[9] random conversation

18 8 0
                                    

Wira Adhitama

Ntar pas bel jangan pulang dulu ya.

Aku mencebikkan mulut saat melihat notifikasi itu masuk ke handphoneku. Tadi saat Bu Layla sedang menjelaskan rata-rata nilai rapot agar bisa lolos SNMPTN, handphone yang aku letakkan di atas meja bergetar.

Aku memilih tidak membalas ataupun membacanya. Aku masih kesal kalau teringat kejadian di kantin. Bisa-bisa para kakak kelas itu kembali mengejekku lagi.

Kringg...
Seluruh pelajaran hari ini telah selesai, sampai jumpa besok pagi, dengan semangat belajar baru.

"Oke anak-anak, bereskan buku kalian. Ayo ketua kelas siapkan."

"Get ready, before we go home let's pray together. Pray begin.... finish. Say thank you to our teacher."

"Thank you Mam, and good afternoon."

"Good afternoon. Kalau ada yang mau konsultasi lagi soal jurusan, langsung ke BK aja yah."

Satu persatu teman-temanku meninggalkan kelas untuk pulang kerumah masing-masing. Termasuk aku dan Ii yang langsung ke bawah untuk menunggu Grab di gazebo.

"Lo mau masuk jurusan apa Shil?"

"Kayaknya gue pengen Sosiologi aja deh."

"Lah katanya mau ngambil Sastra Indonesia?"

"Ga jadi, nilai B.indo gue aja kecil. Bu Cantika ngasih nilai pelit banget anjir. Nilai gue di rapot 80 81 doang. Segitu-gitu aja."

"GUE JUGA DONGG. SAMA KITA."

"Ihh lo mah masih kebiasaan aja sih."

"Ya maap."

"Lo jurusan apa I?"

"Hmm, gue sih dari dulu pengennya Psikologi."

"Ohh."

"Anjir ohh doang."

Aku hanya nyengir sambil memesan Grabike.

"Grab gue udah nyampe Shil, babayy."

"Lo kapan mesennya anjir?"

"Tadi pas di kelas heheh. Cepetan ege mesen. Gue duluan yaa."

"Yaudah sana gih."

Belum sempat aku menekan tombol book, seseorang menarik tas ku yang menyebabkanku sedikit terhuyung kebelakang.

"Lo kok udah mau pulang aja sih? Ga baca line dari gue?"

Ya siapa lagi yang hobinya narik-narik orang kalo bukan Wira?

"Cek aja line lo, ada tanda read gak?"

Dia lalu melihat handpone yang ada di saku bajunya.

"Engga ada. Tapi pasti lo udah baca dari notifikasinya."

Aku hanya menatapnya datar.

"Ngomongnya jangan di sini kek, di kantin aja yuk. Gue jajanin seblak deh."

Tanpa aba-aba dia langsung menarik tanganku lagi, dan aku melihat bermacam tatapan dari para kaka kelas mau pun adek kelas yang tadi aku lewati. Dari tatapan meledek, sampai tatapan kaget.

Sesampainya di kantin yang masih ramai, aku langsung menepis tangan Wira.

"Kak lo kebiasaan banget sih narik-narik gue terus!!"

"Ya karena gue yakin lo gak bakal mau gue ajak ke kantin. Yaudah langsung gue tarik aja." Tuturnya sambil berjalan ke salah satu meja yang masih kosong. Lalu dia menepuk-nepuk bangku sebelahnya tempat dia duduk sekarang.

Dan entah dorongan dari mana, aku langsung menuruti isyarat itu.

"Kenapa? Jangan lama-lama gue mau pulang."

"Bentar. Gue mau mesen seblak dulu." Dia langsung berjalan begitu saja ke Ibu penjual seblak yang terletak di pojokan kantin.

Setelah 10 menit, Wira berjalan ke mejaku dengan baju seragam yang entah sejak kapan berubah menjadi kaus berwarna hijau army.

"Nih," katanya saat meletakkan seblak di depanku.

"Makasih." Dengan senang hati aku menerima seblak yang di belikan Wira. Siapa juga yang mau nolak? Apalagi aku juga sudah mulai lapar lagi.

"Yaelah temen-temen kampret. Dianya udah cuek, jadi tambah cuek lagi kan."

Aku mendengar Wira bermonolog dengan suara yang pelan, namun aku masih bisa mendengarnya. Sepertinya dia juga sadar kalau aku jadi tambah cuek akibat teman-temanya itu.

"Kenapa?"

"Hah? Engga. Oiya, gue mau tanya sama lo."

"Apaan?"

"Gue mirip sama Iqbaal gak sih?"

"Iqbaal yang gendut, yang anak paskib?"

"Kok dia sih? Bukan La. Iqbaal Dilan."

"Ohhhh."

Aku lalu membuka handphoneku dan langsung mengecek galeri untuk mencari foto Iqbaal.

"Hp lo sini deh kak."

"Buat apaan?"

Lalu aku langsung mengambil paksa handphonenya yang ada di tangannya. Dan langsung membuka aplikasi kamera.

"Pose apa kek lo kak, mau gue foto nih."

Dia lalu berpose sambil tersenyum dengan membentuk jari-jari sebelah kanan menjadi angka dua.

"Udah. Nih coba liat."

Aku memberi hasil fotonya tadi dan membandingkan dengan foto Iqbaal yang juga memakai seragam putih abu-abu.

"Anjir 11-12 lah gue sama dia."

"11-12juta kali."

"Jahat banget sih lo La."

"Ya lagian lo nanyanya kayak minta dihina. Kalo lo nanya, lo mirip sama Bowo tik-tok apa engga. Baru gue jawab 100% mirip."

Tanpa aku duga dia langsung menguncang-guncangkan kedua bahuku pelan.

"Sumpah La, gue gemes sama lo. Pengen gue culik beneran."

Aku langsung menepis kedua tangannya. Karena aku melihat beberapa orang sedang memperhatikan aku dan Wira.

"Ihh apaansi. Sini lo gue culik, terus gue suruh lo ngamen di lampu merah. Mau?" Ucapku sambil memelototkan mata.

"Galak banget sih. Udah cocok jadi pemeran bawang merah tuh."

"Lo kurcacinya."

"Emang di cerita bawang merah, bawang putih ada kurcacinya ya?"

Ohh iya ya

"Salah cerita dongdong." Lanjutnya sambil tertawa.

"Gue tuh cocoknya jadi pemeran putri salju, terus yang jadi pangerannya Kak..." kataku sengaja sambil menggantungkan kalimat.

"Kak siapa?" Tanya Wira penasaran.

"Hmm, ada deh pokoknya, cakep, tinggi, putih. Perfect deh pokoknya."

"Ohhh. Jadi malu gue La. Gausah muji-muji gitu dong."

"Dihh."

"Gue tau sebenernya gue itu emang mirip Iqbaal."

"Apaasnih anjir, ini lagi ngomongin snow white. Kenapa jadi ke Iqbaal lagi sih? Gajelas jadi orang." Aku yang kesal langsung berdiri dan pergi dari kantin setelah menghabiskan seblakku.

"Makasih kak seblaknya. Besok beliin gue lagi ya." Teriakku saat sudah di depan Lab Fisika.

Dan dia hanya menatapku dengan wajah datar.

***

Udah ah, capek.

Bayyy.

Janganlupavote.

Hello, Wira!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang