Keduapuluhtiga

9.4K 1K 80
                                    

"Nay, nanti kamu ikut saya temui narasumber setelah jemput Tiara," ucap Kelana ketika melewati kubikel milik Kanaya.

Kanaya tampak masih terbengong dengan ucapan Kelana. Bukan dia tidak mau, tapi orang yang selalu diajak oleh atasannya adalah Tono. Laki-laki kurus itu selalu saja dibawa kemana-mana untuk menemani Kelana. Jadi, Kanaya sedikit terkejut saat Kelana mengajaknya.

"Tono ke mana, Pak?" tanya Kanaya basa-basi padahal dia sudah tahu jika laki-laki kurus itu sudah beberapa hari tidak masuk kerja.

"Dia masih cuti karena sakit. Oh ya, nanti kamu bilang ke Mas Rizky untuk ikut juga." 

"Bahan untuk wawancara, Pak?"

"Tidak perlu. Kamu nanti cukup mencatat saja poin-poin penting di sana, biar saya saja yang menyiapkan bahan dan melontarkan pertanyaan." Setelah mengatakan hal tersebut Kelana langsung berjalan masuk ke dalam ruangannya. 

"Emang si Tono sakit apa sih?" tanya Naya pada Risa setelah kepergian Kelana.

"Batuk, pilek akut," jawab Risa santai.

Huh? Kanaya terbengong sebentar, memang ada ya penyakit batuk, pilek sampai akut?

"Emang parah ya?" tanya Kanaya lagi.

"Mungkin. Buktinya udah lima hari tuh orang nggak masuk kerja."

Kanaya manggut-manggut tanda mengerti kemudian duduk kembali di kursinya dan mulai menyalakan komputer untuk memulai pekerjaannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul satu siang, Kanaya baru saja kembali dari menjemput Tiara. Dia kemudian bersiap untuk keluar dengan Kelana dan Mas Rizky. Mas Rizky sendiri adalah seorang fotografer lapangan.

"Kamu sudah siap?" tanya Kelana ketika Kanaya sedang membereskan notebook dan catatan ke dalam tas jinjing.

"Sudah Pak, Mas Rizky juga sudah menunggu di luar," balas Naya lalu mengambil tas dan menyampirkan di pundaknya.

Mereka bertiga pun meninggalkan gedung kantor dengan menggunakan mobil Kelana. Kanaya mengira-ngira, apakah narasumber kali ini adalah orang yang sangat sukses? Mengingat Kelana selalu menemui seseorang yang sukses di kalangan bisnis dan Tono adalah orang bertanggung jawab atas rubrik tersebut.

"Mas Rizky sudah makan siang?" tanya Kelana pada laki-laki yang kini duduk di sebelahnya. Usia Rizky yang lebih tua tiga tahun dengan Kelana membuat laki-laki itu memanggilnya Mas, sebagai bentuk sopan santun walaupun jabatannya lebih tinggi. Itu juga yang menyebabkan laki-laki itu duduk di sebelahnya bukan Kanaya. Ah, Kanaya juga bakalan menolak jika disuruh duduk di sebelah Kelana.

"Sudah Pak," balas laki-laki itu sopan.

Setelah itu suasana menjadi hening karena tidak ada yang bicara. Kanaya memilih sibuk untuk memeriksa ponselnya. Wanita itu tidak berminat untuk mengawali obrolan. Namun, dia sedikit melirik ke arah Kelana yang sedang menyetir. Sedangkan laki-laki itu pun melakukan hal yang sama, dia melirik Kanaya dari kaca spion di depannya. Mata mereka tidak sengaja saling bertemu, buru-buru Kanaya menunduk, pura-pura sibuk dengan ponselnya.

"Apa narasumber kali ini orang yang sangat penting, Pak?" tanya Mas Rizky memecah keheningan setelah adegan salin tatap.

"Dia orang yang cukup sukses di mata saya dengan usianya yang sekarang. Kami dulu pernah satu kampus di Jakarta,"

"Oh, jadi masih teman Bapak."

Kelana tersenyum simpul. " Iya, masih teman, tapi dulu sewaktu kuliah di Jakarta. Sudah lama juga kita tidak pernah ketemu, dia sibuk melanjutkan studi ke luar negeri dan mengurus bisnis keluarganya.  Mumpung dia lagi di Semarang dan pengen ketemu sama saya, jadi saya ajakin saja sekalian untuk wawancara."

MutiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang