk.

"Iya, saya kemarin ada beli semua roti beliau. Pantas saja tidak pernah kenal. Rupanya orang baru," timpalnya.

"Nong, kami sebenarnya heran. Kenapa kalian tidak memberi tahu kepala kampung atas kepindahan kalian?" tanya Aki.

"Maafkan kami, Ki. Kami hendak memberitahu tetapi belum sempat kami lakukan. Padahal baru saja beberapa hari pindah, sudah ada kejadian seperti ini," jawabku.

"Yang lebih mengherankan, saat kami datang, tidak menjumpai satu pun warga yang berada di luar rumah. Kami berhenti persis di depan jalan sana dan sepanjang jalan ini tidak ada yang dapat kami temui untuk berkabar," sambungku. Aki tampak terkejut.

"Iya, memang seperti itulah tipu daya setan. Nong jangan kaget, ya. Sebenarnya dulu sekali pernah ada pemuda yang hilang di sekitar hutan itu bersama kedua rekannya. Naas, saat ditemukan ia berubah gila dan tidak membaik hingga sekarang. Sedangkan dua temannya, tiada kabar sama sekali. Bak ditelan bumi."

"Kejadiannya persis di hutan dekat rumahmu," sambungnya.

Aku miris memikirkan nasib Bang Alif.

"Jadi suamiku bagaimana, Ki? Dia harus ditemukan. Hantu itu ...." Aku tidak sanggup melanjutkannya.

"Hantu Belau. Hantu yang menyesatkan orang saat berada di hutan. Tetapi sosok yang mendiami rumah itu adalah yang terkuat dari jenis mereka."

"Sejak dulu memang hantu itu suka menumbalkan manusia. Ada saja anak yang hilang. Saat ditemukan seperti linglung dan tak lama kemudian mereka sakit dan meninggal. Makanya warga kampung sini tidak berani mengusik rumah itu. Melewatinya saja takut apalagi mendiaminya." Pemuda tadi menyambung cerita Aki.

Mataku kembali buram oleh air mata. Siapa yang bisa menolong? Aku harus bagaimana? Tiba-tiba sebuah nama terpikirkan begitu saja.

"Ustadz Ibrahim bisa menolongku. Dia di sambas kota. Tolong hubungi beliau. Dia mengenal suamiku. Tolonglah. Saya tidak tahu harus apa lagi?" Aku terisak memikirkan nasib Bang Alif. Sedang apa dia dan dimana? Semua bagai misteri yang tidak bisa dipecahkan.

"Saya kenal Ustadz Ibrahim. Sebentar ya, saya akan menelepon beliau."

Seorang tamu kemudian sibuk berbicara di telepon menjelaskan kejadian yang kualami. Setelah cukup lama ia kemudian menyerahkan gawai padaku.

"Halo, Diah? Nak, kamu gak apa-apa?"

Ditanya seperti itu mengingatkanku akan rasa sakit kehilangan. Kembali, hanya isak tangis sebagai jawaban.

"Bapak akan ke sana bersama beberapa murid. Tunggu ya, Nak. Assalamualaikum." Ustadz Ibrahim memutuskan sambungan begitu aku menjawab salamnya.

Semua orang di ruang tamu dan para wanita di dapur terdiam. Mereka tampak menghela napas.

"Persiapkan diri kalian. Nanti kita akan berburu." Aki berkata sambil memandang para lelaki. Rupanya ada juga beberapa pemuda menunggu di halaman. Sebersit, optimisme menghangatkan jiwaku. Suamiku harus ketemu, tanpa dia hidupku pasti terasa sangat hampa. Hanya dia satu-satunya yang kupunya.

***

Bersambung

*Uwan = Nenek
*Aki = Kakek
*Anong = Pannggilan sayang (biasanya kepada anak atau dianggap anak oleh orang tua kepada yang muda(perempuan))
*Daan = Tidak

RUMAH ( Lengkap )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang