10 - richy rich people not so richy anymore

2.1K 381 137
                                    

SATU setengah jam setelah kepulangan bos, Venom mendapati diri mereka kalang kabut mempersiapkan misi baru. Bellezza sibuk menyiapkan perlengkapan mata-matanya. Andromeda juga sibuk melakukan hal serupa, bedanya sambil manggut-manggut anarkis mengikuti alunan musik rock yang berbunyi dari stereo miliknya. Alpha mengurung diri di ruang kerjanya yang mudah meledak, memodifikasi bom rakitan lama dengan tambahan fitur anti-pelacak dan sebagainya. Max mungkin tak sengaja ketiduran di dalam van bersama Ray.

Sementara itu, keempat lainnya selaku penanggung jawab strategi kembali berkutat di meja makan. Denah perumahan yang dihiasi coretan spidol warna-warni terhampar di hadapan mereka, menunggu keputusan terakhir.

"Jadi, sudah sepakat?" Lucille berdeham, menatap ketiga kawannya yang susah diandalkan. "Apakah ada lagi yang ingin disampaikan, Atlas, Jasper, Valor?"

Jasper menggeleng. Valor menggumamkan sesuatu. Atlas-lah yang paling lancar menjawab, "Tidak."

Intinya, jawaban mereka sama. Lucille tersenyum kecut sembari memainkan koleksi gelangnya. "Baiklah. Ayo bersiap-siap. Ganti baju," ujar Lucille, memberi penekanan pada kalimat terakhir. Sungguh, ia tak habis pikir mengapa teman-temannya tidak bersiap sejak awal saja. Datang ke rapat menggunakan piama dan sandal tidur macan? Itu sih, kebiasaan Atlas. Cuma memakai boxer dan tanktop hitam? Valor memakainya tiap kali mau tidur—dan mereka tak sedang mengadakan pesta menginap. Dan terakhir, jubah mandi? Jasper pasti mau berendam habis ini.

Dua bangku bergeser mundur. Jasper dan Atlas pergi tanpa mengucap apa-apa, sedangkan Valor tinggal lebih lama untuk melipat peta dan mengumpulkan spidol warna-warni.

"Makasih, Valor." Lucille nyengir, memamerkan gingsulnya yang terletak di deretan pojok kanan atas gigi. Kebiasaan bersih-bersih cowok ini memang cukup mengesankan.

"Eat shit." Berbanding terbalik dengan kelakuannya.

Sepeninggal Valor, Lucille meregangkan tubuh kemudian berderap menuju ruang kerja Alpha di lantai dua. Pintu diketuk, pemiliknya langsung membuka dalam kurun waktu kurang dari dua detik.
Lucille mengangkat sebelah alis. "Sudah selesai?"

"Aku menggunakan bom Semtex. Memang lebih cocok buat meledakkan gedung, tetapi kita mau sesuatu yang ekstra, 'kan?" Alpha menyunggingkan seringai sinting. Kausnya banjir keringat. Highlight biru elektrik kebanggaannya jadi tak sekeren kemarin-kemarin berkat rambut cepaknya yang lepek. "Minimal satu rumah hancur dan dua rumah yang mengapitnya runtuh sebagian."

"Inilah mengapa aku sangat mencintaimu, Alpha!" Tangan Lucille bertos dengan Alpha. Ia langsung menyesali begitu mendapati tangannya jadi beraroma nitrogliserin. Aneh, padahal Semtex adalah bom plastik yang (seharusnya) tidak berbau. "Suruh Bellezza dan Andromeda bersiap, kutunggu di bawah," lanjutnya sambil mengelap tangan ke kaus Alpha.

Pemuda itu mengerucutkan bibir. "Kasar."

Lucille terkekeh. Alpha memang brilian. Dengan bom sekelas Semtex, beberapa pejabat kaya dijamin kehilangan harta benda, sebagian kehilangan organ, dan sisanya harus puas kehilangan nyawa.

oOo

Menjadi mata-mata, selain diwajibkan kuat secara fisik dan menguasai beragam bela diri, juga disarankan supaya pandai berakting. Bellezza sedang merasakan pengaruhnya malam ini ketika misi menyatakan bahwa ia harus berperan sebagai sales penawar minuman beracun untuk para satpam di pos penjaga sebelah gerbang kompleks.

"Sampel gratis," katanya begitu melihat keraguan di wajah salah satu satpam. "Silakan dicoba satu cangkir."

Mereka minum, kejang-kejang, dan pingsan satu per satu. Bellezza melangkahi tubuh mereka dengan santai sebelum membuang tombol alarm ke tong sampah. Sementara senjata yang tergeletak di meja disimpannya sendiri ke dalam tas salesnya.

heart of terrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang