Gedung-gedung menjulang tinggi terlihat jelas dari jendela besar yang menghias ruangan persegi itu. Pandangan mata sang pemilik ruangan terus tertuju pada luar jendela. Tatapan matanya kosong. Pikirannya entah melalang buana kemana. Membuat alisnya menggerut dalam. Tatapan sesekali menajam, kala ia tidak menemukan jawab dari beberapa kejadian yang ia ingat.
Suara ketukan di pintu ruangannya pun tidak ia hiraukan sama sekali. Akhirnya sesorang yang mengetuk pintu itu pun langsung membukanya tanpa menunggu respon sang pemilik. Seseorang itu berjalan santai menuju pria yang masih fokus pada pikirannya.
"Apa yang kau lihat, Abi?" tanya seseorang yang baru saja memasuki ruangan itu.
Abi masih tetap diam tak bersuara. Ia tetap masih setia dengan apa yang ia lihat.
"Abi, aku sedang bertanya!" gemas karna tidak di hiraukan, perempuan itu menarik tangan Abi agar pria itu menatapnya.
"Menurutmu, apa yang terjadi padanya? Kenapa dia mengacuhkanku seperti ini? apakah aku melakukan kesalahan?"
Kalista mendengus marah. Kenapa harus dia, dia dan dia yang selalu Abi tanyakan? Apakah tidak ada ia lagi di hati Abi?
"Entahlah," ucap Kalista. Tangannya ia ulurkan untuk mengapai sebuah bingkai foto yang sudah ia lihat sejak pertama kali ia datang ke sini dua minggu yang lalu. Dan tentu saja saat tangannya menyentuh bingkai itu, perasaan ingin membuangnya sangat besar. Ingin sekali Kalista membuang ataupun membantingnya saat itu juga. Tapi tentu saja ia menahan hal itu, ia tidak ingin merusak imagenya di depan Abi.
Abi harus menjadi miliknya, cepat atau lambat semua itu akan terjadi. Tingal sedikit lagi, apa yang Kalista lakukan akan membuahkan hasil.
--
Guella melihat kedua temannya yang sudah sangat kelaparan. Tantu saja, entah sudah berapa kali mereka merengek untuk pergi mencari makan dulu sebelum melanjutkan kegiatan awal mereka.
Guella sebenarnya tidak memaksa kedua temannya itu untuk diam di dalam perpustakaan tetapi mereka saja yang tidak mau pergi tanpa Guella.
"Ayo lah, Guella. tugas ini memang penting, tapi makan juga sangat penting. Kita tidak bisa berpikir jika dalam keadaan perut kosong, jadi ayo kita cari makan."
Tea yang mendengar rengekan Ara hanya mengangguk mengiakan. Guella menghembuskan napas berat. Kedua temannya ini tidak akan diam jika keingan mereka tidak segera dituruti. Guella memandang kesekeliling ruangan, beberapa orang sudah nampak terganggu dengan suara rengekan Ara. Suara Ara tidak terlalu kencang, tapi tetap saja cukup mengganggu. Akhirnya Guella merapikan buku-bukunya dan memasukannya kedalam tas.
Ara dan Tea yang melihat itu lantas tersenyum ceria. Mereka berdua tidak perlu menahan malu lagi.
"Ayo," ajak Guella, ia langsung keluar dari perpustakaan diikuti dengan kedua temannya itu.
--
Ketiganya langsung memasuki sebuah restoran cepat saji yang memang sangat dekat dengan perpustakaan kota tempat mereka mengerjakan tugas tadi.
Entahlah, kenapa mereka memilih mengerjakan tugas sampai ke perpustakaan kota. Padahal perpustakaan kampus mereka juga tak kalah lengkapnya. Tapi kata Ara ia sudah bosan dengan wajah-wajah orang di perpustakaan yang tidak ada bedanya. Tak ada yang tampan juga, tambah Tea. Jadilah Guella hanya menurut saja, tetapi kini, siapa yang tak tahan berada di sana.
"Otak ku sudah mau pecah," ujar Ara dramatis.
"Tidak usah berlebihan begitu."
"Benar kata Ara, Guella. aku saja sudah tidak tahan dengan tugas-tugas itu. ini baru dua minggu kita masuk kuliah, dan sepertinya dosen-dosen itu tidak menginginkan kita tenang sedikitpun," balas Tea dengan menggebu. Ara mengangguk semangat.
Guella menggelengkan kepalanya pelan, "Kalian saja yang terlalu berlebihan."
"Astaga Guella, berlebihan bagaimana? Kami itu berbicara sesuai fakta," ucap Tea lagi dan kembali Ara hanya mengangguk. "Ya, Ara. Jangan hanya mengangguk saja."
"Apalagi yang harus ku katakan, semuanya sudah kau katakan jadi aku bagian mengangguk saja."
Guella menghembuskan napas pelan, entahlah ia sudah lelah dengan kedua temannya ini.
"Tapi, Guella. kita berbicara yang sebenarnya." Ucapan Tea tidak Guella perdulikan. Kini pandangannya terarah langsung pada pemandangan yang sangat tidak ingin ia lihat. Air mata Guella mendesak keluar. Astaga, kenapa Guella jadi selemah ini. guella segera mengalihkan pandangannya kearah lain. Semoga kedua temannya tidak menyadari akan hal itu.
"Astaga, Tea. Kau lihat itu, mereka benar-benar tidak tau tempat. Bagaimana bisa berciuman di tempat umum seperti ini?" ucap Ara yang langsung di respon dengan cepat oleh Tea.
"Mana-mana?!"
Ara langsung menutupi agar Tea tidak bisa melihat ke arah sana. "Kau masih kecil, tidak usah melihat hal yang seperti ini."
"Ah, Ara. Minggir, aku juga ingin lihat."
Ara hanya tertawa pelan melihat wajah penasaran Tea. Sedangkan Guella mengembuskan napas pelan di tengah-tengah perasaan sakitnya. Ia merasa lega karena Ara tidak menyadari siapa orang yang tengah ia bicarakan tadi. Tapi tentu saja Guella mengetahui dengan jelas siapa pria itu, walau hanya punggungnya saja yang terlihat jelas. Karna Guella sudah terbiasa melihat punggung itu ketika malam.
"Sepertinya memang kau tidak boleh melihat hal seperti itu, Tea. Lihat, pasangan tadi sudah pergi," ucap Ara dengan tawanya.
"Dasar, itu karna dirimu. Kalau tidak, aku bisa melihat adengan romantis itu secara langsung."
"Sudahlah, terima saja. Tidak puaskah kau melihat hal itu di drama korea yang kau tonton?"
Ara dan Tea tetap bercanda ria tanpa melihat perubahan wajah Guella. Guella juga merasa tenang karna pria itu sudah pergi, dan artinya Guella tidak perlu pergi dari sana dan menimbulkan kecurigaan kedua temannya.
"Bagaimana denganmu? Apakah kau sudah pernah melakukan itu dengan Arfan," tanya Tea pelan, senyum nakalnya sangat terlihat jelas oleh Ara.
"Te—tentu saja tidak." Ara terlihat mengalihkan pandangannya.
"Benarkah? Sepertinya tidak begitu."
"Guella, kenapa kau diam saja. Ayo makan," ucap Ara benar-benar mengalihkan pembicaraan. Dan hal itu tentu saja membuat Tea tertawa lebar.
Guella hanya diam tak menanggapi, pikirannya masih melayang pada kejadian tadi. Pikiran-pikiran buruk langsung saja memenuhi isi kepalanya. Apakah itu yang selalu mereka lakukan ketika sedang bersama? Atau bahkan lebih dari itu?
Guella tidak tahu, sejauh apa hubungan mereka. Mungkin saja, sejauh hal yang tidak pernah ia bayangkan.
--
Jangan lupa tinggalkan jejak sesudah membaca!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Solitary ✔
RomanceGuella harus menerima apapun yang orang tuanya katakan, walau dengan menjodohkannya sekalipun. Ia sudah pernah lari dari perintah orang tuanya sekali, dan sepertinya melakukan hal yang sama untuk kedua kali bukanlah hal yang baik. Apalagi jika ancam...