MYTHOLOGY SERIES : TO BE A HUMAN

188 39 1
                                    

Source : Judul asli: To be Human Penulis: Andrew Harmon


Hari ke-1


Aku memanggilnya George, karena dia penuh rasa ingin tahu*.


Dia adalah yang pertama dari jenisnya; sebuah eksperimen ilmiah sekaligus sosial. Dia bisa berjalan, bicara, dan belajar. Aku sudah berkonsultasi dengan semua ahli; mulai dari ahli neurologi sampai pengamat perilaku, hingga insinyur robotik dan elektrik. Walaupun George adalah android yang tingginya hanya empat kaki, dia sudah kuanggap anakku sendiri. George punya kepala besar dan bulat, dengan tubuh mirip semangka. Sepasang kaki pendek menunjang tubuh besarnya, dan dia punya lengan-lengan pendek dengan jari-jemari gemuk. Dia memang gempal, tapi sangat lincah.


George diprogram untuk meniru manusia, tapi tak mampu melakukan yang lainnya. Aku memang ingin mulai dari nol; aku tak ingin ada aturan atau pengetahuan dasar yang ditanamkan padanya. Ketika aku menyalakan George untuk pertama kalinya, kupikir aku gagal karena dia butuh dua menit hanya untuk mengucapkan sepatah kata. Kepalanya berputar ke kiri dan ke kanan, mata LED birunya menoleh kesana-kemari.


Kata-kata pertamanya adalah: "siapa aku?" "Kau George," kataku. "George," ulangnya.


Hari-hari berikutnya...bagaimana harus mendeskripsikannya? Sangat menakjubkan. George berjalan kesana-kemari, mengingat nama-nama semua rekan kerjaku, semua warna dan berbagai perlengkapan di laboratorium. Ketika dia melihat sesuatu yang baru, dia akan menunjuk, dan kami akan memberitahunya kata-kata baru untuk diingat. "Wastafel." "Oscilloscope." "Besi." Daftar kosakata George terus berkembang. Kami mengajarinya hitungan sederhana sampai 10. Aku mengajarinya matematika, dan otak digitalnya dengan cepat berkembang. Tapi, tujuan utamaku sebenarnya adalah mengajari George beragam konsep terkait kemanusiaan, dan hal-hal macam itu tak bisa diajarkan di dalam laboratorium yang sumpek.


Kami merencanakan debut pertama George di Konferensi Internasional Robotik dan Intelegensi Buatan (AI) di San Diego, dan aku agak cemas kalau berita tentang teknologi AI terbaru kami bocor sebelum waktunya. Kebetulan aku sudah hendak cuti, jadi kupikir, aku akan membawa George berkendara bersama istriku ke rumah peristirahatan milik mertuaku di tepi Danau Carlyle. Kupikir, George akan aman dari mata-mata usil di sana.


Istriku, Chelsea, adalah wanita memesona dan paling luar biasa yang pernah kutemui dalam hidupku. Dia pasti akan menjadi contoh baik untuk diikuti George. Chelsea sedang hamil tujuh bulan saat itu, dan dia sangat bersemangat menanti kelahiran bayinya, jadi kupikir dia pasti akan senang bisa merawat "anak robot" ini sambil menunggu hari H-nya. Dan di tepi Danau Carlyle, aku juga akan mengajari George tentang alam.


Hari ke-3 Perjalanan dari New York ke Illiniois sangat panjang, tapi damai. George duduk di kursi belakang, menunjuk macam-macam ke luar jendela. Akan tetapi, benda-benda di luar berlalu terlalu cepat sebelum aku bisa memberitahu namanya. Istriku ternyata tidak begitu senang dengan keputusanku. Mungkin karena George nampak sangat aneh; familiar sekaligus berbeda dengan cara yang janggal. Salah satu isu yang kerap diusung kalau sudah menyangkut teknologi robot yang mirip manusia.


"Dia lumayan lucu, 'kan?" Tanyaku. "Matanya menakutkan. Kenapa dia terus memandangiku?" Tanya istriku. "George cuma penasaran. Iya 'kan, George?" "Oh, jelas!" Seru George, walau penekanan kata-katanya agak janggal. "Oh, jelas!" adalah seruan yang sering kugunakan di laboratorium, dan George rupanya mengingatnya serta menjadikannya celetukan khasnya.

WORLD SCARY STORIES - ENSIKLOPEDIA BAHASA INDONESIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang