1. Itu Formulir, Bukan Bungkus Gorengan!

3.9K 597 135
                                    

Lapangan parkir SMAN 3 terlihat ramai oleh siswa-siswi berseragam putih biru. Hari pertama tahun ajaran baru, sekaligus hari pertama MPLS dilaksanakan.Adhara memarkirkan scoopy putihnya lantas menggantungkan helm miliknya di stang motor. Setelah merapikan rambutnya, Adhara mulai melangkahkan kakinya memasuki gerbang utama.

"Pagi, Kak Dhara!"

Adhara berbalik, mendengus sebal. Netranya menangkap lelaki berkulit tan---Haechan Fajar Adiwijaya---berlari kecil ke arahnya. Sedangkan lelaki dengan senyum pepsodent-nya--- Aldebaran Jaemin Naufaldy---mengikuti dari belakang.

"Pagi, Bunda!" sapa Ale---panggilan akrab Aldebaran---riang.

Adhara memukul bahu Ale. "Bunda bunda palalo," katanya ketus. "Gue nggak punya anak bandel kek lo, ya."

"Kak Dhara sensi ih. PMS, ya?" celetuk Fajar tiba-tiba, diikuti tawa kecil Ale.

Tangan Adhara kembali memukul bahu Ale, namun kali ini lebih pelan. "Jangan ganggu gue makanya!" ujarnya kemudian berlalu.

"Ih, bunda mah mukulin Ale mulu." Ale mengerucutkan bibirnya, sok imut.

Fajar bergidik, bergegas mengusap kasar wajah Ale. "Geli, anjir. Katanya mau modusin kelas sepuluh. Kuy, lah," ajaknya pada lelaki Naufaldy itu.

Senyum lebar Ale mengembang. "Kuy!"

***

Adhara mendongakkan kepalanya menatap kertas-kertas yang tertempel di mading. Jari telunjuknya menyusuri deretan nama di jurusan IPA, mencari namanya. Barangkali impian Adhara untuk masuk IPA dapat terkabul.

Gadis itu melebarkan mata, menemukan namanya di deretan nama kelas XI IPA 2. Adhara bersorak senang dalam hati ketika menemukan nama Angkasa juga terpampang di sana.

Hingga akhirnya gadis Kartika itu tertegun lama.

Adhara menghela napas, merasa kebahagiaannya tadi hilang begitu saja. Sekelas dengan Angkasa, berarti gadis itu harus pintar-pintar menyembunyikan semuanya. Meskipun terkadang ia tak mampu menahan air matanya sendiri.

Angkasa Hyunjin Athara, lelaki dengan bibir tumpah itu berhasil membuatnya menghindar beberapa hari ini. Adhara sadar, ia terlalu kentara memperlihatkan rasanya pada Angkasa. Namun, semua itu dilakukan untuk menormalkan kembali hatinya.

"Minggir, jangan ngalangin."

Lelaki bermata sipit dengan nada suara ketus tiba-tiba menerobos ke depan Adhara. Adhara mundur sedikit, memberi celah agar lelaki itu dapat leluasa melihat mading. Matanya kian menyipit ketika menelusuri deretan nama yang memang disusun kecil-kecil.

"IPA 2?" tanya lelaki itu, menatap Adhara dengan tatapan tajam miliknya.

Kepala Adhara mengangguk. "Iya. Lo IPA 2 juga?" tanyanya balik. Adhara sedikit gugup melihat tatapan tajam seperti itu. Rasanya seperti terintimidasi.

"Bukan, gue IPA 1," balasnya.

"Oh kirain..." gumam Adhara pelan. Perasaan baru kenal, deh. Kok tau gue di IPA 2?

"Eh iya, ada salam dari Galaksi. Katanya dia suka sama lo," sahut lelaki itu sipit itu sembari memasukkan tangannya ke saku celana.

Adhara melongo, keningnya berkerut dalam. "Ha? Galaksi siapa?"

Adhara bingung sendiri. Gadis Kartika itu bukan siswa terkenal, bahkan jarang keluar kelas. Aneh saja ketika mendengar ada yang titip salam seperti itu.

[1] Silent | 2HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang