21 - he's beauty he's grace he'll punch u in your face

1.3K 301 96
                                    

DAN ternyata, memang ada robot.

Ruang latihan yang sepanjang perjalanan digembar-gemborkan melulu oleh Chief Golliath ternyata sehebat kedengarannya. Terdapat dua puluh bilik berukuran 4x4 persegi di sisi kanan ruangan, berjejer menghadap dua puluh bilik lain di seberangnya. Setiap bilik dilingkupi kaca tebal berpintu geser, terkunci dan hanya bisa dibuka oleh sidik jari pihak berwenang. Selebihnya di tengah-tengah ruangan adalah peralatan gimnastik serta matras biru besar untuk pemanasan.

Connor memandang jauh ke depan dan mendapati tiga rak tempel raksasa memenuhi keseluruhan bagian dinding ubin kelabu. Rak pertama berisi senjata tajam, kedua ialah bahan-bahan peledak, sedangkan yang terakhir dipenuhi senjata api.

Menurut para petugas polisi Calyxtian, ruang latihan ini sebetulnya belum aktif dipergunakan. Sekalipun sudah nantinya, mayoritas dari mereka masih akan ditempatkan di ruang latihan lama sebab ruang latihan yang baru lebih dikhususkan kepada petugas-petugas senior yang membutuhkan pelatihan intensif.

"Senjata-senjata di sini hanyalah sampel, sisanya kami simpan di ruang persenjataan." Chief Golliath menjelaskan tanpa diminta. "Nah, bilik-bilik di sebelah kanan kalian digunakan untuk duel antarpetugas, walau biasanya kami juga sering menggunakan matras. Sedangkan yang di sebelah kiri ... "

Tim Charles serempak menoleh ke kiri. Bilik-bilik di sana kelihatan agak lebih lebar, memanjang ke belakang, dan jika diperhatikan lekat-lekat, tampak sesuatu yang transparan—hampir tidak terlihat—berdiri di balik kaca masing-masing bilik.

Cahaya lampu menyorot objek. Udara di sekitarnya patah-patah bergelombang, memastikan keberadaan benda yang warna dan rona tubuhnya menyesuaikan keadaan bilik.

"Bunglon." Connor refleks berkata.

"Robot pertarungan duel," koreksi Chief Golliath, sedikit bingung juga dengan pemilihan kata Connor meski robot-robot itu pada dasarnya memang mirip bunglon.

"Mereka bisa menghilang?"

Chief Golliath tidak menggeleng maupun mengangguk atas pertanyaan Charles. Wajah pucatnya kaku bak porselen, persis seperti habis dikutuk penyihir es. "Kami masih berusaha menyempurnakan teknologi itu."

"Jadi Calyxtian belum punya teknologi bunglon, menjadikan sesuatu bahkan seseorang praktis tidak terlihat?" Connor manggut-manggut puas. Chief Golliath merapatkan bibir, tetapi responsnya hanya sebatas angkat bahu.

"Daripada membuatnya tidak terlihat, kami fokus untuk menjadikan robot-robot ini sebagai petarung tangguh dengan berbagai kemampuan alami manusia. Setelah sukses, barulah kami akan menambah fitur-fitur pelengkap."

Hidup Bunglon Berjoget! Connor melafalkannya dalam hati dengan nada suara Alpha.

Tim Charles menyebar ke sepenjuru ruangan, sibuk mengagumi setiap sudut dan melihat-lihat senjata yang belum hadir di Distrik Petrova. Robot-robot petarung dalam bilik bagaikan ikan langka dalam akuarium. Connor niscaya sudah menempelkan wajahnya ke kaca bilik seandainya tidak ada rekan-rekan dan calon rekannya di sini.

Lima menit berselang, Connor tertarik memegang beberapa senjata tajam, maka ia mencabut sebuah belati berbilah perak dan langsung mencobanya ke salah satu boneka kayu di dekat matras. Satu tebasan belati mengirim kepala boneka kayu itu jatuh menggelinding di lantai. Connor mengayunkan belati dengan puas, menyabetkannya beberapa kali lagi ke udara kosong sehingga menimbulkan bunyi desisan angin.

Belati itu ringan, mudah disembunyikan. Cocok bagi pencuri macam Ray. Barangkali anak lelaki itu perlu belajar seni pertarungan jarak dekat juga supaya tidak hanya mengandalkan kecepatan semata.

Sebelum Connor sempat menaruh kembali belati tersebut, Chief Golliath muncul di sampingnya, berkata, "Kau bisa mengatur suhu panas dengan itu."

Connor mengernyit. "Caranya?" Jemarinya meraba-raba gagang belati yang terbuat dari perunggu. Lalu ia menyentuh sebuah tombol. Ditekannya tombol itu sampai belati terasa menghangat—dan membara. Connor tak kuasa menahan kaget ketika lidah api tiba-tiba muncul menyelimuti belati. "Aduh," ringisnya, menjatuhkan senjata itu ke lantai.

heart of terrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang