[17] Insiden di Perempatan

360 46 2
                                    

“Shaka,” gue menoleh.

“Tolong dong, ini gimana ya?” Indah menunjuk mesin garapannya. Kalian bisa nebak kan kalau gue lagi ada dibengkel sekolah. Sekarang kelas gue lagi praktek benerin mesin nih.

“Coba gue liat,” gue mengecek satu persatu bagian-bagian yang gue rasa penting.

“Ambilin kunci pas di deket meja itu,” tunjuk gue kepada meja yang berada tak jauh dari gue. Sedangkan arah pandangan gue masih terfokus dengan benda beroli dihadapan gue ini.

Gue menerima kunci pas yang diambil Indah tadi lalu mulai memperbaiki apa yang salah. Mulai dari kurang kencengnya baut, mour, kurangnya oli dan lain-lain.

“Nah, sekarang udah bener.” Kata gue sambil berdiri dari jongkok. Mengambil lap dan membersihkan tangan gue yang kotor.

“Makasih,” dia tersenyum manis yang dibalas gue dengan senyuman juga.

“Gimana? Sudah jadi semua? Kalo sudah jadi akan bapak nilai per individu.” Kata guru mapel produktif gue ini. Kemudian beliau keliling menilai hasil kerjaan kami.

🔧🔧🔧

“Shaka,” Indah melambaikan tangannya kearah gue yang gue balas dengan lambaian tangan dan sebuah senyuman juga.

Indah berlari menghampiri gue. “ Lo mau pulang?” Tanyanya setelah dihadapan gue.

“Ho’oh.” Kata gue sambil memakai helm.

“Lo ada acara gak?”

Gue menggeleng. “Gak tuh.”

“Kalo gue traktir lo makan ketoprak mau?” Mata gue langsung melek mendengar ajakan menggiurkan dari Indah. Gue emang gitu. Lebih suka gratisan daripada gratisin.

Kepala gue lalu mengangguk.

Gue langsung memboncengkan Indah dengan segera menuju ketoprak langganan gue. Lumayan nih, disaat perut lagi kosong, eh ada rejeki nomplok ditraktir.

Gue duduk dikursi sedangkan Indah memesan ketoprak kepada Pak Yanto. Kemudian Indah duduk disebelah gue.

“Eh, ada apa nih? Tumben lo traktir gue?” Gue liat wajah Indah yang memerah. Kenapa nih bocah? Kena cacar?

“Anggap aja sebagai ucapan terima kasih gue tadi karena udah nolong gue dibengkel,” jawabnya. Gue jadi teringat dimana Indah meminta bantuan gue tadi.

“Cuma gitu doang mah kecil,” ucap gue remeh. Sekali-kali belagu gak papa kan ya?

“Kalo gak dibantu lo, gue gak yakin dapet nilai bagus tadi.” Timpalnya. Gue hanya mengangguk sambil menyantap ketoprak yang sudah tersaji. Gue juga gak tau sih kalau mesin garapan tadi bakal dinilai. Pak guru ngasih tau nya dadakan sih. Kalau dari awal ngasih tau kan bisa gue perbagus tuh biar dapet nilai plus.

“Udah?” Tanya gue setelah dirasa cukup kami berada disini. Indah mengangguk.

Gue menstarter Amad lalu melajukannya dengan kecepatan normal. Jalanan gak rame gak juga sepi. Ya pokoknya gitu deh kondisi jalanan yang gue lalui sekarang.

Ketika di perempatan gue menyalakan lampu sein ke kanan karena gue mau belok kanan. Ya masa iya mau sein ke kiri beloknya ke kanan. Kan bangke kalo kayak gitu. Nipu orang yang ada di depan atau belakangnya.

Namun kayaknya gue lagi gak beruntung. Tiba-tiba gue disalip dari sebelah kanan yang membuat gue dan Amad sontak terdorong dan jatuh ke tengah jalan.

Gak paham bisa bagaimana tiba-tiba lengan kanan gue gak sengaja terlindas pengendara lain yang lewat. Sedangkan kaki kanan gue tertimpa badan Amad. Berat juga lo, Mad. Duh, malangnya nasib gue.

Loving TechniqueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang