22 - S I K E

1.2K 306 80
                                    

SIANG itu senyap di Distrik Vioren.

Pada sebuah mansion, sembilan teroris Venom berkumpul di ruang tengah, dengan saksama mendengar Max membacakan pesan yang dikirim sang bos baru dua menit yang lalu.

" ... Calyxtian punya robot petarung yang bisa dikendalikan lewat konsol dan pedang yang mampu mengatur suhu. Ruang latihan mereka dipenuhi senjata canggih. Bahkan kantin serta semua tempat makan di sini pun menyediakan pilihan menu hidangan dalam bentuk hologram. Memang keren sekali, tapi aku yakin Alpha bisa menciptakan yang lebih bagus." Yang namanya disebut sontak cengar-cengir setelah sempat murung karena takut tersaingi. "Aku sempat bertarung dengan robotnya juga—tentu saja aku menang, kalau kalian mau tahu ... uh, titik koma kurung buka (;))."

Andromeda mendengus. "Bilang saja emot mengedip sebelah mata."

Kawannya tidak menggubris, mata peraknya fokus menekuri barisan kalimat di ponsel, dan kembali melanjutkan, "Aku berpikir untuk membeli dan/atau mencuri beberapa robot buat kalian semua berlatih. Semangat, ya ... hm, titik dua huruf D besar (:D). Nah, sekarang kita ke inti bahasan."

Mendengar kalimat terakhir, semua memajukan posisi duduk mereka. Max semakin terjepit di antara Ray dan Jasper sementara Bellezza bersandar di lututnya. Yang lain duduk berselonjor di karpet, kaki dan tangan saling berkaitan, tidak tahu apa artinya jarak personal.

"Aku mengetik ini saat sedang di mobil dalam perjalanan pulang ke Petrova. Tadi kepolisian Calyxtian memberi tahu kami perihal perangkat pendeteksi bom, mereka sudah memasangnya di sektor-sektor utama entah di bagian mana—aduh, Ray, jauhkan wajahmu." Max mendorong dahi Ray sampai ia terjungkal dramatis ke lengan sofa. "Pada dasarnya aku memang sudah dijelaskan cara kerja perangkat itu, tapi jika kita berhasil, bukankah akan terkesan mencurigakan? Kita perlu uji coba dulu. Pura-pura tidak tahu soal keberadaan perangkat ini. Dalam arti lain: ya, kita akan sengaja gagalkan pengeboman di Calyxtian."

"Wah," komentar Jasper ketika Max menurunkan ponsel, "menarik."

"Terus, bagaimana cara kerja perangkat itu?" Bellezza meniup poni cokelat yang hinggap di hidungnya. Walau cenderung tipis, pertumbuhan rambutnya ternyata cukup cepat.

Dering notifikasi ponsel Max menjawab hampir tanpa jeda. Pemiliknya menemukan satu pesan lagi, dan segera membacanya, "Cara kerja perangkat pendeteksi bom milik kepolisian Calyxtian, atau nama lainnya Pelacak—ha, setidaknya namanya tidak norak. Sori, Alpha—adalah sebagai berikut." Max berhenti membaca dan langsung melempar ponselnya ke pangkuan Jasper.

Jasper memahami gestur tersebut. Sembari berdiri, ia melambaikan ponsel Max ke arah Lucille, Valor, dan Atlas. "Diskusi strategi," terangnya singkat.

Ketiga orang yang dimaksud langsung menarik diri dari posisi tumpang tindih mereka dengan Andromeda dan Alpha. Lucille meregangkan tangan. Gadis itu jauh lebih segar dalam beberapa jam terakhir ini, kabarnya semalam ia juga mengecat ulang ombre pink yang mulai pudar di dasar rambut pirangnya.

"Baiklah." Lucille berujar riang seraya merangkul leher Atlas dan Valor sehingga tinggi mereka yang sama-sama di atas Lucille bisa menyamainya. Valor menggerung bak hewan liar, tetapi tidak membuat gerakan memprotes dan malah membiarkan Lucille nyaris bergelantungan di lehernya dan si manusia-peta-bego.

Sandal tidur Atlas yang berkepala boneka macan menimbulkan bunyi kelepak menyebalkan selagi Lucille menyeret mereka berdua di sepanjang lorong menuju ruang makan, persis seperti kepak sayap kelelawar sekarat.

"Apa puasnya sengaja menggagalkan misi?" gerutu Valor. Bibirnya melengkung ke bawah. Kentara sekali tidak menyetujui keputusan Connor soal misi kali ini.

Meski ekspresinya tersembunyi, senyum tipis Jasper dapat terlihat dari balik bahu. "Tenang saja, aku sudah memikirkan rencana agar kita tetap bisa menyerang Calyxtian lain waktu. Mari berkonsentrasi di kasus ini dulu."

heart of terrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang