Extra Part

2.1K 92 6
                                    

Gue dan Atha baru saja kembali dari Indonesia. Kami kemarin kembali selama seminggu kesana untuk berziarah ke makam mama dan papa, mengunjungi keluarga disana, juga menghadiri acara wisuda sahabatku Rachel. As I promised, I'll come in her graduation. Dia tampak amat bahagia kemarin terutama karena kekasihnya juga datang kemarin.

Well, ya, dia mendapatkan kekasih ketika liburan di sini. Dia mendapatkan satu bule yang asli Amerika—asli New York. Pria itu masih meneruskan kuliahnya yang baru akan lulus tahun depan. Oh my God, dia mendapatkan seorang berondong! Tapi gue turut bahagia untuknya, tentu saja.

Mike kemarin ikut hadir disana bersama kekasihnya yang nyatanya cantik dan sangat lembut juga sopan, serta Mika. Dia masih belum menemukan cowok yang tepat untuknya namun ia sedang mengenal seseorang yang merupakan teman dari saudaranya. Atha merespon positif untuknya asalkan nanti mereka harus berkenalan dan dipastikan latar belakangnya baik. He sounds like her father, huh? Gue gabisa membayangkan bagaimana nasib anak perempuan gue nanti mengingat sikap Atha yang posesif ini.

Aini sudah menjadi remaja kini, kini ia sudah duduk di bangku SMP, juga anak-anak mang Jaja. Mbok Sum yang sudah semakin tua pun akhirnya memiliki teman. Ya, gue memiliki pembantu baru dirumah untuk mengurus pekerjaan rumah dan tugas mbok Sum hanya membantunya sedikit. Mbok Sum sudah semakin tua dan bukan waktunya lagi untuk mengabdi sebesar dulu pada keluarga gue terutama membersihkan rumah peninggalan orang tua gue yang cukup besar. Lagipula, mbok Sum adalah sosok pengganti mama yang gue gak akan sanggup melihatnya letih.

Hidup terasa semakin mudah semakin kesini. Gue hanya dirumah, menjadi istri yang baik untuk Atha sekaligus asisten siaga yang selalu membantunya menyelesaikan pekerjaan kantor yang sampai kini masih di pegang papa. Atha masih sibuk dengan kuliah magisternya dan kegiatan kantor lainnya. Kantor disini tentunya.

Ya, hidup semakin mudah. Namun ada suatu keinginan dari para tetua yang membuat gue  sempat bingung. Mereka menginginkan cucu secepatnya. No, itu bukan masalah. Maksudku, kami sudah pernah melakukan hubungan intim suami-istri kok tepat saat gue dinyatakan lulus sidang dan siap untuk wisuda. Hanya saja, mereka menyampaikannya saat wisuda kemarin dan saat itu aku belum hamil—setahuku.

Ternyata usai mendatangi acara Rachel, aku kelelahan dan pingsan begitu tiba di rumah. Dengan panik Atha membawaku ke kamar dan memanggil dokter keluarga. Betapa bahagia dan bangganya Atha saat memberitahu kami semua bahwa kami akan menanti seorang anggota keluarga baru. Ya, anggota keluarga baru yang kini masih bersemayam di dalam rahim gue.

"Mikirin apa, Koc?"

Gue mendongak dan menemukan Atha yang sedang memeluk gue dari belakang. "Enggak, kok"

Ia kemudian duduk disamping gue dan mengecup kening gue lembut, "Gak mikirin apa-apa, tapi malah televisi yang nontonin kamu bukan sebaliknya"

Gue tersenyum, "Enggak, Atha. Aku cuma bersyukur saja karena semuanya semakin baik kesininya"

Atha tersenyum dan menghela nafas pelan, "Semoga kita sanggup melewati segalanya dengan baik dan selalu bersama ya, Koc"

Gue mengangguk dan menyandarkan kepala di leher Atha yang wangi, jelas wangi, Atha baru mandi. Ya, dia baru saja pulang kuliah. Malam-malam gini? Sudah biasa. Kelas magister tak banyak yang siang seperti kelas jenjang S1.

"Kamu mau makan apa?"

Gue mendongak dan melihatnya yang sedang menatap gue lurus. Bukankah itu seharusnya pertanyaan yang gue lontarkan ke dia? Kan dia yang baru pulang dan gue yang istrinya disini. Kenapa jadi dia yang nanya?

"Kok kamu yang nanya?"

Atha menatap gue bingung, "Emang kenapa?"

"Harusnya kan aku sebagai istri dan yang daritadi dirumah yang nanya sama kamu"

The Journey ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang