3 - His Romantic Side

4.8K 331 3
                                    

Bel flat Regina berbunyi, menandakan pria tampan itu pasti sudah berdiri di bawah sana. "Regina, aku sudah sampai dan kuharap kau sudah siap," terdengar suara bariton lewat interkom flat Regina. Regina hanya menarik nafas kemudian mematikan rekaman interkomnya dan menoleh pada adiknya. "Jangan membuat ulah selama aku pergi."

"Apa dia sudah gila?! Dia pergi kencan bersama pria itu begitu saja. Aku yakin Europe Dalessandro ingin menjebak kami. Aku tidak bisa membiarkan ini!" gumam James setelah Regina menutup pintu.

---

Regina menaikkan sebelah alisnya kebingungan setelah ia membuka pintu utama flat-nya. Masalahnya, Europe hanya terdiam menatapnya untuk beberapa detik lamanya. "Apa yang kau lakukan? Apa ada yang salah dengan pakaianku? I- ini.. kencan formal, kan? Kau saja mengenakan kemeja--"

"Tidak ada. Kau hanya.. terlihat.. lebih wah," puji Europe tanpa mengalihkan pandangannya dari mata Regina.

Regina dapat merasakan pipinya memanas. Europe terkekeh gemas saat menyadari wajah wanita cantik itu memerah padam karena tersipu oleh pujiannya.

 "Ayo, aku telah memesan tempat untuk kita." Ia mengamit tangan Regina dan menuntunnya ke mobil hitam mewahnya.

Selama perjalanan Regina sungguh merasa sangat tidak nyaman. Pasalnya, pria tampan yang duduk tepat di sampingnya terus menatapinya. Sementara Regina yang merasa jantungnya berdetak tidak karuan hanya bisa menatap keluar jendela, menikmati pemandangan kota New York di malam hari. 

"Berhenti menatapku seperti itu," protes Regina pada akhirnya, tanpa mengalihan pandangannya dari kota Big Apple tersebut. 

Europe menarik sudut bibirnya sedikit, "Kenapa?" tanyanya, tidak menuruti protes Regina. "Kau wanita paling cantik yang pernah kutemui, setelah ibuku tentunya. Aku suka melihatmu."

Regina hanya diam. Sungguh, rasanya ia ingin menloncat keluar sekarang juga. Ia tak tahan dengan degupan jantungnya yang meluap-luap.

"Tuan, kita sudah sampai," ucap sang supir ketika mobil Cadillac hitam mengkilap itu berhenti di sebuah restoran mewah ternama di kota yang tak pernah tidur tempat Regina menetap.

"Silakan, Naiseni," Europe membukakan pintu dan mengulurkan tangannya untuk Regina setelah dirinya terlebih dulu turun.

Regina tidak mengerti bahasa yang Europe baru saja ucapkan, tapi ia menerima uluran tangan pria yang tersenyum manis itu.

Europe mengamit tangannya dan melingkarkannya di sekitar lengan kekar pria itu. Regina hanya menurut ketika Europe menuntunnya masuk ke restoran mewah tersebut.

Europe tidak butuh menghampiri pelayan restoran untuk mereka melayaninya. Begitu mereka menginjak kaki di depan pintu masuk saja, pintu itu sudah dibuka dengan dua pelayan lelaki yang terlihat ramah. "Selamat datang, Tuan dan Nyonya Dalessandro," sapa mereka membuat Regina bingung.

"Meja Anda telah kami siapkan sesuai dengan permintaan Anda, Tuan," kata seorang pelayan menghampiri mereka. "Mari ikuti saya."

Regina melirik-lirik kebingungan saat ia menyadari di sekelilingnya tidak ada orang satupun kecuali pelayan yang berjalan di depannya dan Europe di sampingnya. Apa restoran sebagus ini tidak laku sama sekali?

Tapi kemudian Regina terpaku dengan apa yang ada di hadapannya. Sungguh, ia sangat tidak menyesal menerima ajakan--lebih ke paksaan--Europe untuk berkencan dengan pria itu.

 Sungguh, ia sangat tidak menyesal menerima ajakan--lebih ke paksaan--Europe untuk berkencan dengan pria itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pesanan Anda akan diantarkan dalam beberapa menit. Anda bisa memanggil saya jika Anda butuh sesuatu. Saya izin undur diri," pamit pelayan tadi setelah mengantar mereka.

"Aku minta maaf karena bukan aku sendiri yang menyetel ini semua. Aku.. kewalahan kemarin dengan masalah di kantor. Tapi ini rancanganku. Aku harap kau menyukainya?" Europe memandang Regina yang terpaku dengan sedikit ketakutan wanita itu tidak menyukai ini semua.

Tapi senyuman wanita itu melunturkan segala kekhawatiran Europe dalam sedetik. "Aku sangat menyukainya. Terima kasih," jawab Regina menularkan senyuman di wajah Europe.

"Silakan duduk, Naiseni." Europe menarik sebuah kursi, mempersilakan Regina duduk. Kemudian pria itu duduk di seberangnya.

"Aku telah memesankanmu herbed polenta cakes untuk makanan pembuka, pistachio crusted salmon sebagai menu utamanya, dan marzipan cheesecake sebagai penutupnya," ucap Europe. Tapi wanita di hadapannya hanya menaikkan sebelah alisnya bingung. Ia sudah lama tidak memakan itu semua. Selama setahun akhir ini Regina terbiasa mengetahui bronis sebagai pembuka dan penutup, kemudian roti isi sebagai makanan utama. Wajar saja, ia sudah tidak tinggal di rumah orangtuanya. Sementara pekerjaannya juga sedang kosong tanpa proyek. Tabungannya takkan cukup untuk membeli makanan mewah.

"Jangan khawatir. Kau akan menyukainya, aku dapat menjamin itu," kata Europe seakan mengerti kebingunan Regina.

"Apakah aku sudah mengatakan padamu bahwa kau terlihat sangat sangat sangat cantik malam ini?" Europe kembali tersenyum. 

"Sudah. Seribu kali," Regina berhipobola. 

Europe terkekeh, "Maaf. Tapi aku tidak masalah mengucapkannya sejuta kalipun. Kau pantas menerimanya. Apalagi dengan sikap lembutmu malam ini. Kau terlihat sangat anggun."

Regina kembali tersipu dan mengalihkan pandangannya. Seketika ia melihat sebuah kereta berisi makanan didorong pelayan tadi menghampiri mereka.

"Selamat menikmati, Tuan dan Nyonya Dalessandro." Pelayan itu membungkuk kemudian pergi.

"Aku tidak tahu kau meminum alkohol atau tidak, jadi aku memesan anggur, sampanye dan air mineral," kata Europe. 

"Aku tidak minum minuman beralkohol, tebakanmu benar," jawab Regina. 

Europe tersenyum lalu mengangguk dan menuangkan sebotol beling air mineral ke dalam gelas wanita itu dan gelasnya sendiri. 

"Kau juga tidak meminum alkohol?" tanya Regina. 

"Biasanya iya. Tapi sudah setengah tahun ini aku mencoba untuk berhenti meminumnya," jawab Europe yang entah mengapa membuat Regina bangga.

"Selamat menikmatinya, Cantik."

---

Don't forget to leave a vote if you want another chapter comes out soon :D

His Stockholm SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang