2. Scared to be Lonely

3 0 2
                                    

Bulan berdiam diri menatap langit senja dari balkon kamarnya. Hatinya gelisah. Awalnya ia sangat bahagia ketika mendengar  akan pindah ke kota Megapolitan ini. Bulan sudah membayangkan hal-hal menyenangkan yang akan ia lalui di Jakarta. Tapi, ekspektasinya yang terlalu tinggi  mengecewakkannya.

Bulan berbalik masuk kedalam kamarnya. Setelah puas merenung dan berdiam diri memandang langit senja Jakarta, Bulaan merebahkan badannya diatas kasur. Ia masih saja berpikir. Tiga hari di Jakarta sudah membuatnya bosan dan ingin kembali ke kampung halamannya.

Masih merenung. Bulan memejamkan matanya untuk merilekskan diri. Bulan menghirup napas panjang, masih tetap terpenjam. “aku harus semangat!” gerutunya dalam hati, menyemangati dirinya sendiri.

Kini Bulan bangkit dari kasur tempatnya merebahkan badannya. Dengan penuh semangat dan percaya diri Bulan mengatakan pada dirinya bahwa ia akan bertahan di Jakarta yang sangat keras ini. Mungkin saat ini dirinya masih sendiri tapi ia yakin suatu saat nanti ia akan memiliki teman.

Bulan mengambil ponselnya yang berada di meja rias. Tangqnnya bergerak-gerak diatas layar ponselnya. Ponselnya langsung menyala karena tidak di password. Kepala Bulan manggut-manggut karena semangatya sudah berkobar.

CEKREK!

Bulan berpose sendiri di depan layar kamera ponsel berwarna gold itu. Bisa dibayangkan, posenya saat ini dengan dua jari membentuk huruf V dan juga sedikit memanyunkan bibirnya supaya terlihat imut. Jarinya bergerak cepat untuk menuliskan sebuah caption “Jakarta sangatlah keras, aku harus semangat! Hari ini, Sabtu 12 Agustus 2018. Pukul 17.10 wib”

*****
Pelajaran Geografi sudah selesai. Bu maryam pergi meninggalkan kelas setelah mengucapkan salam dan mengakhiri pelajaran Geografi hari ini. Bulan menguap dan merentangkan tangannya kesamping, hampir mengenai Adira yang duduk disebelahnya, terlihat lesu. Bulan dan adira masih diam-diam, tidak saling bicara.

Adira berdiri dan berjalan keluar kelas. Belum sempat Bulan mengatakan tujuannya, Adira sudah melenggang pergi meninggalkannya. Bulan merengut. Menyangga pipinya dengan kedua tangannya. Entah apa yang dipikirkan Adira tentang Bulan. Sampai saat ini mereka berdua belum menjadi teman.
Bulan menengok sekelilingnya.

Kelasnya sudah sepi penghuni. Huft, ia menghela napas semakin merasa kesal. Ada apa dengan sekolah ini, sampai-sampai dirinya tidak memiliki teman. Apakah orang Jakarta bersikap seperti ini dengan orang asing sepertinya?. Bulan berpikir yang tidak-tidak. Ia memukul kepalanya sendiri. Tak mau ambil pusing lagi, Bulan melengos cepat keluar kelas sambil bergidik ngeri.

Bulan berjalan mengelilingi lorong-lorong kelas. Mengamati setiap sudut ruangan sekolah barunya, sendirian. Langkah kakinya terhenti di depan ruang seni musik. Kepalanya terlihat miring, seperti sedang memastikan sesuatu yang telah ia dengar dengan samar-samar.

Suara alunan piona mengalun snagat lembut ditelinga Bulan. Ia melangkahkan kakinya dengan sangat pelan, sampai tidak terdengar suara langkah kakinya. Bulan sudah masuk kedalam ruang seni musik, tapi tidak terlalu masuk kedalam. Hanya didalam bibir pintu ruang seni musik.

Sosok cowok berbaju seragam yang sama dengannya tengah duduk terpenjam. Jarinya memainkan setiap melody dalam piano itu. Bulan tersenyum kecil. Dalam hatinya ia berkata bahwa bukan dirinya yang sendirian di sekolah ini.

Bulan tidak berniat untuk menganggu ataupun menghampiri cowok yang sedang bermain piano itu. Ia malah berbalik dan pergi meninggalkan ruang seni musik.

*****

Assalamualaikum, tulisan aku yang aku blog tebal itu harusnya bercetak miring ya tapi aku klik gak bisa-bisa 😥 ada yang punya saran?

Oh iya jangan lupa vote dan komen ya kritik dan salam dalam penulisan ini juga sangat berarti, terimakasih ☺☺

Mond Und MarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang