Beban Sebuah Nama

2.2K 277 6
                                    

Tapi itu sepuluh tahun yang lalu. Tidak! Tidak! Bukan berarti sekarang Mikoto jadi membenci Hinata. Bagaimana mungkin ia bias membenci perempuan yang membuat senang hati putra bungsunya. Hanya saja, sepuluh tahun yang lalu, masih ia ingat jelas dalam benaknya, kecelakaan mobil yang ditumpangi Sasuke dan Hinata telah merengut kebersamaan keduanya.

Mikoto bahkan datang ke pemakaman gadis itu, bahkan mendapat tamparan dari sang ibu Hyuuga Hikari. Sasuke masih dirawat di rumah sakit waktu itu, dan untungnya -entah justru sialnya, Sasuke kehilangan sebagian ingatannya, termasuk Hinata.

Oleh karena itu, Mikoto harus memastikan, siapa Hinata yang kali ini merebut (lagi) hati putranya. Apakah Hinata yang sama, atau Hinata yang datang dari dimensi lain seperti dua orang lagi Sasuke yang bukan lahir dari rahimnya?

.

.

.

Chapter XX

"Beban Sebuah Nama"

.

.

.

Hinata mengalami mimpi yang sangat panjang. Ia berada pada suatu kejadian yang merengut nyawanya, lalu terlempar ke mimpi-mimpi lain dengan kejadian berbeda yang terus-terusan mencoba membunuhnya. Ia berimpi mati tenggelam, jatuh dari tebing, terbunuh dalam perang, bahkan kecelakaan mobil. Satu per satu mimpi tentang kematiannya memanggil rasa takut pada hati sang gadis. Semua mimpi itu terasa begitu nyata. Termasuk salah satu mimpi dimana ia berhasil selamat, namun harus bersanding dengan lelaki kuning jabrik cinta masa kecilnya. Mereka tampak hidup bahagia disana, memiliki dua anak, dan Hinata bisa hidup sederhana menjadi istri seorang Hokage.

Hinata muak. Ia ingin muntah. Belum pernah gadis itu merasakan perasaan sesak semacam ini. Ia tidak sedih, ia tidak marah, ia hanya ... muak. Segala sesuatu terasa salah dan ia adalah sumber rasa sesak itu.

"Namamu Hinata. Artinya tempat yang bercahaya. Ibu doakan kau menjadi orang yang memberi kenyamanan dan rasa hangat kepada siapa pun, terutama keluarga Hyuuga."

Hujan turun di hati dan pada mata Hinata. Ia teringat ibunya, dan doa yang ibunya berikan. Ia merasa gagal mengampu beban atas nama yang begitu indah itu.

...

Pada sebuah masa Yami-Sasuke pernah melihat Hinata bersimbah darah dan tubuhnya perlahan-lahan menjadi sangat dingin. Hinata yang ia sayang, Hinata yang ingin ia lindungi, kini terbaring dengan sebuah pedang kecil yang menembus dadanya.

"Kau pembunuh" tuding lelaki paruh baya yang memiliki garis wajah keras. Ayah gadis itu.

"Aku tidak membunuh Hinata!"

"Bedebah! Kau piker aku bodoh! Pedangmu menancap di jantung putriku, dan kau masih berani bilang bukan kau yang membunuh putriku!"

Pemimpin klan Hyuuga itu berjalan terseok berkat asam urat yang menggerogtinya di usia senja. Tangannya gemetaran memegangi tubuh putrinya yang tak lagi bernyawa. Ini bukan ulah penyakit di badannya, ia ulah penyakit di hatinya yang begitu pekat dirasuki amarah tanpa batas akan kematian putrinya.

"Aku menyesal menikahkanmu dengan putriku. Seharusnya dari awal aku sadar, kalian Uchiha adalah budak kegelapan. Putri cahayaku tidak mungkin akan bahagia denganmu"

Tawa Sasuke pecah. Ia merasa dikhianati. Bukankah tangan mungil istrinya sendiri lah yang mencabut pedang Sasuke dari sarung yang terselip di ikat pinggangnya dan menghunuskan pedang itu tepat ke jantungnya sendiri?

Sekai no Fuin (Segel Dunia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang