KeempatPuluh

7.8K 1.1K 88
                                    

Dua orang yang selama tujuh tahun tidak pernah saling mengenal dan bertemu, akhirnya dipertemukan oleh Tuhan, meskipun harus melalui banyak sekali drama.

Anji merasa haru sekaligus bahagia melihat putri kandung yang selama ini tidak diketahuinya. Dia terpaku karena sangat senang melihat Tiara kini berdiri di depannnya.

"Ayah." Suara Tiara lirih bahkan mirip seperti gumaman.

Gadis itu masih diam di tempat setelah lama menunggu Anji datang. Setelah mendengar suara mobil yang berhenti di depan rumah Siska, dia pun bangkit. Mengintip sebentar sebab beberapakali Tiara dikecewakan karena tidak mendapati sosok Anji setelah berlari ke halaman.

Walaupun suara Tiara sangat kecil, tapi Anji masih bisa mendengarnya. Ada rasa bahagia yang membuncah dalam dadanya ketika gadis kecil itu memanggilnya 'ayah'. Sebutan yang tidak pernah didengar sebelumnya, tapi membuat kupu-kupu dalam perutnya berterbangan.

"Iya, Sayang. Ini ayah." Anji berjongkok dan membuka kedua tangannya lebar-lebar. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Ayaaahhh!!" Tiara berlari ke arah Anji dan memeluk erat laki-laki itu.

Anji yang mendapatkan pelukan dari Tiara juga langsung membalasnya dengan sangat erat. Seolah meluapkan kerinduan yang begitu dalam. Tangan besarnya tak lupa mengusap kepala Tiara. Dia kemudian merenggakan pelukannya kemudian mencium kening putrinya berulang kali dan memeluknya kembali.

Kanaya yang melihat adegan dari ruang tamu rumah Siska tidak bisa lagi menahan haru. Tak terasa buliran hangat telah membasahi pipinya. Dia masih belum bisa percaya jika pertemuan seperti ini akan terjadi. Dulu, dia selalu berpikir kalau Anji akan menolak Tiara dan itulah alasan kenapa dia menyembunyikan semuanya selama ini.

Kanaya terlihat masih larut dalam suasana haru ketika Siska memeluk dan mengusap pundaknya. 

"Loe lihat betapa bahagianya mereka," ucap Siska yang juga melihat adegan di depannya. Mata wanita itu juga tak luput dari air mata. Dia bukan ssedih melainkan bahagia. Akhirnya, selama tujuh tahun gadis kecil yang dulu dirawatnya, mengetahui juga siapa ayah kandungnya.

"Gue salah, Cha," ucap Kanaya dengan suara serak.

"Loe nggak salah. Loe udah jadi ibu yang terbaik untuk Tiara." Siska mengusap lembut pundak Kanaya.

"Makasih karena loe udah di samping gue selama ini."

Siska hanya mengangguk.

Sambil memeluk Tiara, Anji dapat melihat Kanaya yang berdiri di samping pintu ditemani oleh Siska. Bibirnya tersenyum. Anji benar-benar merasa bahagia sekarang.

****

"Aku mau naik itu, Yah," kata Tiara sambil menunjuk sebuah wahana permainan dengan patung kuda yang sedang berputar.

"Oke, Sayang," jawab Anji begitu semangat sambil menggendong Tiara.

Kanaya yang berjalan di belakang mereka semakin terharu. Dia tidak pernah menyangka akan ada momen bahagia seperti sekarang ini.

Ya, mereka kini berada di sebuah taman bermain yang cukup terkenal di Jakarta. Setelah momen pertemuan yang mengharukan, Anji mengajak Tiara untuk jalan-jalan tentu saja ditemani oleh Kanaya. Anji sebenarnya hanya ingin merayakan momen bahagia bersama Tiara sekaligus wanita yang telah melahirkan putrinya itu. Dia ingin menciptakan awal yang indah bertiga.

"Ini." Anji menyodorkan sebotol air mineral ketika Kanaya sedang sibuk melihat Tiara yang sedang naik kuda-kudaan. Mereka berdua kini berdiri di belakang pagar pembatas sambil mengawasi Tiara, sesekali juga melambaikan tangan pada gadis kecil itu.

"Makasih."

"Seharusnya aku yang berterima kasih karena kamu sudah melahirkan dan merawat Tiara dengan baik selama ini. Terima kasih." Anji menatap wajah Kanaya dengan senyuman kecil tersungging dirinya bibirnya.

Kanaya tidak menjawab, dia hanya bisa menunduk. Sebenarnya dia bingung harus berkata apa lagi. Pikirannya dipenuhi rasa bersalah.

"Ayaaahhh!" teriak Tiara sambil melambaikan tangan.

"Iya, Sayang," balas Anji tak kalah semangat membalas lambaian tangan Tiara.

Kanaya tersenyum melihat begitu bahagia dan bersemangatnya Tiara.

"Maaf karena telah menelantarkan kalian selama ini." 

Ucapan Anji membuat Kanaya langsung menoleh. Dia termangu untuk beberapa saat. Tidak. Seharusnya, dia yang meminta maaf karena telah menyembunyikan semua selama ini. Kenapa? Kenapa laki-laki di sampingnya yang harus minta maaf. Dia yang salah bukan Anji.

"Kamu nggak salah," ucap Anji seolah bisa membaca pikiran Kanaya. "Seharusnya, aku tetap menikahimu waktu itu walaupun kamu menolaknya. Harusnya, aku berusaha lebih keras lagi bukan malah menyerah."

Anji menoleh sebentar menatap wajah Kanaya lalu mengalihkan pandangan ke depan kembali.

"Kamu sudah menjadi ibu yang baik, wanita kuat yang harus menahan cacian banyak orang. Pasti itu sangat berat. Aku yang bersalah di sini. Berbahagia di atas penderitaan kalian. Sekali lagi, aku minta maaf."

Lidah Kanaya kelu. Bibirnya mengatup. Dia tidak tahu harus membalas apa. Kenapa laki-laki di sampingnya, bersikap jauh dari apa yang dipikirkannya selama ini. Kanaya ingat, satu perkataan Anji bahwa dirinya terlalu picik dalam meniliai seseorang. Tak selamanya sampul bagus maka di dalamnya juga bagus, tak selamanya pula sampul buruk maka di dalamnya juga buruk. Anji memang terlihat buruk di matanya, tapi Kanaya pernah jatuh hati dan rela tidur dengannya. Maka, mana yang bisa disebut buruk? Bukankah, dia lebih buruk dari kelakuan Anji dulu.

"Mungkin kata terima kasih dan maaf saja tidak akan cukup untuk menebus semua kesalahan yang pernah kulakukan selama ini," lanjut Anji lagi.

Sekali lagi, Anji menoleh ke arah Kanaya yang masih setia dalam diam. 

Kanaya terkejut ketika tangannya sudah digenggam oleh Anji. "Mulai sekarang izinkan aku untuk ikut merawat Tiara," pinta Anji dengan suara lembut dan sungguh-sungguh.

Mendengar ucapan Anji membuat mata Kanaya membulat. Dia tidak menyangka akan mendengar permintaan tersebut.

Anji masih setia menggenggam tangan Kanaya dan menunggu jawaban atas permintaannya. Mungkin, ini bukan tempat dan waktu yang tepat, tapi jika ditunda lagi, dia takut tidak akan lagi ada  kesempatan untuknya.

"Mungki kamu masih ragu, belum siap atau bahkan menolak, tapi aku sungguh-sungguh. Aku ingin memperjuangkan kamu dan Tiara sampai kapan pun. Aku tidak akan menyerah seperti dulu."

Kanaya semakin bingung harus berkata apa. Ini semua tidak sama seperti yang dia bayangkan. Dia masih sibuk dengan pikirannya ketika suara Tiara menginterupsi. Gadis kecil itu sudah turun dari wahana dan berlari menghampiri Anji sambil berteriak memanggil ayah.

"Ayah, Tiara lapar," ucapnya setelah Anji berhasil menggendongnya.

"Anak ayah lapar? Oke, kita mau makan apa?"

"Kata Bunda nggak boleh sering makan KFC, tapi sekarang boleh, ya?" tanya Tiara sambil menoleh pada Anji dan Kanaya bergantian.

"Tanya sama bunda, boleh nggak?"

"Bundaaa," rengek Tiara.

Kanaya tersenyum kecil kemudian mengangguk.

"Horeee...!" soraknya kegirangan.

Setelah itu mereka berjalan menuju restoran cepat saji yang sudah ditunjuk Tiara. Anji masih setia menggendong Tiara, tapi ada pemandangan lain. Salah satu tangannya menggenggam tangan Kanaya, seolah tidak ingin kehilangan lagi dua orang yang berharga dalam hidupnya.

*****

Hallo, karena deadline udah pada kelar. Jadi, aku mau fokus untuk menulis Mutiara sampai tamat.

Oh ya, jangan protes kalau pendek. Apa mau tak panjangin sekalian, tapi nunggu berbulan-bulan?
hehehehhe #ketawa_jahat

Happy Reading

Vea Aprilia
Jumat, 04 October 2019

MutiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang