Tujuh

1.8K 81 16
                                    

"Non rapopo?"

Gue yang sedang berbaring di kursi ayunan kayu di halaman belakang menoleh begitu mendengar suara mbok Sum. Ia datang membawakan sepiring cookies dan jus buah kemudian duduk disamping gue yang merubah posisi menjadi duduk.

"Gapapa, mbok" jawab gue pelan

"Ngomong saja sama si mbok, non. Si mbok khawatir.."

Kata-kata mbok Sum menggantung. Ya, gue paham apa yang dimaksudnya namun ia merasa tak enak untuk membahasnya. Gue tersenyum kecut, jujur gue juga masih kepikiran hal ini sejak acara kemarin hingga semalan gue tak bisa tidur hingga pagi ini.

"Koci bingung, kenapa dia bisa datang?" tanya gue pelan dan bingung

Mbok Sum mengulurkan tangan untuk membelai kepala gue yang langsung gue sambut dengan berbaring di pangkuannya. Tuhan, Koci kangen mama. Sangat! Koci rindu tidur di pangkuan mama dan diangkat papa ke kamar. Air mata gue menetes perlahan begitu tangan mbok Sum kembali membelai rambut gue.

"Maaf, non. Si mbok ora tau. Kalau tamu undangan yang mengatur nyonya. Beliau cuma minjem buku kenangan non yang ada di lemari atas"

Gue menarik nafas untuk menahan isakan. Gue gak bisa ngomongin ini sekarang. Walaupun gue penasaran dan merasa sedikit terancam dengan keberadaan orang itu lagi namun yang gue butuhkan sekarang adalah istirahat.

"Koci kangen mama dan papa" ujar gue lirih

Mbok Sum menunduk dan kaget melihat gue yang menangis pelan. Dengan lembut ia menghapus air mata gue yang semakin deras dan memeluk gue. Mama.. papa..

"Non Koci belum tidur yo?" Tangan mbok Sun membelai kantung mata gue yang terakhir gue lihat sangat hitam. "Jangan banyak pikiran toh, non. Sekarang non mo tidur?"

Jujur, kepala gue pusing karena belum sempat tidur. Semalam gue memilih untuk berdiam diri di sofa dan memandang langit malam tanpa melakukan apapun hingga pagi gue beranjak naik ke kasur dan mengubur wajah dalam selimut agar Atha tak tahu bahwa gue gabisa tidur.

Gue menggeleng, "Koci gabisa tidur, mbok"

"Mau si mbok temani?"

Gue mengangguk, "Disini saja, mbok"

Tanpa menjawab, tangan si mbok terus berayun membelai rambut gue pelan, seperti yang biasa mama lakukan pada gue. Sebuah lantunan tembang jawa dilantunkan mbok Sum pelan dan merdu mengiringi gue menuju pulau mimpi. Mendadak gue sangat mengantuk dan merasa nyaman dengan belaian mbok Sum hingga tak butuh waktu lama buat gue agar bisa tertidur nyenyak.

***

Gue terbangun mendengar suara rengekan anak kecil. Gue bergerak pelan dan membuka mata, mendapati Aini berdiri dihadapan gue dengan merengek. Awalnya gue bingung namun langsung tersadar begitu mendengar suara mbok Sum diatas gue.

"Tuh kan, kak Kocinya bangun"

Gue langsung bangkit dan merasa kepala seperti habis di lempar ke dinding, berat dan sakit. Dziiing...

"Non, ono opo?"

Gue menggeleng, "Cuma pusing" dan menatap Aini. "Aini kenapa?"

Aini menggeleng pelan, "Enggak, kok, kak. Maafin Aini ya"

Gue mengernyit, "Kok minta maaf?" tanya gue bingung

"Gara-gara Aini ngerengek, kak Koci jadi kebangun. Aini berisik"

Seketika ia menunduk. Oh my God, gadis kecil ini sangat manis. Gue tersenyum ketika menoleh pada mbok Sum dan menarik Aini mendekat dan segera memeluknya.

The Journey ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang