23

9 4 0
                                    

Flashback

"Halo, jemput aku Rais"

"Kau? Chaplind? MasyaAllah, kau telah kembali?"

"Sudahlah, sekarang cepatlah ke bandara, kita bisa bicarakan ini nanti"

"Baiklah, tunggu aku"

Tut, sambungan telepon terputus, Chandra tersenyum, dia mengambil nafas sedalam-dalamnya, menghirup udara tempat kelahirannya, kini dia telah kembali. Dia akan menemui gadisnya segera.

Ia mencari nomer telepon gadisnya itu di kontaknya sebagai kontak favoritnya, lalu menekan tombol panggil.

Waktu menunjukkan pukul 07.50 sambungan telepon telah diterima, ia tersenyum kecil.

"Halo?"

"Aku tunggu kau di Kopi Aceh"tanpa basa-basi.

" Chandra? Hei, aku belum mandi, sekarangpun aku masih lari-lari"

"Tidak menerima penolakan. Pokoknya sekarang aku tunggu di Kopi Aceh"

"Baiklah baiklah, kalau aku lama jangan salahkan aku"

"Ya tentu saja itu salahmu!" suara Chandra terdengar ketus, itulah yang menjengkelkan bagi Srikandi.

"Kau ingin mengajakku bertengkar? Bukan salahku kalau aku akan lebih terlambat lagi", Srikandi memperingatkan Chandra, dia menyuruh Srikandi untuk cepat namun tingkahnya seperti menyuruh Srikandi hanya meladeninya saja.

" kambing, baumu tercium hingga  membuatku ingin muntah"

"Dasar, awas saj—" tut.

Sambungan telepon dimatikan Chandra, bisa gawat kalau Srikandi akan bertambah lama dan membuatnya menahan rindu lebih lama lagi. Srikandi memang selalu seperti itu. Chandra terkikik.

Ia merogoh saku celananya, mengambil sebuah kotak beludru berwarna merah, ia membukanya, di sana terdapat kalung liontin dengan bentuk bulan purnama bergariskan bulan sabit. Ia mengusap permukaan kasar liontin itu.

"Woy, buat Srikandi" ternyata Rais telah datang dan kini ia sedang berdiri di samping Chandra ikut memperhatikan liontin yang ia tebak adalah untuk Srikandi.

"Eh, ti-tidak" Chandra gelagapan menaruh kembali liontin itu pada tempatnya dan memasukkannya kedalam saku celananya.

"Sudahlah, kau tidak bisa berbohong padaku"

"Yah, dan kau tahu itu" Chandra kini cengengesan.

"Tapi, tidakkah kau sudahi saja perasaanmu padanya!" Rais tahu Srikandi tak lama lagi akan menikah dirinya pun diberi undangan langsung oleh Srikandi.

Rais bertanya kepada Srikandi, tidakkah dia menunggu Chandra. Srikandi bilang bahwa dirinya selalu menunggu Chandra namun ini karena perjodohan oleh orang tuanya, Rais yang memang tak memiliki hak untuk melarang Srikandi menikah hanya bisa berdo'a untuk mereka berdua, khususnya untuk Chandra.

Chandra kini mengernyitkan dahinya, mengapa Rais melarangnya? Bukankah dulu ia sangat mendukung?

Rais memahami tatapan kebingungan Chandra, sebenarnya ia ingin sekali memberitahu Chandra namun sebaiknya ia diam biarkan Srikandi sendiri yang menjelaskannya.

"Sudahlah, yuk pulang" Rais menarik koper Chandra, Chandra segera mengimbangi langkah kaki Rais, saat sampai di mobil Rais, Rais mengangkat koper Chandra dan memasukkannya di bagasi, Chandra meminta biar ia saja yang menyetir.

"Kau ini, baru pulang, pasti lelah, aku tak mau mengorbankan mobilku ini sebagai bentuk kantukmu itu"

Chandra tetap memaksa Rais, akhirnya Rais menuruti permintaan sahabat karibnya itu.

if (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang