[5] toa

31 9 2
                                    

Sepertinya aku sudah mulai hafal kebiasaan dari kaka kelasku yang hobinya caper itu. NIH.

1. Main basket setiap pulang sekolah (selalu gak pernah engga, kecuali ujan doang).

2. Pulang jam 5 padahal kelas 12 udah ga diwajib-in kegiatan ekskul dan gak ada kegiatan pdm di sekolah.

3. Suka mukul temennya tiba-tiba.

4. Kalo ngomong atau ketawa kenceng banget biar seIndonesia Raya bisa denger mungkin.

5. Pergi ke kantin 3-4 kali dalam waktu istirahat yang cuman 20 menit.

6. Pake jaket item pas pulang sekolah yang cuacanya lagi panash (gak cuman kaus doang ternyata yang item).

Udah segitu aja yang aku tahu selama kurang lebih satu tahun aku melihat tingkahnya.

Untuk poin nomer 4 itu adalah yang paling, paling bikin kesel. Nih ya, dia itu ngomong sama orang yang di depan mukanya, tapi kayak ngomomg buat orang sekampung. Kencheng banged.

Waktu itu aku, Naya, Galih, Fadli dan beberapa teman-temanku yang lainnya lagi duduk di bangku depan kelas, karena pada saat itu sedang freeclass. Dan entah mungkin kebetulan atau tidak, kelas Wira yang berada di sebrang kelasku juga sedang tidak ada guru. Dan aku melihat dia sedang bersama 3 orang temannya sambil tertawa-tawa.

"Lo maen cemen banget sih kemaren, baru bentaran udah capek. Kalah sama Galih yang badannya gede," Kata Wira pada salah satu temannya yang sedang main hp.

Suara dia begitu menggelegar di kuping ku dan mungkin teman-temanku juga. Bayangin aja, suasananya sedang sepi dan dia berbicara dari sebrang sana dan terdengar begitu jelas.

Toa banget sih anjir.

Aku memutar bola mata malas sambil mengusap kedua kupingku.

"Yang sabar ya kuping, Wira emang begitu orangnya." Kataku berbicara sendiri.

Dan tak lama, aku melihat Wira berjalan kearahku, lebih tepatnya ke arah Galih dan Fadli yang duduk di sampingku.

"Oi, ntar sore maen bultang lagi kuy."

Akhir-akhir ini saat pelajaran matematika, aku selalu nendengar kalau Paksur suka sekali tanding bulu tangkis dengan Wira, Galih, Fadli dan beberapa anak paskibra setelah pulang sekolah.

"Lah kuy lah," kata Galih menerima ajakan Wira.

"Ehh ada lala."

Wira lalu duduk di sampingku setelah dia menggeser Galih yang saat itu posisinya di tempat dia sekarang.

"Mau ikut main bultang gak?"

"Hah? Engga kak."

Kenapa jadi tiba-tiba dia mengajakku bermain bultang juga?

"Yahh, kalo gitu temenin gue aja mau gak? Biar lo menjadi saksi kemenangan gue melawan bocah-bocah ini." Katanya sambil menunjuk Galih dan Fadli secara bergantian.

"Anjir lo, mending gue masuk dari pada liatin orang lagi bucin." Galih lalu mengajak Fadli dan juga Naya untuk masuk ke kelas.

Tapi aku menahan tangan Naya agar tetap bersamaku.

"Disini aja Nay."

"Ehh kayaknya lo masuk aja deh, daripada lo jadi nyamuk kan?"

Wira syalan.

Aku menatap Naya dengan tampang yang sangat memelas.

"Hmm, gue masuk aja ya shil, males banget gitu gue jadi nyamuk." Bisik Naya dengan senyum miring di wajahnya. Dan dia langsung ngacir ke kelas.

Tadinya aku pengen nyusul Naya ke kelas, tapi lagi-lagi si capung narik ujung lengan seragamku. Dan aku hanya bisa menarik nafas berat.

"Kak, kan lo udah kelas 12 nih, mendingan sekarang lo ke kelas deh, belajar. Biar bisa masuk ptn. Daripada di sini kan? Ga guna juga."

"Udah ngomongnya?"

Anj.

"Kelas gue panas. Disini enak ada yang adem-adem."

Dia bertingkah seolah sedang kepanasan.

"Adem dipandang."

"Apa?"

"Gak, untung budeg." Ujarnya sambil cengengesan.

I know, i know i'm beautiful hahaha. Gigi Hadid aja kalah.

"Lagi pelajaran apa?"

"Bu Cantika."

"Bahasa Indonesia?"

Aku menganggukkan kepala.

"Yang kalo ngajar ngomong mulu kan?"

Aku menganggukkan kepala lagi.

"Tau gak sih? Gue pernah ngitung dia pas lagi ngomong dari awal ampe selesai. Tau gak berapa lama?"

Aku sama sekali tidak berniat untuk menjawab pertanyaannya dengan suaraku. Dan aku hanya menggelengkan kepala.

"Lo sariawan? Dari tadi gue nanya cuman ngangguk sama geleng doang."

"Berapa menit?"

"Nahh gitu dong. 20 menit 47 detik. Dan itu bener-bener ga ada jedanya."

Aku yang kaget langsung tertawa. Pasalnya Bu Cantika memang terkenal dengan omongannya yang begitu lama saat mengajar dan kasihannya jarang ada yang menyimak. Dan tidak heran aku kaget ternyata dia bisa selama itu berbicara tanpa henti di depan kelas.

Dan tanpa aku sadari, Wira terus menatapku tanpa kedip saat aku tertawa.

"Kedip woi." Itu teriakan Galih dari jendela di belakangku.

Aku langsung menuju ke sumber suara, dan ternyata semua teman sekelasku sedang mengintip juga dari jendela. Pantas saja tadi kelas tiba-tiba sepi.

"Cieee Ashilla." Ledek mereka serentak.

***

Galih bocah ganggu dasar.

Oiyaa, cerita ini slow update b-g-t soalnya kadang suka males mikir buat setiap adegannya. Mls banged. Lebih suka baca cerita orang daripada nulis cerita sendiri heheh. Bikauzz gaya bahasa aku masih basic banget. Dan aku coba buat gaya bahasa yang gak bikin bosen pada saat oranv-orang baca cerita aku ini.

Soalnya aku sendiri kalo baca wp, pasti yang aku perhatiin itu yang pertama karakter tokoh dan yang kedua gaya bahasa. Karena gaya bahasa itu penting banget tauuu bisa bikin aku stop baca cerita itu kalo gaya bahasanya ngebosenin.

Udahlah ngomong mulu kayak Bu Cantika hahahahhah. Btw Bu Cantika, she is real gayss. Kebayang gak tuh klo punya guru kayak gitu?

Udh ah. Bye.

JGN LUPA VOTE !!!!!

Hello, Wira!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang