17 - Nighmares, and Harry truly settles in at Prince Manor

2.8K 251 24
                                    

Severus bergerak gelisah di atas kasurnya, selimutnya terlempar darinya, yang mana karena ulahnya sendiri, setelah dia terjebak dalam mimpi buruk yang begitu nyata yang telah dialaminya selama beberapa malam terakhir. Dia terus melihat anak berusia dua belas tahun memohon pertolongan, terjebak di Kamar Rahasia. Hanya saja mimpi buruk itu terus menerus menunjukkan Harry sekarat, dan dia melihat wajah Lily yang hancur berulang-ulang. Lily terus mengatakan bahwa dia kecewa kepadanya, dan terus mengatakan "kau sudah berjanji, kau sudah berjanji" dalam suara monoton yang mengertikan seperti yang ia gunakan saat dirinya memanggilnya Darah Kotor saat mereka masih anak-anak. Satu kata yang telah menghancurkan masa depannya, dan memperjelas nasibnya sebagai seorang Pelahap Maut. Seperti biasanya saat dia terbangun, redaman jeritan, mimpi buruk dan teror di malam hari yang biasa dia alami. Melihat perbuatan yang telah dia lakukan selama hari-harinya sebagai seorang Pelahap Maut, setelah berhadapan dengan Dementor hanya membuat mereka semakin kuat dan bahkan lebih nyata. Pucat dan gemetar, Severus menggunakan tongkatnya untuk melihat jam berapa saat itu sebelum merosot kembali ke tempat tidurnya. Bahkan sprei hitam kasurnya membuat dirinya tampak lebih pucat dan kacau. Dia bergidik lagi mengingat akan mimpinya, melihat anak berusia dua belas tahun dikejar oleh Basilisk yang mana mencapai enam puluh kaki. Anak itu, di mana dia bersumpah pada Dumbledore dan Lily untuk melindungi anak itu dengan segala cara, namun yang terjadi dia gagal tepat di dalam pengawasannya. Apa lagi yang telah ia lewatkan? Mengapa dia melewatkan semua tanda-tandanya? Apakah dia terlalu sibuk dengan rasa bencinya terhadap James Potter? Dia bergidik memikirkan hal tersebut. Dia hanya berharap dia bisa meminta solusi pada Dumbledore akan masalah itu, tapi bahkan jika dia melakukannya, dia bisa merasakan bahwa Dumbledore tidak akan membiarkan anak laki-laki itu kembali. Pikiran sentimen itu membuatnya mencemooh, tetapi dirinya tidak bisa menyangkal bahwa ia semakin menyukai anak laki-laki itu. Dia akan menyangkalnya dengan tegas, bahkan di bawah siksaan kutukan Cruciatus.

Akhirnya, detak jantung Snape kembali normal, setelah dua puluh menit bermeditasi. Sudah jam lima pagi, dan dia menyadari bahwa dia tidak akan kembali tidur, maka dia bangun. Setelah mandi yang cukup lama, dia berpakaian dan meninggalkan kamarnya. Saat berjalan melewati kamar Harry, dia melihat cahaya bersinar melalui celah di bagian bawah pintu. Merengut khawatir, dia mengetuk pintu, tetapi tidak menerima jawaban.

Membuka pintu, dia mengintip ke dalam; dilihatnya Harry yang sedang membaca buku. Saat itu baru jam setengah enam--- apa yang dilakukan anak itu? Dia tahu Harry selalu bangun dan mulai beres-beres saat jam tujuh.

"Potter, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Severus, suaranya jengkel.

Harry berbalik, terkejut; dia sama sekali tidak mendengar Snappe masuk, yang mana bukan hal yang biasa. Dia selalu tahu ketika ada orang yang masuk ke kamarnya, dia adalah orang yang mudah terjaga saat tidur dan bahkan lebih waspada ketika dia bangun. Sudah bertahun-tahun dan tidak ada orang yang pernah menyelinap ke kamarnya seperti itu. Dia harus mengakui bahwa dia tidak menyukai hal itu sedikit pun. Dia menyadari bahwa Master Ramuannya masuk lebih jauh ke dalam kamar dengan ekspresi gelisah di wajahnya.

"Um... Saya tidak bisa tidur," Harry mengakui dengan setengah hati, sudah tahu Snape bisa merasakan kebohongan. Dia sudah membaca buku Occlumency dan Legilimency yang diberikan oleh gurunya itu. Dia tahu tanpa ragu sekarang, bahwa begitulah cara Snape bisa mmembaca dirinya seperti buku yang terbuka.

"Mimpi buruk?" tanya Severus, duduk di tepi kasur. Dengan hanya melihat anak itu masih hidup dan baik-baik saja sudah membuatnya tenang. Dia tidak tahu mengapa mimpi burum itu sangat mempengerahi dirinya, namun dia hanya bisa menyimpulkan bahwa dia merasa seolah-olah dia telah gagal. Dia telah bersumpah untuk melindungi Harry Potter, dan mimpi-mimpi itu adalah bukti bahwa dia telah gagal dalam janjinya.

"Benar, sir," kata Harry akhirnya, menghela nafas. Untuk pertana kalinya dia memberitahu seseorang bahwa dia mengalami mimpi buruk. Dia sangat bersyukur Master Ramuannya itu tidak mengejeknya. Tidak, malah dia tampak lebih gelisah. Harry tidak tahu bagaimana dia bisa membaca gurunya itu dengan baik, tapi entah bagaimana dia bisa begitu saja. Wajahnya bisa saja tanpa emosi, tapi matanya, yang biasanya seperti terowongan hitam, sekarang berkilau khawatir. Seberapa keras Harry mencoba menyingkirkan perasaan itu, dia merasa sangat pening bahwa seseorang cukup peduli padanya untuk menanyakan hal itu. Mengapa dia bangun pagi-pagi sekali, dan bahkan tahu apa yang sedang dia alami.

A New Place To Stay (TERJEMAHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang