Kakak

3.2K 393 38
                                    

Hai minna!!!

Choco cuma mau ngasih tahu kalau hari ini hari ulang tahun choco. Tapi well,, di kelas choco cuma anak pendiam yang ga punya banyak teman. bahkan kayanya ga pada tahu kalau hari ini ulang tahun choco. huhu.

tapi gapapa. choco udah seneng bisa ngerayain ulang tahun choco dengan berbagi karya. chapter ini seolah jadi hadiah ulang tahun tersendiri bagi choco, meskipun juga dari choco hehe. selamat membaca. doakan choco diberkati umur yang panjang dan kesehatan supaya bisa selalu menulis. love you all guys. maafkan curcolan tidak penting ini.

...

Mata Hinata membulat. Dari dimensi yang dibuka paksa oleh Yami, bersamaan dengan sebuah tombak hitam yang indah, Sasuke, Naruto, Shikamaru, Ino, dan Kakashi ikut keluar dari dimensi itu.

"Hinata!" "Sasuke!" ujar keduanya bersamaan. Sasuke sontak mendekat. Dahinya berkerut melihat Sakura yang tengah menyalurkan cakra hijau medisnya ke betis Hinata. Lukanya masih menganga, masih mengalirkan darah, meski tak separah tadi.

"Siapa?" tanya Sakura.

Bukan tertuju untuk rekan dan gurunya. Lebih tepatnya pada pemuda yang kini tengah memegang tombak. Rambutnya perpaduan hitam dan coklat. Pakaiannya menyerupai kimono dengan celana sebagai bawahan. Sebuah jubah panjang berwarna hitam melampisi lagi pakaiannya. Pakaiannya semua hitam-hitam.

Hidan dan Kakuzu melayang di udara saat sebuah sapuan udara yang mencekam menghantam dua anggota akatsuki itu. Sosok serba hitam itu –Yami, menggenggam tombak yang sesekali terlihat mengalirkan aliran listrik. Kedua matanya memandang benci pada mereka yang telah melukai adiknya.

Tato kutukan di sekujur tubuh Hidan belum menghilang, tanda bahwa setiap luka yang ia derita bakal diderita oleh gadis pembawa segel dunia. Dia tertawa mengejek. Sedetik kemudian, lidahnya tergeletak di tanah. Hidan berteriak kesakitan, namun tidak dengan Hinata. Dia masih seperti tadi, hanya sebuah luka di bagian betis.

"Apa yang terjadi?" tanya Kakuzu. Dia memasang posisi siaga. Sesuatu dalam dirinya bilang bahwa ada hal yang berbeda dari sosok serba hitam itu. Dia benci mengakuinya, tapi dia ketakutan. Kakinya tak bisa berhenti gemetaran.

"Ahu hak hahu! (Aku tak tahu)" teriak Hidan. Ucapannya kacau tanpa lidah yang tak kunjung tumbuh kembali.

Hidan dan Kakuzu terdesak. Berkali-kali mereka terdesak mundur. Hinata dapat melihat semuanya dengan amat jelas. Tiap gerakan, aliran cakra, bahkan aliran udara. Semuanya, dimatanya, kembali hitam putih. Persis pertama kali ia melihat Yami. Tanah, langit, tumbuhan, orang-orang. Semuanya. Semua kecuali dirinya dan Yami yang berwarna merah pekat.

"Kau tak apa?" tanya Sasuke.

Semenjak melihat gadis bulannya, Sasuke tahu ada sesuatu yang mengganggu pikiran gadis itu. Tidak ada seorang pun yang sempat bermenung saat menghadapi kondisi seperti ini. Namun gadis itu justru terlihat antara sadar dan tidak.

Hening. Hinata tak menjawab.

Sasuke mencoba menepuk pipi gadis itu. Masih hening. Dengan panik ia mulai menggoncang tubuh gadis itu dan memanggil namanya keras-keras. Sakura terlihat ikut panik, cakra kehijauannya terlihat tak teratur.

"Hinata!" panggil Sasuke lagi.

Naruto dan yang lainnya ikut mendekat. Mereka masih menimbang apakah sosok serba hitam itu musuh atau bukan. Terlebih melihat Hinata yang seolah terhisap dalam pemikirannya entah tentang apa.

"Maaf!" gumam gadis itu.

.

.

.

Sekai no Fuin (Segel Dunia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang