Tesla menatap kertas soal dengan horor. Soalnya sepuluh namun Tesla hanya bisa menjawab nomor satu dan dua. Benar-benar menjawab lho ya! Ia masih mengingat rumus mudah itu.
Tesla melirik Alva yang berada di sampingnya. Meja mereka dikasih jarak supaya tidak menyontek. Namun tetap saja ada yang berbisik-bisik untuk meminta jawaban.
Tesla membalikkan kertas soal dan menjauhkan dari pandangan matanya. Soal itu sungguh membuat kepalanya pusing ketika melihatnya. Tesla melihat teman-temannya yang lain. Ada yang memang mengisi sendiri dengan otaknya, ada juga yang melihat jimat, dan ada juga yang cuma nanya ke depan, belakang, kanan dan kiri. Seperti dirinya. Namun ia hanya bekerja sama dengan Alva, tidak bertanya kepada siapapun.
Alva mengeluarkan suara seperti desisan ular. Membuat Tesla menatap padanya.
"Nih." Tesla menerima kertas jawaban Alva setelah melihat keadaan guru yang sibuk main ponsel. Mereka memang langsung memberikan kertas jawaban ulangan ketika pada salah satu mereka tidak mendapat jawaban. Karena menurut mereka akan lama ketika harus menulis dulu di kertas lain. Maka langsung saja kertas jawaban yang di oper.
Tesla dengan cepat menyalin jawaban dan sekali-kali melirik guru yang berada di depan. Ia sedikit bersyukur karena tidak duduk paling depan. Ada untungnya juga duduk di barisan ke dua dari belakang. Bisa menyontek.
"Tiga menit lagi." seru guru yang di depan membuat beberapa murid yang belum mendapat jawaban semua heboh sendiri.
"Mampus!" Tesla bergumam dan menyalin dengan cepat jawaban dari Alva. Jawaban ulangan ini lumayan panjang. Seingat Tesla ada cara yang lebih pendek dari pada ini, namun sepertinya Alva tidak mengetahuinya. Dan Tesla tidak ingin berpikir lagi karena waktu akan habis.
"Kumpulkan!"
Tesla semakin mempercepat kerja tangannya bahkan kakinya sudah menghentak dengan cepat di lantai. Ia panik.
"Cepat, La!" suara Alva bahkan membuatnya tambah panik. "Cepat, dong! Nanti gurunya keburu pergi." sahabatnya itu memang tidak tau kondisi dirinya.
"Jangan suruh gue cepat! Nanti kerja tangan gue melambat!" memang begitu kenyataannya. Jika seseorang menyuruhnya untuk melaksanakan kegiatannya dengan cepat, maka gerakannya akan melambat walau ia berusah cepat. Kadang itu membuatnya kesal.
Tak!
Tesla meletakkan pensilnya dengan kasar setelah berhasil menyalin jawaban. Ia menarik nafas lega.
"Kumpulin punya gue sekalian." kata Alva saat melihat Tesla bangkit dari kursinya. Tesla hanya mengangguk dan mengumpulkan lembar jawaban ulangan miliknya dan Alva.
Tesla kembali ke mejanya dengan lega. Setidaknya ulangan Matematika ini sudah berlalu. Ia duduk di kursi dan kembali merapatkan mejanya dengan meja Alva. Matematika Peminatan merupakan salah satu mata pelajaran yang membuatnya menyesal masuk jurusan IPA. Ada juga beberapa sih, seperti Fisika dan Kimia. Kalau Biologi ia lumayan menyukainya dari dulu hingga saat ini. Tidak tau kalau besok.
Tesla menelungkupkan kedua tangannya dan meletakkan dagunya di sana. Tesla menoleh ke Alva dan menatap jengah ke arah sahabatnya itu. "Ponsel mulu lo!" ketusnya dan hanya mendapat gerakan bahu tak peduli dari Alva.
"Suka-suka gue." sahutnya benar-benar tak peduli. Tesla hanya menghembuskan nafas pasrah. "Gue doa-in baterai nya habis." gumam Tesla pelan.
"Gue denger lho, doa lo."
"Bodo amat."
Tesla melirik ke arah Kelvin. Lelaki itu juga memainkan ponselnya. Lagi-lagi Tesla hanya menghembuskan nafas pasrah. Beginilah anak bangsa jika teknologi semakin canggih. Kalau digunakan sebagai benda yang berdampak positif, ya tidak apa-apa. Namun jika digunakan seperti Alva menggunakan ponsel untuk 'Mencari Gebetan' itu bukanlah suatu hal yang positif, melainkan negatif. Menurutnya.
Ia juga memang menggunakan ponsel. Tapi tidak terlalu fanatik seperti Alva. Ia hanya menggunakannya ketika membuka Instagram, Facebook, dan WhatsApp. Juga untuk mencari berita terbaru dan tugas sekolahnya. Ia tidak ingin terlalu lama menatap benda berbentuk persegi panjang itu karena akan dapat merusak matanya. Alasannya juga karena ia bercita-cita menjadi Dokter. Oleh karena itu ia berusaha menjaga waktu pemakaian benda elekronik.
"Kantin, kuy!" ajak Tesla kepada Alva yang masih sibuk memainkan ponselnya. "Buruan, nanti gurunya keburu masuk," lanjut Tesla masih berusaha mengajak Alva ke kantin. Saat ini memang belum waktunya istirahat, masih menunggu waktu pergantian jam pelajaran selanjutnya. Namun Tesla sudah terlanjur lapar karena ia tidak sempat memakan sarapannya tadi pagi.
"Lo ke kantin?" tanya Kelvin padanya saat Tesla masih berusaha mengajak Alva untuk menemaninya ke kantin dengan cara menggoyang-goyangkan lengan Alva, membuat sahabatnya itu merasa terganggu dan akhirnya menemaninya ke surganya para murid. Namun usahanya itu tidak berhasil membuat Alva mengalihkan pandangannya dari ponsel.
Tesla menoleh dan menatap Kelvin dengan alis terangkat. "Lo mau nitip? Ogah! Jalan aja sendiri, lo kan punya kaki yang masih berguna," dengus Tesla saat mengingat kelakukan lelaki itu yang selalu nitip pesanan padanya jika ia pergi ke kantin. Juga masih kesal dengan kejadian kemarin.
Kelvin balas mendengus lebih keras dan juga mengeluarkan nafas dari mulutnya. Membuat nafasnya menghantam wajah Tesla yang tepat berada di bawah hidungnya.
"Ish! Nafas lo busuk!" cerca Tesla.
"Makanya, lo jangan nuduh gue sembarangan terus, dong. Dan gue kasih tau ya, nafas gue gak busuk! Lo kira gue gak gosok gigi pagi tadi?"
"Pikiran gue sih gitu. Terus lo mau apa, sih?" Kelvin hanya memutar bola matanya saat mendengar jawaban Tesla. Ingin mendengus lagi keras-keras tapi ia tak mau dikatain nafasnya busuk.
"Kuy, kantin! Gue juga pengen beli makanan. Laper,"
Tesla melihat jam. Sebentar lagi bel akan berbunyi pertanda pergantian jam akan berbunyi. Jika mereka pergi sekarang maka berpotensi besar mereka akan telat masuk dan dimarahi oleh guru yang mengajar nanti.
"Tenang aja, Pak Herman gak bakalan masuk. Sekarang guru lagi rapat," kata Kelvin seolah mengerti apa yang dipikirkan oleh Tesla.
"Dih, sok tau lo."
"Gak percaya ya udah. Cepetan, temenin gue ke kantin. Lo juga mau ke kantin, kan?"
"Udah gak mood! Ajakin aja noh temen lo yang laki," Tesla membuang mukanya ke arah lain.
"Mereka pada gak mau," balas Kelvin dan melirik teman sekelasnya yang laki-laki, namun mereka semua pada sibuk gosip dengan anak perempuan. "Gue jajanin, deh." sambungnya saat melihat tak ada respon dari Tesla.
Alva yang sejak tadi mendengar adu mulut antara Kelvin dan Tesla segera menyenggol bahu Tesla yang kembali ke posisinya semula. Meletakkan dagunya di telungkupan kedua lengannya.
"Udah sono. Pergi aja, ribet banget sih hidup lo," Tesla mendelik mendengar ucapan Alva yang menghardik dirinya. Alva itu tidak tau alasan kenapa ia menolak pergi dengan Kelvin.
Cih, bagaimanpun Kelvin itu lelaki yang ia suka. Deg-degan lah kalau diajak sama Kelvin. Walau gak seperti deg deg-an alay. Tapi yang namanya deg deg-an lainlah rasanya.
Ini pertama Kalinya ia diajak ke kantin bareng sama Kelvin. Dan dia tidak mau mengeluarkan sikap begonya di depan lelaki itu. Makanya dia menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
TESLA [On Going]
Ficção AdolescenteKata orang sih gue cantik, sampai-sampai gue bosen ngedengernya. Sebagian orang gue juga dikatai cuek. Bagi sebagian cowok-cowok yang gak gue respon. Tapi bagi gue sendiri gue itu gak cantik! Buktinya aja gue masih ngejomblo semenjak gue putus sama...