Hari yang Tidak Menyenangkan untuk Mati

2.5K 323 17
                                    

"Mungkin gadis yang kau cari sedang pergi, Tuan. Aku bahkan tak pernah melihatnya seminggu belakangan. Kamarnya pun selalu gelap dan tak pernah ada suara" seorang nenek tua muncul dari kamar sebelah.

Sasuke mengucapkan terimakasih. Kakinya berbalik arah menuju tangga. Bunga yang ia pegang tepat masuk ke tong sampah meskipun ia membuangnya asal-asalan.

Sasuke meremas dadanya. Apa semua laki-laki yang ditipu kencan pertamanya juga merasakan seperti ini?

.

.

.

Chapter XVIII

"Hari yang Tidak Menyenangkan untuk Mati"

.

.

.

Doppelganger. Sasuke ingat pernah membaca itu sebelumnya. Selama ini ia hanya menganggap doppelganger sebagai mitos biasa. Tak pernah Sasuke menyangka ia akan benar bertemu kembarannya. Apakah ini pertanda ia akan segera mati? Ia baru saja patah hati. Sungguh, ini bukanlah hari yang menyenangkan untuk mati.

Ada wajah sama persis wajahnya. Kulit putih, hidung mancung, mata tajam onyx, juga rambut sekelam malam. Bedanya, sosok itu tampak jauh lebih dinging. Seolah sesuatu sangat buruk pernah menimpanya sejak jauh-jauh hari. Ia hanya bisa membayangkan wajahnya berubah sedemikian terluka jika ia kehilangan orang tuanya atau Itachi. Entahlah. Ia tak tahu, dan ia benci menduga-duga.

Tanpa rasa curiga, Sasuke turun dari mobil, menghampiri sosok dirinya dalam setelan jubah hitam. Sosok itu memandang dirinya atas-bawah, lalu tiba-tiba kedua onyx berubah warna merah darah.

"Kau tahu dimana Hinata?"

...

Hinata merasa tubuhnya makin lemas. Dia telah terkurung dalam kegelapan dalam waktu yang terasa sangat lama. Yami rutin membawa makanan yang entah ia dapat dari mana. Berkat itu pun Hinata rutin mendapat tamparan di wajahnya karena menolak mentah-mentah saat Yami menyuapinya. Pemuda itu lebih tak sabaran, lebih tempramen, dan kini tak segan main tangan.

Kadang Hinata berfikir untuk makan saja saat Yami menyuapinya. Ia ingin melawan. Ia butuh tenaga. Tapi tiap kali ia hendak membuka mulut, selalu ada bau amis yang membuatnya ingin muntah. Lagi, Yami menamparnya karena ia menolak makan.

Satu-satunya hal yang membuat perempuan Hyuuga itu masih hidup sampai detik ini mungkin hanya cakra yang disalurkan Yami setiap kali ia hampir mati. Selebihnya, ia hanya bisa larut dalam fikirannya. Tidak berbicara, tidak bergerak, tidak melakukan apa pun. Perempuan itu jadi tak bisa membedakan dirinya yang hidup saat ini dengan dirinya jika mati, kecuali pada pemikirannya. Oleh karena itu Hinata tak mau berhenti berfikir. Ia mengulang-ngulang kembali jurus yang ia pelajari semasa di akademi. Mengingat-ingat pelajarannya sebagai pewaris klan. Juga mengingat orang-orang yang ia sayangi.

Hinta teringat janji kencannya dengan Sasuke. Ia berharap waktu berjalan lambat hanya bagi dirinya. Semoga saja suatu kekuatan besar di luar sana menjadikan waktu berjalan lambat bagi dunia di luar kegelapan ini. Sehingga saat Hinata lepas dari jerat, ia masih bisa memiliki sedikit waktu untuk ganti baju dan membuat teh hangat saat Sasuke datang ke apartemennya.

Gerak Yami menarik Hinata dari lamunannya. Lelaki serba hitam itu mengambil tombak yang selama ini ia sandarkan di dinding dan berhanjak pergi dengan wajah masam. Hinata tak tahu apa alasan Yami meninggalkannya setelah hampir berhari-hari 24 jam pengawasan penuh. Yang terpenting, ini mungkin adalah satu-satunya kesempatan Hinata untuk melarikan diri.

Seluruh rasa lapar dan lelah di tubuhnya raib, tergantikan oleh adrenalin yang menggebu. Hinata hanya punya satu tujuan: keluar dari semua kekacauan ini.

Sekai no Fuin (Segel Dunia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang