Si Pembawa Sial
Suatu hari di gang perkotaan daerah ibukota, hiduplah seekor kucing hitam betina yang sangat membenci dirinya sendiri. Ia selalu diejek oleh teman – teman sesama kucing karena bulu hitamnya. Menurut rumor yang beredar, kucing hitam adalah simbol kesialan. Oleh karena itu, banyak manusia yang membuang kucing hitam ke gang. Termasuk si kucing hitam ini, ia di buang oleh manusia saat usianya masih sepuluh hari.
“Haha! Apa yang kau lakukan disini, kucing pembawa sial?” ejek kucing oranye kepada kucing hitam itu ketika ia mulai tinggal di gang tempat beberapa kucing jalanan tinggal.
“Hentikan. Kau nanti bisa terkena sial, lo!” imbuh kucing yang lain dengan nada yang sama.
“Benarkah? Kau akan membawaku ke jurang kesialan? Apa kau bisa melakukannya, ha?” si kucing oranye mengerutkan alisnya ke dalam, semakin menatapnya dengan rendah.
“Mati saja sana,” timpal si kucing hitam itu lalu meninggalkan kucing oranye yang sedang tertawa dengan teman – temannya.
Namun, apa yang ia katakan seolah menjadi kutukan yang seolah menunjukkan jika kucing hitam adalah pembawa sial. Sejam setelah kejadian itu, kucing oranye mati tertabrak motor di jalan raya. Melihat hal itu, kucing yang lain mengusir si kucing hitam dari gang itu, takut kesialan menimpa mereka.
“Pergi sana! Jangan kembali lagi! Mati saja kau!” raung kucing putih yang masih terisak dengan kematian kucing oranye.
“Tenanglah,” ujar kucing abu – abu mencoba menenangkan si kucing putih. Mata birunya menoleh ke arah kucing hitam yang baru datang. “Maafkan aku, kucing hitam. Tapi, bisakah kau….” Si kucing abu – abu terdiam, takut perkataannya akan menyakiti si kucing hitam.
“Aku tau kok,” jawab si kucing hitam beranjak pergi dari sana dan mulai berjalan di pinggir jalan raya. Entah di sengaja atau tidak, para manusia pun juga ikut menghindarinya, seakan – akan memberi jalan untuknya.
Kenapa coba, aku diciptakan seperti ini? Kenapa aku di beri julukan ‘Si Pembawa Sial’? Padahal kucing yang lain dianggap sebagi keberkahan, pembawa keberuntungan. Tapi, mengapa hanya diriku yang dianggap pembawa sial? Apa salahku? Apa salah leluhurku yang dulu? Hingga keturunannya yang menjadi korban? Pertanyaan bertubi – tubi muncul di kepala si kucing hitam.
Tak lama, turunlah hujan bersama dengan air mata yang meluncur di mata si kucing hitam. Lalu, ada seorang wanita yang tak sengaja menemukan si kucing hitam kedinginan di bawah kursi halte bus. Tanpa pikir panjang, si wanita langsung membawanya ke apartemennya. Sesampainya di apartemen, si kucing hitam langsung dimandikan dan di beri susu hangat.
“Dasar manusia yang aneh, kenapa ia mau memelihara kucing pembawa sial sepertiku?” bisiknya pada dirinya sendiri. “Ah, ya sudah, setidaknya aku tidak kedinginan dan memiliki tempat tidur yang nyaman” imbuh sang kucing lalu tetidur lelap di depan api unggun.
Pagi harinya, si kucing hitam bangun dan diberi makan oleh wanita itu sebelum ia pergi entah ke mana. Setelah kenyang, si kucing berjalan ke teras dan bertemu burung dara.
“Wah, ada tetangga baru nih,” sapa si burung dara.
“Pergilah, atau kau akan sial,” usir si kucing hitam dan mulai berjalan di pinggir jalan raya.
“Hei! Mau kemana kau?!” teriak burung dara.
“Pergi dari sini,” jawabnya singkat.
Si burung dara terbang di dekat kucing yang tak berniat menghentikan langkah. “Tapi kan, kau sudah memiliki kalung itu. Pemilikmu nanti akan mencarimu, lo.”
Si kucing hitam tersenyum sinis. “Itu tidak mungkin. Aku ini kucing pembawa sial, ia tak mungkin mencariku. Paling ia akan membuangku, sebelum hal itu, lebih baik aku yang pergi bukan ?” katanya berjalan ke sebrang jalan dan pergi ke gang lagi. Meninggalkan sang burung yang berhenti terbang.
Pagi berganti pagi. Sudah lima hari setelah si kucing hitam pergi meningggalkan apartemen wanita itu. Dan selama lima hari itulah, si kucing hitam berjuang mati – matian untuk bertahan hidup. Makan dari tong sampah, tidur di kursi halte bus, dan sering diusir oleh kucing – kucing lain. Melihat dirinya yang sekarang, ia ingat ketika ia di apartemen wanita itu. Ia dimandikan, diberi susu hangat, dan tidur di samping api unggun. Sekarang, dirinya kurus tak terawat.
“Di sini kau rupanya.”
Tiba-tiba, si kucing hitam merasa melayang. Terkejut, sang kucing mengangkat kepalanya dan menemukan wanita yang sama. Wanita yang pernah menyelamatkannya.
Sang wanita menatapnya dengan wajah sendu. “Oh, lihat badanmu. Kurus, bulumu kusut, dan banyak bekas cakaran dan gigitan.”
“Ayo pulang,” ajaknya membawa kucing hitam itu ke apartemennya. Seperti dulu, ia dimandikan, diberi susu, dan dirawat luka - lukanya.
“Kau pasti bingung, ya? Kenapa aku mau memelihara kucing sepertimu? Itu alasan mengapa kau pergi, bukan?” tanya sang wanita sembari mengelus puncak kepala sang kucing hitam. Seolah tahu apa yang menjadi kegundahannya selama ini.
“Asal kau tau, aku mau memeliharamu karena aku sangat menyukai kucing hitam. Warna bulunya, matanya, semuannya. Kau sering berpindah – pindah karena kau kucing pembawa sial, bukan? Tapi, aku tak peduli. Apapun yang dikatakan oleh orang lain, kau tetaplah kucing manisku, Nafa,” imbuhnya tersenyum tulus dan mengecupnya sejenak. Ia juga memanggil dengan nama yang ia berikan dulu, persis seperti yang menggantung di kalungnya.
Perkataannya membuat Nafa sadar, bahwa apapun dan siapapun dirimu, pasti ada orang yang mau menerima dirimu apa adanya. Tidak ada barang maupun hewan pembawa sial. Termasuk dirinya.
Fin
Abis direvisi pun, cuma 800 kata:")
DahlahDirevisi pada tanggal 11 Juli 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Dadakan :v [END MASIH KOMPLIT]
Short StoryIni kumpulan cerpen dari request para pembaca Selesai tahun 2019 Revisi tahun 2021