Pertarungan ini berat sebelah. Sharingan beberapa kali memaparkan mantra yang tidak berimbas apa pun. Sedangkan Yami selalu berhasil menciptakan petir, api, bahkan melipatgandakan diri setelah ia merapal semacam mantra pula.
Satu yang luput dari perhatian tiga lelaki itu. Tepat saat peluru muntah dari senapan laras panjang yang dipegang Sasuke, seorang gadis berambut indigo melompat ke arah pertarungan.
Tidak ada yang menyangka kalau peluru itu akan persarang di dada gadis itu.
Lagi-lagi dentuman keras. Angin berubah arah dengan ganas. Putarannya membawa segala barang yang ada di tanah satu-dua meter mengapung kesana kemari. Dunia tiba-tiba hitam putih. Tiga teriakan putus asa melatarbelakangi segala kebingungan dan anomali.
"HINATA!!!"
.
.
.
Chapter XIX
"Kehadiran Paling Sepi"
.
.
.
Hinata tersenyum melihat darah yang mengalir dari dadanya. Ia teringat Neji. Juga luka menganga di dadanya yang merengut nafas si prodigy Hyuuga. Barangkali ini pula yang dirasakan kakak sepupunya itu saat ia dan Naruto berteriak putus asa dan tak bisa berbuat apa-apa. Apa semua orang bakal mati saat lubang menganga di dada? Lalu bagaimana jika lubang itu justru adalah sebuah rasa hampa dan putus asa yang amat sangat. Apa seseorang pun bisa mati karena perasaan?
"Sasuke" panggil Hinata lemah. Tiga lelaki yang sebelumnya bertarung kini mengelilinginya seperti tiga ekor anak kucing penurut. Satu terlihat sedih, marah, juga takut. Sedangkan dua lagi terlihat frustasi berkat darah Hinata yang tak kunjung berhenti.
Hinata telah memikirkan banyak hal semenjak ia terkurung dalam kegelapan. Tentang kejadian-kejadian aneh yang ia alami, rasa sakit, harapan, juga perasaan kecewa. Ia telah banyak menerka-nerka, dan ia telah sampai pada suatu kesimpulan tidak masuk akal yang ingin ia buktikan sekarang.
Setidaknya sebelum semua darahnya mengalir menuju tanah, dan ia mulai merasa kedinginan dan kesulitan bernafas.
Tangan kecil perempuan Hyuuga itu menarik lepas kalung Yami. Semenjak awal pertemuan mereka, Hinata selalu curiga pada kalung berwarna hijau berpendar yang tampak tak cocok dengan segala hal serba hitam yang menempel di tubuh Yami. Benar saja, ketika kalung itu lepas, bunyi "poff" dan kepulan asap menyelimuti sosok itu.
Dua pasang mata terbelalak kaget. Sosok dengan tombak petir yang mereka sangka musuh justru adalah satu sosok lagi dari bagian diri mereka. Yami adalah Sasuke yang lain, dari dimensi yang lain pula.
Semua kekacauan, anomali, juga kebingungan terjawab di mata Hinata yang teduh. Sasuke menyayanginya. Sasuke yang ia kenal di akademi ninja, Sasuke yang ia kenal di kantor, juga Sasuke yang tiba-tiba mengikutinya setelah ia dirawat di rumah sakit dan memaksa memaggil kakak.
"Aku tidak punya kenangan tentang dimensi yang kau tinggali"
Hinata berharap ucapannya bisa membuat lelaki itu patah hati. Namun Yami yang ia kenal pun adalah Sasuke secara sifat. Lelaki keras kepala yang rela mengkhianati desa demi balas dendam klannya pada Itachi. Juga mungkin, lelaki keras kepala yang rela memporak-porandakan logika ruang dan waktu demi perasaannya pada Hinata.
"Kenapa? Padahal aku sudah susah payah mencari dimensi paling aman untuk kau tinggali! Kenapa?" Yami-Sasuke berteriak frustasi.
Hinata hampir kehilangan kesadaran. Ia merasa melayang dengan penglihatan berputar. Indranya yang masih berfungsi hanya sebatas pendengaran dan peraba. Ia yakin Sasuke menangis, entah Sasuke yang mana. Air mata lelaki itu dingin terasa di pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekai no Fuin (Segel Dunia)
Roman d'amourTentang kita, dan dunia yang kita tinggali. Aku yakin bahwa segala sesuatu yang ditakdirkan bertemu, pasti akan bertemu. Selebihnya hanya masalah jalan cerita. Namun meski begitu, di dunia seperti apa pun, aku pasti akan tetap bersyukur pernah berte...