DREAM [20]

62 7 0
                                    

that he's never gonna love you like we do
but please he's never gonna find no one like you
-♡-
selamat membaca!
dibaca pelan pelan ya:)
jan lupa bintang kiri bawahnya juga🌻
-♡-

"Gue cuma mau lo pandang beda!"

Langkah Alexa terhenti mendengar penuturan Rafa. Tubuh Alexa otomatis berbalik menghadap Rafa.

Alexa terkekeh hambar,
"Beda gimana? Lo bukan anak berkebutuhan khusus kan?" ucapnya sedikit sarkas.

"Sampai kapan lo mau membohongi diri lo sendiri?" ucap Rafa sambil menghampiri Alexa.

Tubuh Alexa terkunci. Ia membiarkan Rafa menghampirinya sampai bau khasnya tercium.

"Lo nyuruh gue buat bantu lo ngelupain Devin kan? Sekarang lo perlahan lupa sama dia. Sekarang lo mau lupain gue juga?"

"Gue gabisa lupa sama dia!"

"Tapi lo udah lupa sama dia, Xa!"

Tanpa sadar Rafa sudah tidak memanggilnya dengan panggilan Al lagi. Dan ini kali pertamanya lagi Alexa mendapat nada tinggu dari seorang laki-laki.

"Stop! Lo gatau apa-apa gausah ikut campur!" ucap Alexa lalu melangkah pergi.

"Gue gatau karena lo gak cerita! Lo bohong sama diri lo sendiri, mau sampai kapan?!" teriak Rafa.

Langkah Alexa tidak terhenti namun ia menahan laju air matanya. Ia mengusap air matanya kasar.
"Air mata sialan!"

-♡-

Hari Rabu, Bulan November, Minggu kedua. Malam itu keluarga Alexa sibuk membicarakan semua hal. Namun ada satu hal yang tidak terlihat.

Steven yang menyadari hal itu langsung pamit ke atas untuk mencari Alexa tak tidak terlihat saat makan malam.

Steven sampai di depan pintu kamar Alexa. Pintu kamar itu masih ada tempelan kayu bergambar inisial A dan sepatu balerina. Betapa feminimnya Alexa kala itu.

Steven mengetuk pintu itu pelan. Sejenak menunggu jawaban, namun tak kunjung mendapatkannya. Steven menyentuh knop pintu dengan ragu-ragu. Steven tau Alexa paling tidak suka ada orang yang membuka pintu kamarnya sembarangan.

Eh, tapi dia tadi kan sudah mengetuknya?

Steven memutuskan untuk membuka pintu kamar Alexa dan tidak menemukan seseorang yang ia cari. Ia bahkan tidak menemukan tas hitam kesayangan Alexa di sebelah meja belajarnya.

Steven berlari turun dan melewati meja makan sehingga menimbulkan tanda tanya besar oleh keluarganya. Gaby memutuskan untuk menyusul Steven dengan langkah cepat.

Steven membuka pintu ruang olahraga yang berisi alat-alat gym yang biasa digunakan keluarganya ketika hari Minggu atau ketika mereka ingin.

Steven menghampiri pintu kecil disana. Ruangan itu berisi samsak yang lumayan besar, biasanya digunakan Nathan untuk melampiaskan kemarahannya. Tidak ada suara dari dalam, namun Steven yakin ada seseorang disana.

Seseorang yang melampiaskan kemarahannya.

Seseorang yang menunduk dalam diam setelahnya.

DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang