( 14 ) Penyakit Anna

95 38 30
                                    

Anna POV

"Assalamualaikum"salamku sambil masuk rumah dan disana sudah ada papa yang lagi membaca koran dan sesekali meminum kopinya. "Waalaikumsalam"balas papaku setelah menyeruput kopinya.

Aku mendekati papa dan mencium tangannya. "Waktu papa gak bisa jemput kamu, kamu sering diantar siapa?"tanya papa lagi sambil menutup koran.

Sungguh jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Aku tau, papa bertanya seperti itu karna papa overprotektiv setelah mama meninggal satu tahun yang lalu. Apalagi aku anak tunggal di keluarga ini. Jadi, aku hanya tinggal berdua saja dengan papa.

"Jangan bilang anak cowok ya?! Intinya kamu gak boleh pacaran dulu, Ngerti?"kata papaku dengan suara sarkasnya.

"Kalau hanya berteman boleh pah?"tanyaku sambil menetralkan tanganku yang terus bergetar. Karena aku takut jika sudah berbicara serius dengan papa akan susah diajaknya bercanda.

"Boleh"kata papaku dan aku bernafas lega. Tapi, baru saja bernafas lega dan beberapa detik papaku mengatakan kata-kata yang berhasil menohok relung hatiku.

"Tapi, jika berteman ya berteman. Tidak lebih maupun kurang. Jika, papa sampai mengetahui kamu memiliki hubungan spesial dengan seorang pria! Maka, papa tidak akan segan-segan memindahkanmu ke London bersama om dan tantemu lagi!"kata papaku dan automatis membuatku hanya menggeleng-gelengkan kepala tanda aku tidak mau sampai itu terjadi.

Karena jika aku ikut dengan om dan tante disana aku akan diawasi lebih ketat lagi dan tidak bebas. Aku tidak suka itu.

"Tapi, mengapa papa melarangku jika memiliki hubungan dengan seorang pria?"tanyaku yang memberanikan diri.

"Pertanyaan macam apa itu! Kamu tidak ingat masa lalu kamu?! Sampai kamu harus celaka karena masalah seorang pria? Katanya bisa menjagamu. Tapi kok mengingkari janjinya. Dan terlebih lagi jika saat itu papa tidak datang! Maka nyawa kamu taruhannya, Anna!"kata papaku sambil menaikkan satu oktafnya.

"Papa akan selalu melindungimu sayang. Karena kamu hanya satu-satunya yang papa punya saat ini. Papa tidak ingin kamu kenapa-napa. Jadi, papa mohon ya sayang, turuti saja permintaan papa. Ngerti?"katanya lagi. Lalu, papa memelukku.

Dan aku hanya bisa meneteskan air mataku saja setelah papa memelukku. Apa mungkin aku harus menjauhi semua pria? Untuk papaku.

Papaku mengecup singkat keningku dan berkata... "Kamu boleh memiliki pria jika sudah pas waktunya. Tapi, sekarang kamu hanya perlu belajar yang rajin, supaya cita-citamu kelak tercapai. Jadilah anak kebanggaan papa ya sayang. Janji?"kata papaku sambil memberi jari kelingkingnya, dan aku membalasnya sambil tersenyum.

"Janji"

Papaku menghapus air mataku dan memelukku lagi. "Kamu putri kecil papa yang sangat papa sayangi"katanya sambil memelukku, dan aku hanya mengangguk-anggukkan kepalaku saja. Lalu, papa melepas pelukan diantara kami.

"Cepat ganti baju ya? Kata dokter kamu sekarang harus cuci darah"katanya dan aku hanya tersenyum sebagai balasannya. Lalu, aku menuju kamarku untuk mengganti baju. Tapi, aku sangat merasa lelah sekali, terlebih lagi kakiku yang mulai bengkak. Aku tahu, mungkin ini efek dari penyakitku.

Aku hanya menghembuskan nafas berat. Lalu, tak lama ponselku berdering tanda ada yang menelponku. Dan aku melihat nama yang tertera disana.

Angga is calling...

Perasaanku sungguh dilema untuk mengangkat ataukah tidak. Tapi, Angga sudah lama tidak menelponku semenjak kejadian beberapa tahun yang lalu, takutnya jika ada sesuatu hal yang penting, dan aku memutuskan untuk mengangkatnya saja.

RECTANGLE {Hiatus}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang