27. Bimbang

1.7K 373 136
                                    

"Cepet pulang, dong. Aku kangen."

Sudut rak di toko buku itu lengang. Adhara tersenyum geli ketika suara bernada manja dari Cakra terdengar di telinganya. Ia membolak-balik beberapa novel, membaca bagian belakangnya secara cepat.

"Dih, lebay. Baru juga sehari," ledek Adhara. Ia memutuskan mengambil dua novel dengan cover yang cukup menarik lantas beralih ke rak alat tulis.

"Masa aku gak boleh kangen sama kamu?"

Adhara menghela napasnya pelan. Ia terkadang kesal ketika Cakra tiba-tiba manja seperti ini. "Iya iya. Terserah kamu aja, deh," tukasnya.
Mata Adhara melebar ketika melihat buku kecil bergambar unicorn. Ia hampir saja memekik kesenangan jika tidak ingat ada di mana sekarang.

Baru saja tangannya menyentuh cover buku tersebut, sebuah tangan menerobos begitu saja dari samping kanannya. Adhara refleks menarik tangannya, menjauhkan diri agak kikuk. "Maaf," gumamnya pelan.

Entah sebuah kebetulan atau tidak, lelaki di sampingnya tadi ikut menolehkan kepala. Lelaki dengan sweater biru itu mengulas senyum tipis ketika manik hitamnya bertubrukan dengan manik hitam Adhara.

Lelaki itu, Angkasa, mengulurkan tangannya mengambil buku unicorn tadi. "Nih, buat lo," ujarnya pada Adhara.

"Eh, gak usah. Buat lo aja," tolak Adhara halus. Ia membasahi bibir bawahnya, merasa canggung bertemu dengan Angkasa.

Lelaki Athara itu terdiam, menyimpan buku unicorn tersebut di atas tumpukan buku yang di pegangnya.

"Halo, Ra?"

Suara serak lelaki di seberang telepon membuat Adhara tersentak kaget. "Eh iya, halo. Aku tutup dulu, ya? Nanti aku telepon lagi. Dah, Cakra," sahut Adhara cepat.

"Yaudah, deh. Dah, Ara."

Angkasa mengulum bibirnya. Oh, Cakra, batinnya.

Adhara menurunkan ponselnya, mengantongi benda pipih itu ke dalam sling bag-nya. Ia berdehem canggung ketika menatap mata Angkasa.

"Gue duluan ya, Ka?" pamitnya pada Angkasa. Ia berlalu melewati lelaki itu, berjalan cepat menuju kasir di bagian depan toko buku.

Langkah Adhara terhenti. Ia merasa pergelangan tangannya dicekal. Kepalanya berputar, melihat Angkasa mencengkram erat tangannya.

"Gue mau ngomong sama lo," sergah Angkasa.

Adhara menelan ludahnya gugup. Ia tahu apa yang akan dibicarakan Angkasa. Apa lagi kalau bukan kesempatan kedua? Atau lelaki itu akan meminta Adhara kembali lagi.

"Gue gak bisa," tolak Adhara. Ia berusaha menarik tangannya namun cengkraman Angkasa malah semakin kuat. Adhara bisa melihat pergelangan tangannya memerah karena itu.

"Lo bisa," paksa Angkasa. "Untuk kali ini aja, gue minta lo jangan ngehindar dari gue, Ra."

Bola mata Adhara berputar gelisah. Ia menggigit bibirnya, ragu apakah harus menuruti permintaan Angkasa atau tidak. Gadis Kartika itu menghela napasnya lantas mengangguk kecil.

"Oke, waktu lo cuma lima belas menit."

***

[1] Silent | 2HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang