Jimin punya banyak cara untuk menghindar dari Taehyung yang tak pernah putus asa membujuknya agar mau datang ke bar. Jimin sudah bilang berkali-kali kalau bar dan keberadaannya itu sangat bertolak belakang, seperti air dan minyak. Namun lelaki setengah waras bernama Taehyung tak kenal kata menyerah dalam kamus hidupnya, Jimin menemukan sesuatu yang sia-sia tiap kali menolak ajakan Taehyung ke bar.
"Ayolah, Jim. Sekali saja." Taehyung dengan kalimat bujukan serta gestur tubuh memohon agar dikabulkan keinginannya.
Jimin melempari Taehyung dengan kacang almond. Enak saja datang ke rumah minta makan lalu sekonyong-konyong mengajak anak orang ke dunia gelap begitu, untung dia ini mengantongi banyak-banyak rasa sabar. "Kau lebih baik pergi saja deh, daripada merengek-rengek begini. Jijik, tahu!"
Mata Taehyung membulat tidak terima. Ia beranjak menaiki ranjang untuk menghampiri Jimin yang sedang asyik mengunyah kacang. Merebut satu kemasan kacang almond dengan paduan mentega yang belum dibuka bungkusnya dari atas bantal pangkuan Jimin sebelum melanjutkan aksi menghasut lagi. Hampir empat tahun menjadi teman seorang Jimin yang baik hati, lugu, dan membosankan sebenarnya sudah membuat Taehyung tahu kalau Jimin serta pendirian lelaki itu tak akan pernah terlepas begitu saja. Namun apa salahnya mencoba, 'kan?
"Tae, aku sudah bilang berulang-ulang, aku memang tidak memilih-milih kalau berteman. Mau kau suka minum, mau kau anak nakal dan suka menumpang makan sekalipun, aku tidak peduli dan akan tetap kutemani. Tetapi kumohon jangan seret aku masuk ke dalam hidupmu." Jimin ucap itu dengan lugas sekali tarikan napas agar Taehyung paham bahwa asas yang dia junjung sejak dahulu akan tetap sama.
Taehyung membuka kemasan kacang dengan wajah menunduk sembari bersuara, "Aku cuma ingin orang-orang di luar sana tidak meremehkanmu, tahu. Kau ini anak cerdas, tetapi karena kau kaku dan sulit diajak melakukan sesuatu, mereka jadi menjauhimu."
"Aku tidak peduli. Kau dan Rosé saja sudah cukup bagiku."
"Mana bisa begitu?" Taehyung membulatkan mata, masih dengan wajah menunduk. "Kau butuh banyak teman agar hidup tenang di dunia ini."
Satu alis Jimin terangkat. Telapak tangan kanannya tergerak untuk menyiapkan tiga biji kacang agar segera dapat dia telan bersamaan dengan rasa kesalnya pada Taehyung yang memuncak.
Taehyung memberengut, sudah kesekian kali dicuaikan begini oleh Jimin tapi kenapa pula ia masih belum merasa jera? Ia sendiri tidak tahu alasannya kenapa.
"Aku sungguhan hanya membutuhkan kalian berdua sebagai teman terdekat." Jimin buka suara selepas lama terdiam dengan gerakan geraham mengunyah tiga biji kacang almond. "Mencari-cari orang yang bisa mengertiku itu rumit, butuh banyak waktu dan kejelian untuk menyeleksi satu per satu. Kalau di sini sudah ada kalian yang mau mengerti bagaimana aku, lantas untuk apalagi aku mencari yang baru?" Sebuah senyum terbit dari bibir Jimin sesudah itu.
Jimin dengar Taehyung berdecak. Disusul pula dengan cibiran, "Hanya dua orang manusia seperti kami tidak akan membuatmu sukses. Kau memerlukan banyak teman."
"Iya, aku tahu," sahut Jimin, "kalau hanya teman untuk formalitas belaka, aku punya banyak. Lebih dari dua puluh. Satu kampus saja hampir mayoritas kenal aku, jadi kuharap kau tidak lagi khawatir soal itu."
Netra Taehyung berotasi malas. "Mereka hanya mengenalmu, tidak dekat dan berusaha menyapamu. Sama saja bohong kalau begitu."
Suara tawa Jimin mengundang Taehyung untuk mengangkat pandangan. Melihat Jimin yang seakan baru saja tergelitik oleh sebuah lelucon membuat Taehyung bertanya-tanya di bagian mana dalam kalimatnya yang mengandung gurauan? Beri tahu Taehyung, tidak ada, 'kan?

KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] BREATH
Mystery / ThrillerTERBIT Baru-baru ini Jimin selalu mendapati kejanggalan ketika setiap kali lampu rumah mengalami korsleting. Mulai dari ditemukannya surat kaleng dengan tulisan acak-acakan sampai tergeletaknya sebuah kotak aneh berisi bunga baby breath. Jimin yang...