Bolak-balik lembar buku, dari halaman satu ke halaman tiga, lalu lompat ke halaman seratus tujuh. Tidak ada yang dibaca, hanya sekadar gimik semata. Menurut Taehyung, belajar itu tidak terlalu berguna selain untuk memenuhi cangkir kepuasan kedua orang tua. Taehyung pintar membaca, pintar berhitung pula. Lantas, belajar itu untuk apa? Selama ini belajar melalui buku atau internet kan, cuma untuk mengerjakan tugas wajib yang kalau dibiarkan akan menumpuk. Sebenarnya Taehyung bisa saja berhenti pura-pura belajar dan kabur dari rumah melalui jendela kamar sekarang ini, tetapi dia masih memikirkan sang ibu. Sama seperti Jimin, ia menyayangi ibunya juga.
Earphone yang menyumpal akses pendengaran Taehyung menyenandungkan sebuah irama. Vokal yang begitu khas serta cara penyampaian tiap lirik yang terkesan mendalami segenap kalimat sampai merasuki ke titik-titik kata paling internal adalah kesukaan Taehyung.
Secarik senyum Taehyung jadi penanda bahwa fokus sudah tak lagi ada pada perasaan dongkol setengah mati karena menatap buku terus-menerus. Koklea Taehyung cepat beradaptasi bila diperdengarkan vokal Rosé ketika bernyanyi.
Benar, Taehyung senang sekali merekam suara Rosé diam-diam tatkala perempuan itu iseng bernyanyi di dekatnya. Memang tidak terlalu kedengaran, tetapi bagi Taehyung itu sudah cukup.
"Harusnya Rosé menjadi penyanyi." Taehyung mencoret sampul buku; menggambar setangkai bunga di sana. "Suaranya sopan sekali mengetuk pendengaranku. Jimin juga begitu sih, hanya saja tidak cocok, ah. Nanti kalau Jimin ikut menjadi penyanyi dan terkenal, dia pasti dengan mudah akan menendangku ketika aku minta makanan."
Jemari Taehyung goreskan ujung pensil pada sampul untuk gambar tangkai bunga yang tengah ia kerjakan.
"Kurasa aku juga berbakat jadi pelukis," gumam Taehyung sembari memuji dalam hati perihal hasil coretan main-mainnya pada sampul buku. "Ah, tapi kalau dipikir-pikir lagi, tidak terlalu berbakat. Semua murid juga pasti pernah menggambar bagian bukunya begini."
Taehyung pernah merasa rendah diri saat disejajarkan dengan Rosé dan Jimin. Mereka adalah anak baik-baik yang ditimpa kesialan karena bisa-bisanya mau memilih ia sebagai seorang teman. Mereka tahu betapa bejatnya ia. Pria suka merokok dan pergi ke bar tidak pantas dijadikan teman oleh dua anak berbakat dan pandai seperti mereka. Taehyung terus menyalahkan diri atas apa yang sekarang tengah ia jalani. Namun semakin berjalan, meniti hari-hari bersama pertanyaan yang sama dalam kepala tanpa jawaban pasti, Taehyung mulai paham mengapa ia tak lagi perlu merasa rendah diri.
Sebab, kesalahan yang ia perbuat sekarang adalah impresi terbesar daripada apa yang dahulu sempat menghantuinya selama bertahun-tahun. Bukankah kalau sekarang Taehyung menimbun dosa tidak masalah?
♛
Julukan sebagai perempuan aneh yang sangat anti pada keramaian selalu Rosé sandang ke mana-mana. Ia pernah diteriaki sombong karena tidak balas tersenyum pada segerombolan laki-laki mesum. Atau yang paling parah disebut sebagai perempuan bisu karena tak pernah mau menyahut konversasi barang sepatah kata melalui bibirnya. Rosé cuai. Tidak punya teman bukan perkara buruk, ia bisa hidup sendiri karena sejak dahulu pun kedua orang tuanya bahkan tak pernah tahu apa saja yang Rosé kehendaki dan benci. Tak pernah ada orang yang benar-benar peduli.
Hingga pada kepindahan sekolah yang entah keberapa, Rosé menemukan Jimin dan Taehyung. Dua pria berbeda sifat, bertolak belakang seperti matahari dan bulan, ibarat air dan api, laksana surga dan neraka. Mereka; dua orang aneh yang dapat membuat Rosé seketika dibuat benar-benar bungkam saat pertemuan pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] BREATH
Mistério / SuspenseTERBIT Baru-baru ini Jimin selalu mendapati kejanggalan ketika setiap kali lampu rumah mengalami korsleting. Mulai dari ditemukannya surat kaleng dengan tulisan acak-acakan sampai tergeletaknya sebuah kotak aneh berisi bunga baby breath. Jimin yang...