[6] aduh kasihan

72 9 0
                                    

Setelah dicengcengin abis-abisan satu kelas, dan kupingku panas ditanyain ini-itu, lebih baik tidur. Karena kebetulan pelajaran kosong Bu Cantika itu jam terakhir. Jadi, nanti bangunnya pas udah bel pulang aja.

Kedua tangan kujadikan bantalan sambil menghadap ke arah kanan. Kini tempat dudukku sedang tidak mepet dengan tembok, jadi wajahku otomatis langsung mengarah ke meja guru. Ya pokonya posisinya seperti itu deh.

Suara Teddy Adhitya yang menyanyikan lagu Why Would I Be  mengalun lembut di kedua telingaku yang terpasang earphone.

15 menit sudah aku memejamkan mata, aku merasakan seperti ada angin menerpa wajahku pelan.

Aku berusaha untuk mengabaikannya. Tapi penasaran juga. Angin dari luar tidak mungkin, karena jendela kelasku tidak pernah dibuka sebab ada Acnya.

Perlahan aku membuka mataku dan....

Mukanya Wira udah ada dua jengkal di depan mukaku dengan posisi tidur yang sama sepertiku. Dan aku refleks langsung menegakkan badan.

"Selamat pagi," ucapnya masih tetap di posisinya tadi.

"Kak, lo ngapain sih? Dari kapan lo disini?"

"Hmm, Dari, dari matamu matamu ku mulai jatuh cinta."

"Ihh serius."

"Mau diseriusin?" Tanyanya sambil menaik turunkan alis.

Bertepatan dengan itu, bel pulang berbunyi. Dan aku yang sudah malas menanggapi Wira langsung membereskan barang-barang yang berantakan di meja.

Ii kemana? Sepertinya dia tadi diusir sama Wira. Karena tadi sebelum aku tidur, dia udah tidur duluan. Dan sekarang tersisa tas dan meja yang sudah rapi.

"Ehh lo marah? Gue dari 15 menit yang lalu kok di sini."

"Berarti pas gua baru banget tidur dong?"

"Yap, you are right."

Dan selama 15 menit itu juga dia meniup-niupi wajahku. Dan aku gak nyadar sama sekali.

"Ashilla gue duluan ya, mau liatin Daffa main futsal duls. Bye." Ii masuk ke kelas dan mengambil tasnya.

"Ikut i," aku buru-buru menggendong tasku juga.

Ii keluar dan dibarengi dengan teman-temanku yang lain yang juga ingin pulang.

Tapi orang di sebelahku ini pasti tidak akan membiarkan ku pergi begitu saja. Dia lagi-lagi menarik ujung  lengan seragamku membawaku ke luar kelas, dan berhenti tepat di depan kelasnya.

"Gue kayak anak ayam anjir."

"Emang iya."

"Kok ngeselin ya?"

Dia cengengesan doang gays.

"Lo tunggu sini. Gue mau ambil tas dulu."

"Ehh mau ngapain?"

"Udah, ayo balik." Dia lalu menyampirkan tasnya di sebelah kiri.

"Hah?"

"Ayo balik."

"Gak. Gue mau nyusul ii."

Dan pada saat itu juga aku langsung lari meninggalkan Wira yang berdiri di depan kelasnya. Bodo amatan si Wira itu terus meneriakkan namaku agar aku pulang bersamanya.

Hello, Wira!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang