12

1K 118 7
                                    

Jisung menghela nafas lega saat mendapati Jaemin tengah duduk di tepian Sungai Han. "Hyeong! Aish...kau membuatku khawatir, aku mencarimu kemana-mana, untung saja aku menemukanmu." Remaja itu kini duduk di samping Jaemin, ikut meluruskan kakinya.
"Gumawo." Ucap Jaemin pelan.
"Hem?"
"Gumawo sudah mengkhawatirkanku." Jaemin melirik Jisung yang duduk di sampingnya. Remaja itu mengangguk.
"Hyeong, apa kau percaya dengan kisah Bintang Pelindung?" Jisung kini tersenyum sambil menatap Jaemin, namja itu mengeryit.
"Bintang Pelindung?"
Jisung mengangguk. "Ayah pernah bercerita, orang tua itu seperti bintang, mereka ada, bersinar, menangkan, tapi kadang kita abai dengan kehadirannya. Hanya ingat kalau kita sedang sedih, maja?" Jisung terkekeh. "Semenjak appa pergi, aku lebih sering merindukannya, padahal dulu, kadang aku lebih memilih bermain dengan Chenle hyeong atau Renjung hyeong dibandingkan bersama appa."
Jaemin tersenyum kecil, ia menyadari kalau suara Jisung mulai bergetar. "Nan jeongmal bogosipeo..neomu." remaja itu mendongakkan wajahnya, menatap langit.
"Ya, ayahmu tidak akan suka melihatmu cengeng seperti ini." Jaemin merangkul pundak Jisung, "Aigoo~ adik kecil ini, ternyata kau cengeng juga ya."
"Hiks-hyeong do." Jisung menjawab terbata, membuat Jaemin gemas-ia bersyukur memiliki Jisung-juga ia bersyukur memiliki ayahnya.
---

Siwon tersenyum kecil saat melihat Jaemin tengah menikmati odeng bersama Suzy. "Kenapa appa tidak bergabung?" Jisung menunjuk ke arah ibu dan kakaknya yang tengah tertawa bersama.
Pria berusia 40 tahun itu tersenyum, "Kenapa kau juga tidak bergabung?" Ia mengusap kepala Jisung.
"Hem? Ayah bilang, aku harus menemani orang-orang yang merasa kesepian, jadi aku menemanimu-appa." Siwon tertegun, senyumnya mengembang lalu ia merengkuh tubuh Jisung, merangkulnya.
"Ayahmu pasti sangat bangga dengamu."
Jisung mengangguk. "Aku juga bangga memiliki ayah sepertinya."
Sesaat suasana menjadi hening, "Appa, boleh aku bertanya sesuatu?"
Siwon mengangguk. "Apa-apa hubunganmu dan Jaemin hyeong-tidak begitu baik?"
Siwon tertegun, kemudian tersenyum kecil. "Kenapa kau berkata seperti itu?"
"Appa marah karena aku menanyakannya?" Jisung menatap wajah Siwon, sedikit takut-takut kalau ia membuat marah orang yang sedikit bisa menggantikan peran Chanyeol di sisinya.
Pria yang masih memeluknya itu menggeleng, "Tidak. Appa hanya ingin tahu, kenapa kau menanyakannya.."
"Karena hyeong tak pernah memeluk appa sambil tersenyum."
Jawaban Jisung lagi-lagi membuat pria itu terdiam. "Hyeongmu sudah besar, mungkin dia malu jika dipeluk di depan umum." Siwon mengusap rambut Jisung-halus-mirip seperti rambut Jaemin.
"Geurayo? Jadi aku belum dewasa?"
"Ne?"
"Apa karena aku masih memeluk appa-artinya aku belum dewasa?" Jisung bertanya dengan wajah polos-menggemaskan.
Siwon terkekeh, "Tidak-Aigoo~ kau polos sekali. Orang dewasa juga akan memeluk ayahnya, tapi mungkin, Jaemin tidak terlalu menyukainya."
Jisung mengangguk paham. "Appa."
"Hem?"
"Ayah bilang, laki-laki itu harus berani, saling bicara satu sama lain. Dulu saat aku bertengkar dengan Chenle hyeong, ayah menyuruhku untuk segera minta maaf-walaupun sebenarnya aku tak salah."
Siwon tertawa, "Mwoya-kau bicara seolah-olah kau memang tidak bersalah."
"Na jincayo!" Jisung melepaskan pelukan Siwon. "Chenle hyeong menghilangkan bola basketku-"
"Lalu apa yang kau lakukan?" Siwon menatap sembari tersenyum, sangat ke ayah-an sekali. Eh?
"Na? Eobseo. Aku hanya mendiaminya-sampai dia meminta maaf, tapi dia juga tak minta maaf."
"Itu artinya kau juga bersalah."
"Eh?"
"Kau mendiaminya-itu salahmu. Kau tahu apa salahnya tapi kau malah mendiamkannya-itu lebih salah."
Jisung terdiam, perhatiannya kini beralih pada Suzy dan Jaemin.
"Lalu kenapa appa juga diam?"
"Appa?"
"Eoh, appa tahu kalau Jaemin hyeong mungkin salah paham dengan sesuatu, tapi appa juga diam saja."
Siwon menatap manik mata Jisung, benar-benar seperti milik Suzy. Menenangkan. "Jisung~ah, ada beberapa alasan kenapa appa memilih diam."
Jisung beringsut mendekat begitu Siwon merengkuh lengannya. "Jaemin hyeong butuh waktu, appa tidak tahu darimana kau bisa berpikiran seperti itu, tapi satu hal yang mungkin jarang kalian tahu. Orang tua itu adalah bintang pelindung bagi anak-anaknya, kasih sayangnya seperti sebuah sinar yang kadang tak terlihat, tapi darimanapun kau bisa melihatnya, menerangi setiap jalan kalian-dari kejauhan."
Jisung mengangguk. "Appa, aku menyayangimu. Jaemin hyeong do-dia sangat-sangat-sangat menyayangimu."
***

Siwon menghentikan mobilnya begitu ia dan Jaemin tiba di depan pagar rumah mereka setelah mengantar Suzy dan Jisung pulang. Pria itu baru saja akan turun untuk membuka pagar rumah, tapi suara Jaemin menghentikan langkahnya.
"Aku saja."
Siwon mengeryitkan keningnya, tapi setelahnya tersenyum sembari mengangguk. "Gumawo."
Dan Jaemin hanya mengangguk.
Suasanan malam itu benar-benar berbeda-di mata Jaemin. Sejak ia dan Siwon pulang, ia lebih sering diam sambil sesekali mencuri pandang pada Siwon yang sibuk dengan ipadnya.
"Jaemin~ah."
Jaemin tersentak-sedikit terkejut begitu ayahnya tiba-tiba memanggil. "Mwoya, kenapa terkejut begitu." Siwon terkekeh sambil menggeleng pelan.
"Gwaenchana-" Jaemin tersenyum kecil, entah kenapa melihat senyum ayahnya membuatnya ingin menangis. Ia merasa benar-benar jahat selama ini. Sangat.
"Igeo- Suzy eomma baru saja mengirimkan beberapa alamat toko online yang menjual susu nabati. Bwa, ada rasa melon dan strawberry, kau mau pilih yang mana?" Siwon menunjukkan layar tabnya pada Jaemin, membuat anaknya menatap wajah sang ayah.
"Wae? Kau tidak menyukainya?" Siwon kini menarik tabnya, merasa heran dengan tingkah putranya.
Jaemin menggeleng, air matanya tiba-toba mengalir, membuat Siwon terkejut. "Ya-gwaenchana, apa kau sakit?" Pria itu merengkuh tubuh Jaemin, memutar tubuh putranya, takut jika sesuatu terjadi pada Jaemin. Remaja itu lagi-lagi menggeleng lalu setelahnya  memeluk Siwon.
"Hiks-mianhae..jeongmal mianhae. Hiks-appa mianhae.."
Siwon tertegun. "Maaf karena sudah membencimu, maaf karena sudah salah paham selama ini. Mianhae-appa."
Siwon tersenyum sambil mengusap sayang pucuk kepala Jaemin.
"Gwaenchana, appa mianhaesseo. Appa-appa juga terlalu sibuk dengan pekerjaan."
Jaemin menggeleng. "Aniya-aku yang terlalu egois karena menuntut appa selalu menemaniku, padahal appa bekerja untukku. Appa mianhae, jeongmal mianhae...hiks."
"Gwaenchana, ini bukan salahmu. Ayah juga bersalah-jadi apa sekarang kau mau memaafkan ayah?"
Jaemin mengangguk. "Appa juga sudah memaafkanku?"
"Ayah selalu memaafkanmu Jaemin~ah."
Jaemin masih terisak, "Appa, apa mulai sekarang kita bisa melakukan semuanya bersama? Seperti teman-temanku yang lain?"
Siwon mengangguk.
"Gumawo-Jisung benar, appa adalah bintangku. Bintang yang akan selalu bersamaku sampai kapanpun."
Siwon lagi-lagi tersenyum, ia hanya bisa memeluk Jaemin sambil menahan air matanya.

Malam itu, Siwon menyadari satu hal. Jisung dan Suzy adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk keluarganya. Dan ia juga mulai menyadari, Suzy-wanita itu perlahan mulai mengisi ruang hatinya. Mulai malam itu, ia berjanji, ia tak akan melepaskan Suzy-apapun alasannya. Karena ia, sangat membutuhkan wanita itu dan juga Jisung, terlebih Jaemin. Ia membutuhkan sosok Ibu.

Siwon tersenyum begitu ia merasakan nafas Jaemin mulai teratur. Putranya sudah tertidur. Perlahan ia mengangkatnya dan menggendongnya ke kamar remaja itu. Menyelimutinya hingga sebatas leher kemudian mengecup sayang kening putranya. "Jalja. Tumbuhlah menjadi anak yang selalu membanggakan ayah, arasseo?"

~~~Tbc

Ini karena hujan-jadi jangan salahkan aurhor kalau alurnya juga berakhir mewek

Love of Life (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang