Bulan tengah menyiapkan sarapan untuk ayahnya yang akan segera berangkat kerja. Ia sibuk menggoreng tempe dan ikan asin di dapur. Walaupun Bulan sudah siap dengan seragam dan tas dipunggungnya, ia masih sempat menyiapkan sarapan untuk ayahnya.
“Bapak, sarapannya Bulan taruh di dapur ya?” teriak bulan dari dalam dapurnya.
“Iya bulan, uang sakumu sudah bapak siapkan diatas kulkas.” Suara serak khas ayah bulan terdengar sampai dalam dapur. Membuat bulan langsung bergegas menuju kulkas untuk mengambil uang sakunya.
“Terimakasih pak, bulan berangkat dulu ya? Assalamualaikum.” Teriak bulan sekali lagi.
“Waalaikumsalam, Bulan hati-hati jangan lupa berdoa.”
Kini sosok seorang laki-laki berumur 47 tahun tengah berdiri di dekat pintu, yang tak lain adalah pak Hadi, ayah Bulan.
Pak hadi melambaikan tangan kearah bulan, ketika bulan tengah bersiap untuk menaiki ojek online. Bulan membalas lambaian tangan ayahnya dan tersenyum.“Ayo pak.” Ucap bulan kepada driver ojek.
Bulan terlihat sangat bersemangat untuk masuk kesekolah barunya. Ia tidak peduli apakah adira akan menyapanya atau tidak. Apakah ia akan menemukan teman baru di sekolahnya atau tidak, entahlah bulan sama sekali tidak peduli lagi. Bulan hanya peduli dengan ayahnya.
Bulan selalu teringat dengan sosok ayahnya, seorang ayah yang telah merawatnya dari kecil sampai sekarang. Ayah yang rela bekerja siang malam untuknya. Dan ayah yang selalu mengutamakan anaknya. Seperti seorang ayah pada umumnya.
****
Bulan sudah berada di dalam kelasnya. Ia duduk sama seperti yang lainnya. Mendengarkan penjelasan bu Indira yang tengah membenarkan kacamatanya saat ini.
Berbagai rumus terpampang di papan tulis. Terlihat beberapa siswa yang menguap karena lelah mendengarkan penjelasan materi rumus persamaan trigonometri. Ada juga yang masih membulatkan matanya agar bisa mentransfer penjelesan yang diberikan bu Indira kedalam mata lalu naik ke dalam otaknya.
Bulan melirik Adira yang sedari tadi mengangguk-anggukan kepala dan beberapa kali menulis rumus yang sudah ada dipapan tulis.
“Dira?” ucap Bulan lirih.
“Ya?” Adira menoleh dan meletakkan pulpen yang sedari tri digenggamanya ketengah buku.
“Kamu paham gak?” Bulan bertanya dengan sangat polos membuat adira menyipitkan matanya.
“HAHAHA, Ya enggaklah rumus begituan gue gak nggeh bul.” Adira kemudian tertawa kecil. Ia segera menutup mulutnya ketika bu indira melihat kearahnya.
“trus kenapa kamu mengangguk-angguk?” tanya Bulan lagi.
“Gue dengerin musik nih, pake headseat.” Adira menunjukkan headseat yang ada ditelinganya, yang terulur dibelakang telinganya dan tidak terlihat dari depan bahwa adira sedang memakai headseat.
“Casmira Bulan Tanese?” Bu Indira menunjuk Bulan. Membuat Bulan terperanjak kaget, begitupun dengan Adira yang reflek melepas headseatnya.
Bulan diam seribu bahasa. Ia memandang bu Indira dan kemudian menunduk.
“Saya perhatikan dari tadi kamu tidak pernah fokus, ngapain kamu?” tanya bu Indira dengan nada judesnya.
“Ss-saya, ssaya tidak ngapa-ngapain bu.” Jawab Bulan gugup setengah mati.
“Maju kedepan, dan jelaskan rumus trigonometri kepada teman-temanmu.” Perintah bu Indira tanpa basa basi.
Keringat dingin Bulan menetes disekitar pelipisnya. Ia berdiri, dan berjalan dengan lambat karena takut.Bulan memandangi papan tulis yang bercoretan berbagai rumus matematika yang baginya rumit. Ia melihat ke arah sebuah segitiga.
Bulan mengulurkan tangannya dan mulai menulis. Mulutnya juga berusaha untuk membuka. Dengan gemetar Bulan menjelaskan.
“Sin 2Q = 2 Sin Q CoS Q,” Bulan semakin gemetar, ia kemudian melanjutkan “Sin 2Q = 2 tan Q/1 + tan2Q.” Bulan berhenti ia mengusap keringatnya yang semakin deras bercucuran.
“Lanjut” ucap bu Indira.
Bulan menjelaskan dengan gemetar dan gugup. Suasana hening saat bulan menejlaskan rumus trigonometri didepan papan tulis. Sesekali Bulan membalikkan badannya untuk melihat ekspresi teman-temannya.
Naas ekspresi teman-teman bulan malah membuat bulan smeakin gemetar berdiri didepan. Wajahnya pucat. Tapi bu Indira tidak peduli, ia sangat konsisten menghukum siswanya yang menurutnya tidak menghargai saat dirinya menjelaskan sebuah materi.
“Cukup.” Akhrinya bu Indira membebaskan Bulan dan menyuruh Bulan kembali ketempat duduknya.
“Dengarkan baik-baik, dari awal sudah ibu jelaskan bahwa tidak ada yang boleh menoleh atau bahkan berbicara dnegan temannya ketika ibu telah menejlaskan sbeuah materi. Kalian tau sendiri matematika itu sulit untuk sebagian siswa, lebih sulit lagi jika ibu mengetahui kalian tidak fokus mendengarkan penjelasan ibu. Seperti kejadian barusan. Bulan gemetar dan pucat ketakutan karena ulahnya sendiri, ia ketahuan berbincang dengan temannya.” Bu indira memandang seluruh wajah dari siswa IPS empat.
“Kenapa ibu hanya menghukum bulan? Karena Bulan sendiri lah yang memulai. Tapi Bulan beruntung, dia masih bisa menjelaskan walaupun dengan sangat lambat.” Puji bu Indira dengan kata-kata yang juga sangat menusuk.
Semua siswa menunduk. Tak terkecuali Bulan.
Bulan baru seminggu berada di SMA Pelita Angkasa. Ia tidak tahu aturan-aturan yang dibuat oleh masing-masing guru. dan hukuman petama bulan terjadi hari ini.~~~~
Ada yang pernah dihukum seperti Bulan?Jangan lupa vote, dan komen ya☺

KAMU SEDANG MEMBACA
Mond Und Mars
Dla nastolatkówMond dalam bahasa Jerman adalah Bulan. Mond Und Mars sendiri bila digabungkan menjadi "Bulan dan Mars". Bulan seorang siswi pindahan dari Jawa Tengah. sedangkan Mars sendiri asli dari Jakarta. Mereka berdua tak sengaja bertemu pertama kali diruang s...