Keduapuluhenam

8.6K 1.1K 69
                                    

Kanaya sedang menemani Tiara belajar ketika suara ketukan pintu menginterupsi kegiatan mereka. Wanita berumur tiga puluh tahun itu melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh malam. Bergegas Kanaya ke arah pintu untuk membuka dan terkejut ketika sosok laki-laki yang sedang tidak ingin dia lihat muncul di hadapannya.

"Om Anji! " teriak Tiara keras dan langsung berlari ke arah laki-laki itu.

"Hallo Cantik, sedang apa?" tanya Anji sambil memeluk tubuh mungil Tiara lalu memberikan kecupan singkat di keningnya.

Sontak adegan itu membuat hati Kanaya mencelos. Dia mematung seolah terbayang adegan di mana Tiara sedang menunggu ayahnya pulang kerja dan bergegas memeluknya ketika laki-laki itu sudah berada di depan pintu. 

"Bunda, kok bengong?" Pertanyaan Tiara mampu mengembalikan jiwa Kanaya yang entah hilang ke mana.

"Oh, iya." Kanaya menjawab sekilas, tapi masih belum sadar sepenuhnya.

"Ayo Om, masuk," ajak Tiara. Sedangkan Kanaya masih mematung di tempatnya.

Anji melihat Kanaya sekilas sebelum mengikuti langkah gadis kecil di depannya karena tangannya sudah ditarik untuk segera masuk.

"Oh iya, Om punya hadiah untuk Tiara." Anji menunjukkan sebuah bungkusan kemudian menyerahkannya pada Tiara yang terlihat sudah sangat senang.

"Whoaa... hadiah buat Tiara ya, Om." Tiara tersenyum manis sambil menerima pemberian Anji. "Terima kasih, Om."

Kanaya masih berdiri di depan pintu. Dia merasa kakinya kehilangan energi hanya untuk melangkah pergi. Otot-ototnya terasa lemas. Ternyata laki-laki itu benar-benar tidak mau menyerah setelah penolakan Kanaya tempo hari.

"Sampai kapan kamu berdiri di situ?"

Ucapan Anji seolah sebuah mantra yang ampuh sehingga Kanaya langsung meninggalkan mereka dan bergegas pergi ke dapur. Bukan karena ingin membuatkan minuman untuk Anji, tapi lebih kepada memberikan waktu untuk dirinya sendiri. Bernapas dan berpikir jernih. Dia tidak mungkin mengusir Anji secara terang-terangan di depan Tiara. Apalagi melihat reaksi putrinya yang begitu senang karena kehadiran laki-laki itu.

"Tiara buka ya, Om?" tanya Tiara dengan suara yang menggemaskan dan wajah yang sudah tidak sabar dengan isi dari hadiah Anji.

" Iya, Sayang."

Gadis itu lalu sibuk membuka bungkusan kertas kado berwarna merah muda dari Anji. Sorot mata bahagia bisa terlihat dengan sangat jelas dari manik Tiara. Anji mengamati gadis kecil di depannya dengan perasaan yang sulit digambarkan. Ada perasaan senang ketika melihat bibir mungil itu menyunggingkan sebuah senyuman. Menggemaskan sekali. Sesuatu yang hangat mulai muncul dari lubuk hatinya. Dia sadar jika mulai menyayangi sosok gadis kecil di depannya saat ini.

"Wah, boneka Barbie." Mata Tiara berbinar saat menatap boneka bertubuh langsing dengan rambut berwarna kuning keemasan yang mengenakan baju pengantin berwarna merah muda.

"Kamu suka?" tanya Anji dengan senyum mengembang di bibirnya.

Tiara mengangguk senang. "Suka, Om."

Tangan Anji mengusap pucuk kepala Tiara, Sayang. Dia menyukai anak kecil, tapi sayang pernikahannya dulu belum bisa menghasilkan keturunan karena profesi mantan istrinya, sehingga wanita itu menolak untuk hamil. Dan karena itulah mereka akhirnya memutuskan untuk berpisah. Lima tahun bukanlah waktu yang singkat dan Anji bukan orang yang akan dengan sabar menunggu hingga istrinya berubah pikiran kemudian akan bersedia mengandung darah dagingnya.

Gadis kecil itu masih sibuk bermain dengan bonekanya. Sedangkan Kanaya belum juga menampakkan batang hidungnya setelah pergi begitu saja. Anji sadar jika wanita itu sedang menghindarinya sekarang. Dia maklum atas sikap Kanaya.

MutiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang