Bagian 8

2.1K 139 1
                                    

Sudah tiga minggu lebih Guella bekerja menjadi pelayan di kafe bersama kedua sahabatnya. Dan sudah selama itu juga pernikahannya berjalan, tapi tidak ada kemajuan apapun. Guella tidak berharap kemajuan apapun sebenarnya, karena sangat tidak mungkin hal itu terjadi.

Dan sudah seminggu terakhir ini Guella selalu pulang larut malam, karena banyaknya pengunjung belakangan ini. Guella dan teman-temannya jadi kewalahan sendiri. Untung saja pelayan disana sangat banyak, mereka juga bersyukur ada Guella dan kedua temannya yang membantu jadi mereka tidak terlalu kewalahan seperti biasanya.

Guella juga tidak terlalu takut untuk pulang malam karena kedua orang tua Abi sedang keluar kota, dan hanya ada Abi dan Anna di rumah. Abi juga nampaknya tidak perduli. Mereka seperti membangun tembok masing-masing.

Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Guella benar-benar terlalu fokus dengan pekerjaannya sampai lupa waktu. Saat sampai di rumah, Guella langsung membuka pintunya karena di luar sangatlah dingin. Untungnya Guella membawa kunci cadangan rumah ini sehingga ia tidak perlu membangunkan orang rumah untuk membukakannya pintu. Guella bejalan cepat ke kamarnya. Ia melihat Abi yang sudah berbaring di kasurnya. Tanpa membuang waktu lagi Guella langsung melakukan ritualnya sebelum tidur.

Saat keluar dari kamar mandi, Guella di kejutkan dengan Abi yang muncul di depannya. Apalagi suasana kamar yang gelap membuat Abi seperti hantu yang muncul tiba-tiba.

"Astaga!" Guella mengusap dadanya kaget.

"Dari mana kau?" tanya Abi, ia tidak memperdulikan Guella yang sedang mengatur detak jantungnya itu.

"Kafe." Setelah selesai mengatur detak jantungnya, Guella langsung menjawab singkat. Tanpa menunggu lagi, Guella berjalan menuju kasur untuk tidur. Ia benar-benar sangat lelah.

"Berhenti dari pekerjaanmu itu." Ini bukan yang pertama Abi meminta Guella berhenti, dalam seminggu ini mungkin sudah tiga kali.

Guella menghembuskan napas pelan, "Jika kau tidak menyebutkan alasan yang jelas seperti kemarin-kemarin, maka aku tidak akan berhenti."

"Alasannya, karena kau telah menikah. Dan aku suamimu, aku berhak melarang apapun yang kau lakukan. Termasuk bekerja."

Guella menatap Abi datar, "Aku tidak bisa." Guella lalu memejamkan matanya.

Abi yang melihat itu lantas mendengus kesal. Gadis di depannya itu benar-benar keras kepala. Abi langsung berjalan ke meja nakas untuk mencari ponselnya, ia segera mengirimkan pesan pada salah satu temannya itu. Setelahnya ia mengamati Guella kembali.

--

Guella benar-benar kaget. Bagaimana bisa ini terjadi. Ara dan Tea juga tak kalah kagetnya. Setau mereka Guella tidak melakukan kesalahan apapun, lalu kenapa tiba-tiba Guella di pecat?

"Paman, maksud paman apa? Kenapa memecat temanku seperti itu?" tanya Ara tak sabaran, kini mereka bertiga berada di ruangan paman Ara.

Paman Ara hanya menghela napas kasar. Ia juga tidak ingin melakukan ini, tapi mau bagaimana lagi.

"Maaf, aku tidak bisa memperkerjakanmu lagi."

"Tapi kenapa?" tanya Guella cepat. Sudah cukup, sedari tadi ia terdiam.

"Suamimu yang memintanya, ia tidak ingin kau bekerja. Dia adalah sahabat baikku jadi aku tidak enak untuk menolak permintaannya."

Guella menggertakan giginya kesal. Abi, semua ini adalah ulahnya.

--

Abi bejalan cepat memasuki rumahnya. Jam sudah menunjukan pukul delapan malam, dan Abi sangat lelah. Ia ingin segera membersihkan diri lalu tidur. Seperti biasanya, Abi masuk ke kamar dalam keadaan gelap. Ia yakin Guella pasti belum pulang, tapi kemana dia? Bukannya Guella sudah di pecat?

Abi menggeleng kepalanya kuat, untuk apa dia memikirkan gadis itu? Apalagi sampai menyuruh temannya untuk memecatnya. Abi benar-benar tidak habis pikir, apa sebenarnya yang ada dalam pikirannya sampai melakukan semua itu.

Dalam ruang gelap itu, Abi berjalan menuju sakelar lampu. Dalam hitungan detik ruangan itu sudah terang, dan saat itu juga Abi hampir menjerit karna kaget. Pasalnya saat ia menyalakan lampu kamar, Guella sudah berdiri di depannya dengan tatapan yang sulit Abi artikan. Abi tidak perduli dengan tatapan Guella, ia hanya perduli pada jantungnya kini.

Mengembuskan napas kasar, Abi berhenti mengelus dadanya. "Apa yang kau lakukan disini?"

"Tidur," jawab Guella singkat, tatapannya tidak berubah. Abi tidak perduli dan langsung beranjak ke kamar mandi. Namun saat Abi akan membuka pintu kamar mandi, pintu itu tidak bisa terbuka. Mungkin saja terkunci. Abi melirik Guella yang hanya diam mengamati.

"Dimana kuncinya?" tanya Abi, ia sudah tidak berusaha membuka pintu itu lagi.

Guella hanya mengangkat bahunya acuh. Abi menggeram kesal, ia sudah sangat lelah dan kini ia harus meladeni gadis keras kepala di depannya ini. "Guella, apa masalahmu?" tanya Abi berusaha bersabar. Ia bejalan menuju sofa dan duduk di sana.

"Seharusnya aku yang bertanya begitu, Abi. Apa masalahmu? Kenapa kau menyuruh temanmu memecatku? Apa salahku padamu? Apa aku pernah menjahatimu? Hah! Apa kau pikir mencari pekerjaan itu mudah?!" ucap Guella benar-benar marah.

"Memang siapa yang menyuruhmu bekerja?"

Ingin rasanya Guella memukul kepala Abi saat ini juga. "Diriku sendiri," geramnya tertahan.

"Kalau begitu cari saja pekerjaan lain." Abi berdiri dan berjalan menuju meja tempat biasa ia menyimpan kunci cadangnya, seharusnya sedari tadi ia melakukan itu. Tapi biar saja, ia juga ingin melihat wajah marah Guella.

"Kau ... sebenarnya apa maumu Abi?" Mendengar suara Guella yang berubah, Abi berhenti melangkah.

"Aku hanya ingin kau dirumah, itu saja."

"Dan tidak melakukan apapun seharian, begitu? Kau pikir diam di rumah itu menyenangkan? Dan asalkan kau tau, diam dirumah saja tidak akan menghasilkan apapun."

"Kau membutuhkan uang? Apakah uang yang ku berikan itu tidak cukup, sampai kau harus menjadi pelayan rendahan seperti itu?"

"Kau ... apa?" Guella menatap Abi tidak percaya. Rendahan?

"Berapa banyak uang yang kau butuhkan? Aku akan memberikanmu semuanya, sebutkan saja."

Guella menatap Abi lama, "Sayangnya aku tidak membutuhkan uangmu."

Ia tidak perduli lagi. Guella lalu melangkah menuju kasur untuk tidur. Ia memejamkan matanya.

--

Abi terdiam di tempatnya. Ada sedikit rasa penasaran yang muncul dalam hatinya tentang gadis yang sudah tertidur nyenyak itu.

Abi berdiri di depan Guella, ia bejongkok untuk menyamakan wajahnya dengan wajah Guella yang sudah tertidur pulas. Tangannya dengan pelan ia gerakan ke arah mata Guella yang berair. "Apa yang kau mimpikan?" tanya Abi sepelan mungkin, ia mengusap jejak air mata di sana dengan jarinya.

***

Haloooo, selamat membaca jangan lupa Vote dan Comment nya yaa. Semoga sukaa Terimakasih💙💙

Solitary ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang