19. Permainan Hati

1.8K 400 87
                                    

Selama tiga hari Adhara mengurung dirinya di kamar. Gadis itu menjadi orang yang paling terpukul atas kematian kedua orang tuanya. Bahkan, ia hanya makan jika sudah dipaksa Arga.

"Ara, makan dulu, yuk?" Arga mengetuk pintu kamar Adhara pelan. Tangan kanannya memangku nampan berisi sepiring nasi goreng dan susu putih.

Adhara mengusap pipinya dengan punggung tangan. Ia membuka pintu kamarnya, membiarkan Arga masuk ke dalam.

"Jangan nangis terus, dek. Kamu nyiksa diri kamu sendiri," nasihat Arga sembari mengusap rambut Adhara pelan.

Gadis Kartika itu mengangguk. Ia mengusap hidungnya lantas mengambil piring dan mulai makan. Meskipun hanya lima suap lalu berhenti. Setidaknya perut Adhara tidak kosong.

"Angkasa nanyain kamu kemaren," sahut Arga tiba-tiba. Ia mengemasi piring bekas makan Adhara dan juga gelas susu yang masih tersisa banyak.

Adhara menipiskan bibirnya. "Nanya apa, kak?" tanyanya dengan suara parau.

"Cuma nanyain kabar aja." Arga tersenyum tipis, beranjak dari duduknya. "Kamu gak niat jalan-jalan atau apa gitu? Gak bosen di rumah terus?" tanyanya kemudian.

Adhara terdiam. Ia menghela napas. "Aku pikirin deh, kak," jawabnya.

"Nah, gitu dong." Arga mengacak-acak puncak kepala Adhara, membuat gadis itu terkekeh pelan.

Arga melangkah meninggalkan kamar Adhara. Tubuhnya menghilang di balik pintu.

Adhara mengembuskan napasnya. Mungkin perkataan Arga tadi ada benarnya. Jalan-jalan sedikit dapat merefresh pikirannya.

Adhara beranjak dari duduknya, mencari keberadaan ponsel yang ia letakkan di sembarang tempat tiga hari yang lalu. Gadis itu mengacak-acak lacinya hingga menemukan benda pipih itu terselip di tumpukan kertas-kertas yang sudah usang.

Hal pertama yang dilakukan Adhara ketika menyalakan ponselnya adalah mencari nomor Galaksi di kontaknya. Ia berpikir mungkin pacarnya itu mau mengantarnya jalan-jalan keliling Jakarta. Ia bahkan baru sadar hari ini adalah tepat satu bulan ia dan Galaksi jadian.

"Nomor yang Anda tuju sedang sibuk."

Adhara menurunkan ponselnya dari telinga, kembali menekan nomor yang sama. Namun nihil, Galaksi tetap sulit dihubungi.

"Galaksi kemana, ya?" gumamnya pada diri sendiri. Ia menyerah, kini menggulir layar ponselnya, mencari kontak seseorang yang mungkin tahu keberadaan Galaksi.

Baru satu kali panggilan, terdengar suara dari seberang telepon.

"Kenapa, Ra? Tumben nelepon."

Adhara menggigit bibir bawahnya, merasa canggung karena di sekolah ia jarang berbicara dengan orang di seberang sana meskipun mereka sekelas. Ia menghela napas dalam, memberanikan diri bertanya.

"Ardian," panggil Adhara. Terdengar gumaman pelan di pesawat telepon. "Lo tahu gak Galaksi ada di mana sekarang?"

***

Toko kue di pinggir jalan itu tidak pernah sepi pengunjung bahkan saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Adhara baru saja keluar sembari memangku kotak berisi rainbow cake. Ia mengeluarkan ponselnya, memeriksa tempat yang akan ditujunya setelah ini.

Adhara mengangguk, mengenali jalan yang disebutkan Ardian saat di telepon tadi. Gadis Kartika itu melangkahkan kakinya ke belakang toko, menyusuri trotoar seiring dengan gelap yang semakin pekat.

Ada sedikit rasa takut karena jalan tersebut benar-benar sepi. Ia khawatir tiba-tiba ada kejadian tidak menyenangkan yang menimpanya.

[1] Silent | 2HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang