Dua

2.5K 88 14
                                    

Sudah seminggu ini Atha selalu berangkat pagi dan pulang larut hingga kerjaan kantor pun gue ikut membantunya. Atha benar-benar sibuk belakangan ini. Begitu pun gue yang juga memiliki kegiatan sekolah. Gue akan pergi pagi hari dan pulang sore hari kemudian mengerjakan tugas sekolah dan pekerjaan rumah lainnya.

Seperti hari ini, gue baru pulang dan ternyata Atha sudah pulang duluan. Atha nampak kusut sekali. Gue letakkan tas dan barang-barang ke dekat meja dan segera menghampirinya.

"Assalamualaikum" gue dengar jawabannya pelan sekali. "Tumben udah pulang, Tha"

Atha menoleh dan wajahnya nampak kesal. "Kamu darimana saja? Jam segini baru pulang?!" Gue kaget atas ucapan Atha yang bernada tinggi itu. Gue diam, tak menjawab. "Dan lihat kan rumah kacau gini!" bentaknya keras

Gue kaget dan menatapnya bingung, "Maaf, Tha, tadi pagi aku buru-buru ke sekolah"

"Kemana saja emang kamu? Perempuan kok pulangnya malam gini. Jangan karena hidup di New York, di negara bebas jadi ikutan bebas. Mau jadi apa kamu?!"

Gue mendelik, tak suka dengan apa yang dikatakannya barusan. "Aku juga lagi ada kegiatan sekolah, Tha" jawab gue menahan sabar

"Tapi gak harus pulang sesore ini, kan. Kok gaada pedulinya banget sih sama rumah sendiri! Kalau gamau tuh bilang. Kalau gak sanggup bilang. Kok makin kesini makin gak becus saja"

Gue menatapnya dengan mata menyipit. Kata-katanya itu.. "Aku sibuk Atha! Bukan cuma kamu yang sibuk. Aku juga punya kegiatan! Iya, salah aku yang gak bisa gerak cepet untuk beresin semua ini. Salah aku! Tapi kamu yang selama ini berantakin pernah beresin, gak? Peduli emang kamu kalau aku capek? Peduli kamu sama semuanya? Kamu tuh terlalu sibuk sama urusan kamu sendiri sampai gak peduli pada apa yang terjadi! Aku ini pelajar dan istri kamu, bukan pembantu!"

Dada gue sudah naik turun karena terlalu emosi menghadapi orang dihadapan gue ini. Ada apa dengannya? Kenapa tiba-tiba emosi banget gini sih? Apa masalahnya? Kalau punya masalah diluar ya jangan dibawa pulang dong atau paling gak tuh omongin baik-baik, gak kayak gini, tarik-tarikan urat.

Atha yang semula tampak emosi kini mereda dan sedikit menunduk. Gue bergeming, tak ingin kembali terbakar emosi lebih jauh. Bagaimana pun juga dia adalah suami gue yang harus gue hormati. Gue menarik nafas dan membuangnya perlahan, begitu pun dia.

"Maaf, Koc"

"Maaf juga"

Dia menatap gue. "Aku..lagi stres"

Gue menggeleng kesal, "Bisa kan diomongin baik-baik, Tha. Gak kayak gini jadi pakai emosi"

"Maaf.."

"Stop say sorry! Lebih baik kamu mandi gih biar enakan. Aku mau beres-beres"

"Biar aku bantu"

Gue menghela nafas, "Gausah, Tha, makasih. Aku cuma perlu kamu mandi dan tenangin pikiran"

Dia pun akhirnya beranjak tanpa berargumen lagi. Saat melewati gue, dia berhenti dan menatap gue lurus. Dia tersenyum tipis dan langsung memeluk gue. Memeluk gue seerat mungkin dengan tubuh lesunya. I know, he's weak, so I should be more patient to stand beside him.

Dia melepas pelukannya dengan senyum kecil tersungging di bibirnya, ia kembali melangkah menuju kamar dan menutupnya. Baiklah, gue melihat seisi ruangan dan mendesah kesal. How could I clean all these mess??

***

Gue sedang berbaring di sofa dengan Atha yang sedang tidur di kamar. Hari libur..astaga, gue merindukan ini. We have no plan for today. Mungkin lebih baik aku membiarkan Atha beristirahat saja dulu. Ia sangat kurusan sekarang karena terlalu sibuk. Bahkan saking sibuknya, ia suka kehilangan selera makannya yang membuat gue harus memberinya vitamin penambah nafsu makan.

The Journey ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang