Ketiga

12.6K 1.3K 19
                                    

"Bunda," panggil Tiara setelah Naya baru selesai mandi.

"Iya, Sayang. Ada apa?" tanya Naya yang kini sudah duduk di sebelah putrinya yang sedang menonton film kartun Spongbob.

"Hari Senin, di sekolah Tiara ada pertemuan wali murid," ucap gadis berlesung pipit tersebut sambil memberikan kertas edaran yang baru diambilnya dari tas Hello Kitty-nya.

Naya mengambil kertas tersebut kemudian membacanya. Acara dimulai pukul delapan pagi dan selesai sekitar pukul sepuluh, dan besar kemungkinan itu bisa saja molor.

"Bunda datang, kan?" tanya Tiara lagi dengan ragu. Gadis kecil itu sudah sering dikecewakan dengan absennya Naya setiap kali ada pertemuan wali murid. Bi Indah yang selalu menggantikannya.

Naya mengamati wajah putri cantiknya. Tangannya mengusap rambut lurus Tiara yang pasti bukan dari gen turunan miliknya. Dia menarik napas perlahan. Tiara pasti sangat berharap dirinya akan datang, tapi pertemuan itu hari Senin dan itu waktunya untuk rapat bersama Pimpinan Umum. Wajib hukumnya untuk seluruh staf agar hadir. Bahkan seluruh staf lapangan pun harus datang. Naya tentu saja tidak boleh absen, jika tidak ingin  kehilangan kepercayaan dan akan berakhir dengan kehilangan pekerjaan.

"Bunda," panggil Tiara lagi karena Naya masih diam saja.

Naya mengerjap setelah tangan mungil Tiara menyentuh tangannya. "Sayang, maafin Bunda, ya."

Tiara langsung cemberut setelah mendengar perkataan Naya. Gadis kecil itu terlihat kecewa.

"Bunda kan sudah janji, jika ada pertemuan wali murid lagi, akan datang," ucap Tiara lirih. Naya dapat mendengar nada kekecewaan pada putrinya saat ini.

"Maafin Bunda ya." Sungguh dia tidak ingin mengecewakan putrinya. Naya ingin sekali hadir dalam pertemuan tersebut. Tiara selalu cerita jika ibu dari teman-temannya selalu datang. Gadis kecil itu tentu saja iri. Walaupun Bi Indah sudah datang menggantikan Naya, tapi bundanya tetap saja bukan Bi Indah.

Naya yang tidak tega melihat putrinya kecewa, akhirnya menarik tubuh mungil Tiara dalam pelukannya. Dia mencium puncak kepala Tiara berulang kali sambil mengumamkan permintaan maaf. Naya benar-benar menyesal.

*****

Naya menggigit pulpennya sedari tadi. Pikirannya masih tenggelam dalam pertemuan wali murid di sekolah Tiara. Dia tidak ingin melihat wajah murung putrinya.

Tadi pagi waktu berangkat sekolah Tiara terlihat murung. Walaupun tadi malam gadis itu berkata tidak apa-apa, tapi Naya tahu jika putrinya pasti kecewa. Tiara memang tidak pernah menunjukkan protes yang berlebihan, tapi Naya bisa melihat dengan jelas raut wajah kekecewaan dari putrinya.

"Kok ngelamun aja," tegur Tono yang baru saja membuat kopi, terlihat dari gelas yang dipegangnya masih mengepul.

Naya kemudian meluruskan punggungnya sambil membuang napas panjang. Sebenarnya Naya risih dengan keberadaan Tono. Dia adalah tipe laki-laki yang suka ingin tahu urusan orang lain dan suka SKSD.

"Ntar kamu kesambet loh. Kabarnya kantor kita ini ada penunggunya." 

Lihat 'kan. Tono akan mulai aksinya. Dia tidak akan berhenti sampai Naya bilang ingin ke toilet. Tapi, saat ini Naya tidak ingin ke toilet, jadi, dia akan membiarkan Tono mengoceh seperti radio rusak. Lagipula pikirannya sedang mencari jalan keluar untuk bisa pergi ke pertemuan wali murid di sekolah Tiara.

Mendadak Naya berdiri dari duduknya dan berjalan pergi, membuat Tono berjingkat, kaget. Mata Tono terus menatap tubuh Naya yang menghilang di balik ruangan pimpinan redaksi.

"Naya, dipanggil Pak Lana lagi?"  tanya Risa pada Tono yang hanya dibalas dengan gelengan tanda tak tahu.

Di dalam ruangan Naya mencoba mengatur napasnya. Menstabilkan detakan jantungnya dan membasahi tenggorokannya sebelum bicara. Dia sudah menimbang-nimbang keputusannya ini sejak pagi.

MutiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang