25. Sepotong Hati yang Tertinggal

1.8K 383 89
                                    

Pagi itu, bandara internasional Soekarno-Hatta ramai oleh orang-orang yang berlalu-lalang. Di bandara ini perpisahan kerap kali terjadi. Di bandara ini pula, pertemuan menjadi suatu hal yang membahagiakan.

Berbeda halnya dengan Adhara.  Bagi gadis dengan surai hitam panjang di tengah-tengah lautan manusia ini, bandara adalah patah hatinya yang kedua.

Adhara mencengkram pegangan kopernya erat-erat. Ia melirik arloji yang tersemat di pergelangan tangan kirinya. Tepat lima belas menit lagi, pesawat yang membawanya ke London akan segera take-off.

"Nih, minum dulu."

Sebotol air mineral dingin terulur di depan wajahnya. Adhara menerimanya, tersenyum tipis kemudian menggumamkan kalimat terima kasih. Ia meneguk air tersebut sedikit lantas kembali mendongak menatap papan keberangkatan.

"Kamu yakin mau tinggal sendiri di London?"

Arga, kakak laki-laki Adhara tersebut ikut mendongak menatap papan keberangkatan. Ia menghela napas pelan, mengalihkan pandangannya. Netranya terfokus pada Adhara yang kini menundukkan kepalanya.

"Aku harus pergi, kak. Aku gak bisa terus-terusan di sini," balas Adhara lirih. Hatinya teriris ketika mengingat alasan utamanya pergi meninggalkan tanah air adalah karena Angkasa.

Lelaki Kifandra itu mengangguk paham. Ia menahan diri agar tidak bertanya lebih jauh. Ini sudah menjadi keputusan Adhara. Dan baginya, menghargai keputusan adik perempuannya adalah prioritas utama.

"Bagi penumpang Garuda Indonesia dengan tujuan London, Inggris harap segera memasuki pesawat."

Suara dari intercom bandara membuat Adhara tersentak pelan. Ia bangkit dari duduknya, menyeret koper putih dengan stiker-stiker unicorn tertempel di mana-mana.

"Aku pergi dulu, kak," pamit Adhara. Ia memeluk tubuh kurus Arga, menghirup wangi maskulin yang menguar dari kemeja bergaris yang dikenakan kakaknya.

Perlahan namun pasti, Adhara terisak pelan di dada bidang Arga. Ia mengeratkan pelukannya, menangis keras-keras membuat perhatian orang-orang teralih pada mereka. Adhara enggan melepaskan pelukannya meskipun Arga menjauhkan tubuhnya berkali-kali.

"Pesawatnya sebentar lagi take-off, tuh. Nanti kamu ketinggalan." Arga mengusap rambut Adhara lembut. Sesekali mengecupnya ringan. Ia melirik arloji hitamnya, melebarkan mata ketika menyadari waktu yang tersisa untuk memasuki pesawat semakin menipis.

Tangan Arga melepas paksa tubuh Adhara. "Lima menit lagi kamu bakal telat. Ayo, cepet masuk ke pesawat," tegur Arga.

Adhara mengusap pipinya yang basah lantas mengangguk. Ia menyeret kopernya menjauh, melambaikan tangan pada Arga yang masih setia berdiri di tempatnya.

Semoga keputusannya kali ini tidak salah.

***

"Telat, Ka. Pesawat Adhara take-off sepuluh menit yang lalu."

Angkasa mencengkram ponsel di tangan kanannya kuat-kuat. Matanya masih fokus menatap kerumunan orang di depannya, tetapi hatinya sudah tidak karuan ketika mendengar suara Raina Seoyeon Putri dari seberang telepon.

"Thanks infonya, Na."

"Sama-sama."

Angkasa memutus sambungan teleponnya. Ia menghela napas gusar, melangkah lebih pelan dari sebelumnya. Ia memilih duduk di salah satu kursi yang disediakan bandara. Tangannya mengacak-acak surai hitamnya asal.

[1] Silent | 2HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang