Ketigapuluh

8.4K 1K 99
                                    

Sudah hampir lima belas menit berlalu, tapi dua orang laki-laki yang kini duduk saling berhadapan tidak mengeluarkan sepatah kata pun kecuali tadi saat pelayan menanyakan pesanan mereka. Padahal banyak sekali pertanyaan yang muncul dari pikiran dua laki-laki itu. Ya, sekarang ada Anji dan Kelana. Dua orang yang sedang sibuk dengan pikiran masing-masing. Mereka meninggalkan rumah Kanaya sudah sekitar satu jam yang lalu dan memutuskan untuk berbicara di sebuah kafe.

Anji menatap Kelana kemudian menyeringai dengan sinis. "Jadi, apa sebenarnya hubunganmu dengan Kanaya? Bos dan bawahan atau mantan suami-istri?"

Kelana menatap Anji lekat. Bibirnya tersenyum miring. "Seharusnya aku yang bertanya, apa hubunganmu dengan Kanaya?"

"Itu bukan urusanmu," jawab Anji sedikit sengit.

"Kalau begitu, hubunganku dengan Kanaya juga bukan urusanmu," balas Kelana tak kalah sengit.

Anji mendengkus tidak suka dengan balasan Kelana. Dalam pikirannya masih dipenuhi berbagai pertanyaan yang sayangnya tidak bisa ditanyakan langsung pada Kanaya karena wanita itu lebih memilih diam dan menyuruh dia dan Kelana pergi. Dan akhirnya, dia hanya bisa bertanya pada laki-laki di depannya ini.

"Benarkah, kamu ayah kandung Tiara?" tanya Anji dengan mimik wajah penasaran yang kentara jelas.

Alis Kelana terangkat satu. Bagaimana bisa laki-laki di depannya mempunyai pikiran seperti itu? Mungkin karena Tiara tadi mengenalkannya sebagai ayah dari gadis itu.

"Aku tidak perlu menjawab, kalau kamu penasaran, tanyakan langsung pada Kanaya."

Anji kembali mendengkus. Dari dulu Kelana tidak pernah berubah. Selalu saja bersikap dingin padanya walaupun mereka berteman. Namun, Anji tidak bodoh untuk menerka sendiri. Tidak mungkin Kanaya dan Kelana menikah lalu bercerai setelah itu bekerja dalam kantor yang sama. Itu mustahil, mengingat bagaimana sifat Kanaya. Jadi, Anji hanya bisa menduga jika Kelana mungkin saja akan menjadi ayah dari Tiara. Dan lagi, seingatnya Kelana belum pernah menikah. Jadi, tidak mungkin Kelana jadi ayah kandung dari Tiara.

"Apa kamu menyukai Kanaya?" tanya Anji lagi. Ada perasaan yang tidak nyaman dalam hatinya saat menanyakan hal tersebut.

Kelana hanya melirik tanpa ingin menjawab pertanyaan Anji. Suka atau tidak, itu semua bukan urusan Anji.

"Apa kamu calon ayah Tiara?" Anji sepertinya sudah tidak bisa lagi mengontrol rasa ingin tahunya. Dia juga tidak bisa menahan lagi untuk tidak bertanya. Walaupun pertanyaan sebelumnya belum mendapatkan jawaban.

Kelana tersenyum miring. "Sekali lagi itu semua bukan urusanmu dan kenapa kamu menjadi seorang yang suka mencampuri urusan orang lain?"

Anji mendengkus. Ucapan kelana ada benarnya. Kenapa dia menjadi penasaran dengan kehidupan Kanaya dan Kelana. Padahal, dirinya bukan apa-apa untuk Kanaya. Yah, walaupun mereka pernah berteman, dulu.

"Aku hanya tidak mau Kanaya sakit hati karena seorang laki-laki."

Kali ini ganti Kelana yang mendengkus. Sejak kapan laki-laki di depannya ini memikirkan perasaan seorang wanita? Bukankah, dia suka mempermainkan perasaan wanita? Kelana membatin. 

"Sepertinya, pembicaraan ini tidak ada gunanya. Kalau kamu penasaran dengan hubunganku dengan Kanaya, lebih baik kamu tanya sendiri pada Kanaya. Aku tidak ingin mengonfirmasi apa pun di sini." Kelana bangkit dan meninggalkan Anji tanpa menunggu balasan dari ucapannya.

Anji masih terpaku setelah kepergian Kelana. Ada rasa tidak nyaman dalam hatinya, entahlah, seperti tidak rela kalau Kanaya menjalin hubungan dengan Kelana.

*****

Kanaya memasuki kamar setelah membersihkan diri. Matanya menangkap Tiara yang belum tidur dan masih bermain dengan boneka pemberian Anji tadi. Dia menarik napas panjang dan mengembuskannya. Ada perasaan yang sulit untuk digambarkan dalam hatinya. Akhir-akhir ini Anji sering datang untuk menemuinya dengan Tiara sebagai alasan. Kanaya khawatir jika Anji akan mengetahui hal sebenarnya. Dan untuk Kelana, laki-laki itu juga sudah semakin dekat dengan Tiara. Bahkan tadi saja, Tiara mengenalkannya pada Anji sebagai ayahnya. Kanaya juga bodoh, tidak langsung memberikan konfirmasi atau menjelaskan hal yang sebenarnya. Bibirnya lebih memilih untuk diam dan membiarkan semuanya menjadi suatu kesalahpahaman. Ah, Kanaya lelah. Hidupnya menjadi sedikit lebih rumit akhir-akhir ini. Jujur, dia belum siap untuk mengungkapkan semuanya tadi, apalagi di depan Tiara langsung dan juga di hadapan Kelana.

MutiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang