Breath | 2

614 79 25
                                    

"Akhir-akhir ini, aku sering mendapat teror."

Rosé ambil respons lebih dahulu dibanding Taehyung yang hanya beri kibasan tangan sebagai simbol bahwa laki-laki itu tidak begitu percaya pada cerita singkat Jimin.

"Teror yang bagaimana?" tanya Rosé.

Alih-alih menghidangkan Rosé sebuah jawaban yang dapat sedikit menguras kuriositas wanita berambut panjang itu, Jimin malah bangkit dari karpet untuk sejenak pamit undur diri.

Teror yang Jimin ceritakan secara singkat pada dua temannya itu benar-benar terjadi. Memang di awal, reaksi Jimin tentang hal semacam ini hanya berakhir dengan putaran bola mata malas dan serentetan kalimat penyangkalan bahwa teror aneh di zaman modern akan terasa ganjil. Namun Jimin sudah tiga kali mengalami kejadian serupa, tentu pola pikir Jimin yang pintar tak dapat dibodohi bentuk-bentuk penyangkalan lain lagi dengan mudah. Jimin pun mulai percaya.

Jimin datang membawa sebuah botol yang di dalamnya terdapat gulungan kertas. Di sekeliling botol tersebut terdapat lumut-lumut kecil, kaca botolnya juga tidak terlalu jernih; sedikit kusam dan tampak lembap. Jimin tidak mau banyak menduga-duga, sebab dia hanya punya botol dan sepucuk warkat misterius ini sebagai cena.

Jimin sodorkan botol tersebut pada Rosé yang sudah siap dengan telapak tangan kanan menadah. "Coba baca saja. Baca di dalam hati supaya Taehyung tidak ketakutan."

Labium Taehyung terbuka membentuk bulatan, lagaknya ia tampak tak satu pemikiran dengan perkataan Jimin.

Rosé melihat gelagat Taehyung yang hendak memberi Jimin berbagai perkataan kasar, tetapi jangan harap Taehyung berhasil untuk kali ini. Ia menjulurkan tangan yang lain untuk segera membekap mulut Taehyung, lalu diimbuhi dengan peringatan diiringi gertakan, "Awas saja sampai kalian bertengkar lagi. Aku akan pergi dari sini kalau kalian masih sama-sama bertingkah kekanakan begini." Tangan Rosé yang lain mengguncang botol kaca tanpa tutup bekas minuman keras berbau apak hingga mulut botol tersebut memuntahkan gulungan kertas.

Taehyung susah payah singkirkan telapak tangan Rosé dari bibir. Rosé tidak memberontak karena barangkali wanita itu juga merasa kesulitan membuka gulungan plano kekuningan kepunyaan Jimin. Taehyung persingkat distansi yang jadi sekat kecil di antara posisi duduknya dengan Rosé supaya dapat ikut membaca gulungan itu juga.

Pertama kali yang terpampang jelas di hadapan Rosé serta Taehyung bukan apa isi dari tulisan acak-acakan tersebut, tetapi tampilan serta jenis tinta apa yang digunakan oleh si pengirim misterius itu. Baik Rosé maupun Taehyung memang bukan orang yang punya nyali mudah ciut seperti balon yang ditusuk sedikit langsung kempis. Namun kalau dihadapkan langsung dengan teror macam-macam begini, siapa pula yang tidak bergidik ngeri?

Sebelum benar-benar membaca untaian aksara pembentuk kata pada lembar di depan mereka, meneliti serta merisik segenggam informasi perihal dari apa atau cairan bernama apa yang digunakan oleh si pengirim adalah aksi perdana mereka berdua. Ujung jemari telunjuk Rosé menggesek tinta kering penyusun salah satu huruf pada surat tersebut. Rosé dekatkan indra penghidu miliknya untuk cium setitik aroma yang mungkin saja berhasil melekat samar pada ujung jemari telunjuk tadi.

"Kenapa, Rosé?" Jimin sajikan sebuah tanya untuk mengacar tanggapan dari Rosé.

Rosé melirik Jimin dan Taehyung bergiliran. Tepat saat kedip pelupuk matanya menjatuhkan atensi penuh pada wajah Jimin yang dihiasi sejumput bulir peluh di beberapa bagian terutama dahi, Rosé lantas hela napas lumayan berat. Beberapa sekon ia biarkan hening rampas kendali di antara mereka. Degup-degup gila yang datang berbondong begini membuat Rosé ragu dapat membantu Jimin menyelesaikan semua ini nantinya.

[✓] BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang