4. Hujan

0 0 0
                                    

Bulan berjalan ke kamarnya dengan lesu. Bibirnya manyun. Ia berjalan ke lantai dua, menuju kamarnya. Suara langkah kaki bulan terasa berat untuk melangkah naik ke lantai atas.
Tangannya terulur membuka pintu kamarnya.

Ia berjalan dengan pelan, melempar tasnya ke smebarang tempat. Menaruh sepatunya di rak sepatu. Bulan duduk dilantai, melepaskan kedua kaos kakinya dengan cepat. Ia meleparnya ke atas rak sepatu itu.

Bulan berdiri dan berjalan menuju lantai bawah, ke kamar mandinya. Ia mencuci mukanya dan membasuh tangan serta kakinya. Bulan meraih handuk yang ada di gantungan dibelakang pintu kamar mandi.

Ia melangkah keluar dan menuju dapur. Bulan menyalakan kompor dan mulai memasak mie instan. Tangannya sibuk membuka bungkus mie instan itu. Bulan melirik ke arah suara air yang mendidih, lalu ia memasukan mie instan itu kedalamnya dan mulai mengaduk-aduk mie yang telah ia masukan kedalam air rebusan.

Mie instan buatan bulan sudah matang, ia segera naik ke lantai atas. Dan membawa mie itu ke kamarnya. Bulan sudah melahap makaannya dengan antusias. Ia hanya akan memakan mie insran saat dirinya merasa lupa akan rasa mie instan.

Di lahapannya ke lima, perhatian Bulan teralihkan dengan ponselnya yang menyala. Ada sebuah chat masuk. Tangan Bullan segera meraih ponsel yang menyala-nyala itu. Ia mengusap layarnya dan membaca chat yang masuk.

Adira
"Bulan lo dimana?"

Bulan terdiam membaca chat dari adira yang tiba-tiba. Jari tangannya bergerak.

“Dirumah dir, kenapa?”

Chat yang dikirim bulan sudah bertanda dua centang biru, dan Adira sedang mengetikan balasanan untuknya.

“Jalan yuk bul, biar lo gak sedih mulu abis dihukum Bu Indira.”

Bulan merengut membaca chat dari Adira.

“Dasar ya kamu dir, yaudah deh yuk jalan lagian juga aku belum jalan-jalan setelah seminggu pindah ke Jakarta.”

“Oke deh bul, gue otw jemput lo deh sekarang.”

“Sip, aku ganti baju dulu ya dir?”

Adira tidak membalas chat bulan lagi, sementara bulan segera bergegas untuk mandi dan bersiap untuk jalan dengan adira.”

****
Bulan dan adira sudah sampai di mall di daerah kemang. Bulan melonggo melihat megahnya gedung mall yang memiliki enam lantai.

“Wah” Bulan berucap dalam hati, ia berdiam dipintu masuk mall.

“Ayok bul.” Ajak adira.

Bulan mengikuti Adira dari belakang.

“Kita ke lantai dua, tiga, empat dan seterusnya ya bul?” tanya Adira.

Bulan hanya mengangguk dan kemudian kembali mengikuti Adira. Sampai didepan eskalator, Adira menoleh dan menatap Bulan seperti menginsyaratkan apakah Bulan bisa berjalan diatas eskalator tangga mall itu?

Bulan tersenyum, “bisa kok.” Seperti mengerti, Adira langsung melangkah ke tangga eskalator.

“Aku disamping kanan mu dir.” Bulan menyuruh Adira bergeser kesebelah kiri. Adira menurut dan Bulan segera naik ke anak tangga tempat Adira berdiri. Kini mereka bersampingan.

Dua, tiga, empat, lima. Adira dan Bulan sudah sampai dilantai lima. Mereka berdua memutar-mutar seluruh lantai di mall ini. bulan senang bukan main. Ia memperhatikan setiap pengujung mall. Bahkan Bulan terbelalak melihat warna kulit orang Jakarta yang kulitnya asli putih, beda dengan kulitnya yang sawo matang.

“Bul gue laper nih, gue beli burger dulu ya, lu mau gak?”

Bulan menggeleng. Ia lebih memilih untuk duduk di foodcourt mall. Bulan terus saja kagum dengan suasana mall jakarta yang megah dengan orang-orangnya.

“Yuk bul.” Adira menghampiri bulan yang saat itu sedang berpura-pura memainkan ponselnya. Ia berdiiri dan berjalan disamping Adira.

“Dir, fashionable banget ya anak-anak Jakarta.” Ucap Bulan kagum. “Pasti anak pengusaha semua ya yang jalan-jalan seliwerangan itu.”

“Gak semuanya bul, gak semuanya yang fashionable anak pengusaha, terkadang ada yang sok fashionable juga.” Adira berkata santai, sambil menarik tangan Bulan bermaksud untuk menyuruhnya ikut turun ke lantai bawah.

Bulan bingung. Didalam pkirannya anak-anak yang berpakain fashionable yang dilihatnya dari tadi adalah anak-anak orang kaya Jakarta. Tapi pikiran itu ditangkis oleh Adira. Adira yang memang lahir dijakarta dan hidup dijakarta sampai saat ini. makanya Adira sudah paham betul dengan kondisi Jakarta.

***

Bulan dan Adira sudah keluar dari mall. Masih seperti tadi, Bulan berjalan dibelakang Adira dan mengikutinya.

“Dir, aku pengen lewat jembatan itu.” Bulan menujuk jembatan penyebarangan orang yang berada disekitar mall.

“JPO? Jembatan penyeberangan orang itu?” tanya Adira, menunjuk JPO.

“Iya, J-P-O.” Bulan mengeja singkatan dari jembatan penyeberangan itu, dalam hatinya ia berkata bahwa ia baru tau Jembatan itu bernama JPO.

“Yaudah ayuk.”

Bulan berlari kecil agar bisa menyamakan langkah kakinya dengan Adira.

“Naik lift apa tangga bul?”

“Tangga aja dir.”

Bulan menaiki tangga JPO itu dengan bahagia, ia tersenyum melihat ke arah Adira. Adirapun membalasnya, ia memaklumi Bulan yang baru saja hidup dijakarta.

Mereka berdua berjalan menyusuri trotoar jalan setelah melewati JPO. Bulan sangat bahagia, begitupun Adira. Hubungan pertemanan mereka menjadi dekat.

“Kok mendung ya? Jam 5 sore padahal.” Ucap Adira memandang langit yang saat ini mendung.

“Yuk bruuan pulang ja dir, daripada ujan.” Bulan menarik tanagn Adira.

“Bentar, pesen grab dulu.” Adira menegluarkan ponselnya.

Hujan tiba-tiba turun. Membuat Adira segera memasukan ponselnya kembali dan berlari mennarik tangan Bulan untuk berteduh.

“Disana aja dir.” Bulan menunjuk sebuah toko yang tengah tutup itu.

Mereka telah sampai ditoko dan berteduh. Adira mengusap rambutnya yang basah. Sementara Bulan fokus ke dua pasangann yang ada disamping Adira.

“Kenapa bul?” Adira menyadari Bulan tengah memperhatikan seseorang. Ia menoleh mengikuti sorot maat Bulan.

“Loh Mars?” Adira terkejut melihat Mars yang saat itu menoleh ketika namanya disebut oleh Adira.

“Apa?” tanya Mars singkat.

“Gapapa kaget aja, ketemu lo disini.” Adira melirik seseorang yang tengah dipeluk Mars.

“Oh.” Jawab singakt Mars.

“Sama paacar Mars?” tanya Adira lagi.

Mars mengangguk. "Adik kelas kita juga sih dir.”

“Weh gue sama,” Adira menoleh kearah Bulan. Ia melanjutkan “Sama anak pindahan nih, baru dikelas gue, disekolah kita juga.”

Mars menatap Bulan. Reflek Bulan langsung tersenyum dan mengangguk ramah. Ia mengalihkan pandangannya ke arah hujan. Tidak lagi tersenyum kepada Mars.

~~~~~~~~
Yang diblok tebal itu harusnya cetak miring ya tulisannya, ini gatau kenapa gak bisa diklik garis miringnya.
#grasindostoryinc

Mond Und MarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang