TENTANG KITA DAN RINAI HUJAN @CAHYATICHA

116 8 9
                                    

NAMA: Cahyati Ica

JUDUL: Tentang Kita dan Rinai Hujan

SONGFICT: Hujan~Utopia

***

Kau tahu, sebelum muncul pelangi ada apa? Ya, hujan. Kau juga harus tahu, bahwa hujan adalah belahan jiwa keduaku. Aneh ya, tetapi percayalah. Saat kau berlari, menari dan tertawa di bawah air hujan, sungguh semua beban dalam hidupmu akan lenyap seketika. Bulir-bulir air hujan pelan akan membuat bibirmu melengkung indah, lalu pelangi akan tersedia untuk membuatmu terpukau. Sungguh bahagia itu sederhana, tidaklah harus dengan pacar.

"Aaaaa!" Aku menjerit sekencang mungkin, gemas! Bagaimana tidak, coba saja kau bayangkan. Saat sedang asyik melamun di bangku taman, tertiba seseorang memecahkan balon berisi air tepat di hadapanmu, di depan wajahmu. Basah? Tentu, sangat tidak sopan!

"Hahahaha." Di hadapanku orang yang sangat kubenci terbahak puas. Drian. Ya, siswa laki-laki itu tak pernah bosan untuk membuatku menjerit kesal setiap harinya.

Dua hari lalu dia memasukkan laba-laba ke dalam tasku, kemarin saat aku tertidur di kelas, Drian leluasa memotret wajahku tanpa izin. Dan hari ini ... arrghhh, sungguh rasanya ingin kumusnahkan sosok laki-laki itu.

"DRIAN!!!" Lagi-lagi aku berteriak.

Dengan lincah laki-laki itu berlari secepat kilat, membuatku yang susah payah mengejar dalam kondisi basah kuyup kalah cepat. Sialan!

Cinta? 17 tahun tak pernah ingin aku mengenal rasa cinta. Inilah alasannya. Satu laki-laki saja kelakuannya sudah seperti anak preman, jahil, bandel, dan nakal. Bagaimana dengan yang lain? Semua laki-laki itu sama, munafik. Perkataan dan perbuatan tak pernah sama, bisanya hanya menipu. Seperti Ayah. Laki-laki itu mengkhianati Bunda, dia membawa perempuan lain ke dalam rumah tepat di depan mataku. Kurang cukup? Itu sudah menjadi bukti kuat bahwa semua laki-laki itu sama.

"Ica!"

Aku menghentikan langkah, terus menggerutu mengungkapkan kekesalan terhadap makhluk biadab itu.

"Kenapa lo?" tanya Tisa, sahabatku. "Kok basah kuyup?" lanjutnya heran.

Aku diam, napasku memburu kesal.

"Hmm ... pasti ini perbuatan si Drian 'kan?"

Aku menatapnya sengit, berani sekali dia menyebut nama itu di hadapanku.

"Sialan tuh cowok! Maunya apa sih? Gak bosen nyari masalah mulu sama gue, bikin gue eneg aja kalo ke sekolah," cerocosku tanpa jeda. "Lo lihat nih, ini perbuatan makhluk biadab itu. Apa tujuannya coba? Pengen bikin gue malu depan lo semua, sialan!"

"Sabar lah, Ca! Mungkin aja dia cuma iseng." Tisa mengelus pundakku.

"Iseng, lo bilang cuma iseng? Eh, Tis. Lo tahu kan gimana setiap harinya dia bikin gue kesal, gue yang selalu dijahilin habis-habisan sama si Drian. Padahal salah gue apa coba?" ketusku.

Tisa diam. Tertiba aku melihatnya, makhluk biadab itu tengah bersandar santai di tembok beberapa langkah dariku, sialnya dia menatapku dengan tatapan seolah menertawakan. Aku setengah mengentakkan kaki ke lantai, berjalan dengan emosi yang membara. Kedua tangan mengepal bulat, siap siaga jika sewaktu-waktu ada hal yang harus diberi pelajaran.

"Maksud lo tadi apa hah? Maen nyiram gue pake air!" Tanganku memukul tembok sekuat tenaga, dua mataku begitu tajam menatap wajah Drian yang terlihat santai dan menahan tawa.

"Lo ada dendam sama gue? Gak 'kan? Lalu maksud lo selama ini jadiin gue bahan kejahilan lo apa?" Nada suaraku semakin meninggi, beriring dengan sesuatu yang mulai menjalar panas ke seluruh area wajah. Sudut mataku menangkap banyak siswa-siswi berkerumun untuk melihatku. Sial.

CERITA SAHABATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang