Jaemin sejak tadi sibuk mendorong kursi Haechan, membuat namja itu kesal setengah mati. "Ya! Kau mau kita dikeluarkan dari kelas huh?" Haechan menoleh ke belakang dan melotot ke arah temannya itu. Jaemin hanya mendengus.
"Tsk..makannya jawab pertanyaanku."
"Memangnya kau bertanya apa, huh? Kau bahkan belum bertanya Jaem!" Geram Haechan, setengah berbisik.
Jaemin hanya meringis. Benar. "Ini soal Lami."
"Apa?!"
"Lee Haechan! Choi Jaemin!" Jaebum menghentikan aktivitas menulisnya, kemudian mengacungkan tongkat ke arah dua muridnya yang duduk di barisan tengah.
"N-ne saem." Haechan menjawab gagap. Mati sudah.
"Diam atau aku yang akan membuat kalian diam."
Haechan menelan ludah. "Ne-saem."
Sedangkan Jaemin hanya menatap datar, hal biasa untuknya. "Aish..neo jinca." Haechan menoleh ke belakang, menatap Jaemin kesal. "Lee Haechan!"
--Suzy menatap heran ke arah Jaemin yang sejak tadi hanya diam, terlihat tak fokus. Namja itu bahkan beberapa kali salah memasukkan barang belanjaan ke troli, membuat Jisung memekik karena Jaemin salah mengambil snacknya. "Hyeong! Kenapa snack ku dikembalikan lagi!" Jisung melotot pada Jaemin, namja itu mengerjab. "Eh? Hehe, mian. Aku ambil lagi, okey?" Cengir namja tampan itu. Suzy hanya menggeleng.
"Mwoya, ada apa sebenarnya? Kau ada masalah Jaemin?"
Jaemin menggeleng. "Aniya..geunyang, eomma, aku ingin membeli kue."
Suzy mengeryit. "Kue? Kapjagi?"
Jaemin mengangguk.
"Insanghae.." gumam Jisung.
-
Jaemin sepertinya kurang beruntung. Dia tadi memang meminta Suzy untuk mengantarnya membeli kue di toko tempat ayahnya membeli kue kemarin, tapi hari ini, ia tak bertemu gadis itu lagi. Yang ada hanya anak kecil yang dia ingat bernama William, yang tempo hari bersama Lami. Ah...Lami.
"Hyeong~i?" Willim menatap Jaemin penuh binar. Anak itu masih mengingat sosok tampan yang memberinya permen coklat.
"Eh? Kau pernah kemari Jaemin~ah?" Suzy menoleh ke arah Jaemin, namja itu mengangguk. "Ne. Mengambil pesanan appa."
Jisung mengangguk. "Keundae..apa yang membuat hyeong ingin kemari? Bukannya-ahhh! Nan ara..!" Jisung tiba-tiba memekik.
Jaemin menatap was-was adiknya, "Lami? Geutji?" Bisik Jisung.
Jaemin melotot. "Ya! Hajima!"
Lalu setelahnya Jisung terbahak. "Mwoya..pantas saja. Eomma-"
"Hya! Park Jisung!"
"Nuna!" William memekik begitu melihat Lami memasuki toko. Jisung hanya tersenyum evil, sedangkan Jaemin mendesah. "Na kkeutnada."
**Siwon dan Suzy hari ini mengecek persiapan alhor mereka menjelang pernikahan yang akan diadakan lusa. "Astaga..ini bukan pertama kalinya aku menikah, tapi kenapa rasanya mendebarkan sekali.." gumam Suzy.
Siwon yang mendengar itu hanya terkekeh. "Wae, kau gugup karena kita akan melakukannya?" Bisik Siwon, membuat Suzy melotot.
"Ya! Oppa! Aish.." sungguh, wanita itu benar-benar malu. Petugas butik yang tengah mempersiapkan pakaian Suzy hanya tersenyum. Mereka terlihat sangat serasi di matanya.
"Wae? Aigoo..wajahmu merah, lihat ini." Siwon memcubit gemas pipi Suzy, membuat wanita itu memukul lengan calon suaminya.
"Astaga..hentikan, kita sudah tak muda lagi oppa."
Siwon hanya terkekeh. "Jincayo? Hey..coba, lihat ya, aku akan bertanya pada pelayan butik ini."
Suzy mendelik. "Oppa! Aish...dia itu."
"Chogi..bisakah kau memanggilkan putraku?" Siwon berbicara pada salah seorang karyawan butik.
"Y-ye? Pu-putramu?"
Siwon mengangguk. "Sepertinya dia tadi keluar, tapi belum kembali. Dia harus melakukan fitting."
Karyawan itu terdiam. "Apa dia bersama pengasuhnya?"
Siwon terkekeh. "Aigoo..putraku sudah di junior high school, untuk apa perlu seorang pengasuh." Pria itu terkekeh.
"A-ah..jweosonghabnida."
"Park Jisung, bisakah anda memanggilkannya?"
Dan Suzy hanya bisa menghela nafas. "Astaga..dia benar-benar."
--Hari ini rumah keluarga Choi terlihat begitu ramai. Ya. Ada pertemuan dua keluarga besar untuk pertama kalinya. Kalau biasanya Siwon hanya sekadar mengantar Suzy ke rumah orang tuanya atau sekadar berbicara lewat telpon, kali ini kedua keluarga besar itu bertemu.
Sebenarnya acara ini sudah akan diadakan beberapa minggu yang lalu, tapi karena ayah Siwon masih berada di luar negeri, mereka mengundur acara keluarga itu.
"Ya ampun, jadi ini Jisung. Kau tampan sekali. Kemari, duduk di samping haraboeji." Pria tua itu menepuk sisi kursi sampingnya, lalu keduanya tenggelam dalam pembicaraan hangat.
Jaemin, namja itu sejak tadi asik membantu Ny Kang, ibu Suzy memasak di dapur. "Haleomoni, apa ini sudah cukup?" Remaja itu menunjukkan adonan yang ia buat pada Taeri. Wanita itu mengangguk. "Aigoo..kau pandai memasak rupanya. Ah..akhirnya aku punya cucu yang punya hobi sama denganku."
Jaemin tersenyum lebar. "Jisung?" Tanya Jaemin.
"Eish...anak itu selalu saja merecok, tipikal ayahnya dan Suzy sekali. Bagaimana kalau liburan nanti kau ke Gwangju? Kita memasak bersama? Ottae?"
Jaemin mengangguk. "Joah."
Suzy dan Siwon yang melihat itu hanya tersenyum. "Aku tak tahu kalau Jaemin bisa mendapatkan hati ibu secepat ini, kau bahkan tak bisa, matji?"
Siwon mendengus. "Aro..hya, jangan mengungkitnya lagi. Yang terpenting, eomoni sudah merestuiku sekarang."
Suzy hanya terkikik geli sambil menyandarkan kepalanya ke dada Siwon.
--
"Apa mereka sudah tidur?" Itu suara Tuan Choi. Pria itu menginap di rumah Siwon. Suzy mengangguk.
"Ne aboenim, aboenim belum tidur? Mau aku buatkan teh?" Suzy berjalan ke pantry, membuat pria tua itu tersenyum.
"Tidak-tidak. Terimakasih. Suzy, kemarilah."
Wanita itu mengangguk, lalu mendudukkan diri di samping Tuan Choi.
"Sejujurnya, saat Siwon menceritakan padaku kalau dia akan menikah lagi, aku tak begitu menyetujuinya. Aku takut, dia hanya akan dimanfaatkan. Kau pasti paham maksudku."
Suzy tersenyum kecil. "Tapi begitu melihatmu, aku sekarang paham. Kau adalah sosok yang ia cari sejak dulu."
"Setiap manusia memiliki jalannya masing-masing."
"Jisung. Bahkan, saat melihat anak itu di foto yang dikirimkan Siwon, aku sempat berfikir kalau pria itu sempat memiliki hubungan denganmu dulu, sebelum ia menikah dengan Tiffany."
Suzy terkekeh. "Astaga..."
"Jisung benar-benar mengingatkanku pada Jaemin dan Siwon saat kecil. Gumawo Suzy, kau sudah menyadarkanku, walaupun terlambat, setidaknya, Siwon bisa merasakan kebahagiaan bersamamu."
"Aboenim, tak ada yang namanya kebahagiaan yang terlambat, hanya tertunda."
Tuan Choi hanya tersenyum. "Terimakasih Suzy." Lalu wanita itu mendekat ke arah pria di hadapannya, memeluknya dengan hangat, membuat Siwon yang baru saja keluar kamar ikut tersenyum. Walaupun ia tak tahu apa yang membuat mereka saling berpelukan, tapi ia merasa, Suzy bisa membuat ayahnya nyaman.
***Jisung hanya terdiam, samar-samar ia mendengar teriakan Jaemin. Ia baru saja pulang dari sekolah, tapi kakeknya-Tuan Choi, sudah menyuruhnya menaruh tas dan pergi ke halaman belakang bersama pria itu.
"Haraboeji..hyeong~i wae irrae?"
Tuang Choi hanya tersenyum "Gwaenchana, kau tahu, ada saatnya kita harus berdama dengan masa lalu Jisung~ah." Pria itu tersenyum hangat. Jisung mengerjab, sejujurnya ia tak begitu paham, tapi ia juga tak ingin memaksa kakeknya mengatakan masalah itu padanya. Pada akhirnya ia mengangguk.
"Ayo, kakek akan menunjukkan sesuatu padamu."
--"Jaemin..." suara Suzy memelan, tatapan matanya yang hangat membuat nafas Jaemin yang tadinya memburu mulai tenang.
"SHIREO!"
Suzy tersenyum lembut. "Jaemin~ah, dengarkan eomma."
Remaja itu masih keukeuh, tak mau menatap Suzy. "Acara pernikahan ini tak ada hubungannya dengan orang itu!"
Siwon menghela nafas, Tiffany sudah meninggalkan luka besar bagi putranya. "Tentu saja ada. Sayang...lihat eomma." Suzy memutar pelan bahu Jaemin. "Eomma akan menjadi eomma untukmu dan Jisung sampai eomma tua, bahkan sampai eomma melihatmu dan Jisung mempunyai keluarga masing-masing."
Siwon kini beralih mendekat ke arah keduanya, duduk di samping Jaemin.
"Eomma..harus mendapatkan ijin darinya untuk membesarkanmu."
Jaemin terdiam, kepalanya menunduk. "Dia bahkan tak pernah merawatku, bukankah rasanya tak pantas kalau eomma harus meminta ijin padanya?"
Suzy hanya bisa menatap Jaemin dalam diam, lalu menarik remaja itu ke pelukannya. "Nan shireoyo...hiks..hiks.."
Wanita itu mengusap lembut surai coklat Jaemin. "Kalau kau tidak mau...bisakah eomma memohon?"
Jaemin mendongak. "Lakukan demi appa-dan eomma, heum?"
Jaemin hanya terisak lalu kembali memeluk Suzy. Sungguh, hatinya rasanya tak rela melihat wanita itu kembali ke kehidupannya. Walaupun dia adalah orang yang berperan penting dalam kehidupannya, tapi-Tiffany, wanita itu seolah-olah tak pernah menganggap Jaemin ada.
***Tiffanya menatap notifikasi email di tab nya. Sebuah undangan pernikahan. Choi Siwon dan Bae Suzy. Di sana juga ada sebuah foto keluarga yang begitu menawan, foto kebersamaan Suzy, Siwon, Jisung dan Jaemin yang menjadi cover di paling belakang undangan.
"Kau juga menerimanya?" Itu suara Donghae. Ya. Ini tengah malam di Hawai-dan mereka baru saja akan tertidur.
"Ya." Wanita itu menjawab singkat.
"Jaemin tumbuh menjadi namja yang tampan. Ini. Bukankah sangat ayahnya sekali?" Donghae terkekeh.
"Aku lelah, lagipula ini tak penting."
"Mereka mengundangmu, tentu saja kau penting."
Tiffany terdiam. "Aku? Penting? Astaga oppa..kau jangan mengada-ada. Siwon bahkan tak pernah menghubungiku untuk menanyakan bagaimana surat perceraian kami dulu, dia langsung mengirimkan surat itu dan-"
"Harusnya kau menanyakan itu pada dirimu sendiri. Apa kau pernah bersikap layaknya seorang ibu pada Jaemin? Memasakkan makanan kesukaannya, sekadar menanyakan kabarnya atau menanyakan bagaimana rupanya sekarang? Kau tak pernah memikirkan itu. Aku juga pria, kalau kau memperlakukan hal itu pada Sarang, maka, aku juga akan memperlakukan hal yang sama padamu."
Tiffany terdiam.
"Kau harus datang. Setidaknya, dengan melihat anak itu, kau akan sadar. Dia-bahkan tak pernah mengingatmu lagi, aku bisa melihat itu. Suzy-dia bahkan lebih bisa menyayangi Jaemin dengan lebih baik-dan Siwon pantas mendapatkan itu."~~~TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Love of Life (COMPLETED)
FanfictionIni tentang perjuangan seorang ayah, luapan benci seorang anak, dan tentang kasih sayang dari orang-orang yang mengasihinya, Jaemin Suzy-Jisung Siwon