Part 3

26 2 0
                                    

"Halo perempuan dodol,"

"Apa??," aku berkacak pinggang.

"Iya kan kau seperti dodol yang dijual orang-orang, kecil tapi manis, eaaaak," Damar terkekeh dengan lawakannya sendiri, aku ikut menghamburkan tawa. Damar punya aura yang menyenangkan, selalu saja didekatnya membuat apapun menarik untuk ditertawakan. Ia seperti virus yang bisa menularkan keceriaannya, maka ia datang dalam hidupku dengan cara yang mudah. Membuat tawa bagi seorang gadis yang selalu dirundung pilu. Kami berdua duduk lesehan di tangga teras kosku. Memandang rerumputan yang meranggas diseberang kos, meskipun bukan pemandangan yang bagus, Damar membuat tempat itu asyik.

"Apa sebenarnya pekerjaanmu?," Aku bertanya setelah beberapa saat kami berhenti tertawa. Ia mengikat rambutnya sembarang, dengan kaos pendek berwarna hitam dan jeans selutut berwarna kebiruan.

"Aku pengangguran,"

"Bohong," tampikku tak percaya.

"Yaaaa ... ada sih, aku berjualan es krim," 

"Jadi bagaimana caramu berjualan? keliling atau kau punya tempat?,"

"Ada di suatu tempat,"

"Tapi kenapa kau disini? ini masih sore apa kau sudah tutup? atau ada karyawan?,"

"Aku punya karyawan, aku kan ingin punya waktu untuk melihat si dodol, masak iya aku harus disana terus,"

"Hmmm .. begitu ya, lalu kenapa kau tidak pernah mentraktirku es krim jualanmu? pelit sekali,"

"kalau ku bungkuskan untukmu apa menurutmu sampai disini masih bagus? aku ingin mengajakmu makan es krim disana, tapi kau selalu sibuk, atau bagaimana kalau sekarang? apa kau mau?," Damar langsung menegakkan tubuhnya, tatapannya jatuh ke mataku dengan senyum dikulum. Dia selalu tersenyum, tidak pernah redup sedikitpun. Aku menyukai saat bersamanya, karena sejenak aku akan lupa kalau aku tengah terluka.

"Baiklah, aku siap-siap dulu ya,"

"oke dodol," aku melotot padanya. Dia hanya terkekeh jahil, terlihat semakin senang.

***

"Wah es krim buatanmu enak sekaliiii ... aku benar-benar tidak menyangka kau bisa membuat es krim seenak ini," mataku membulat terang setelah sebelumnya terpejam menikmati es krim buatan Damar.

"Kau seperti anak-anak yang sebulan tidak dibolehkan makan es krim lalu tiba-tiba mendapat hadiah sebaskom es krim," Bisiknya. Kedainya kecil tapi lumayan ramai, ada yang membungkus dan banyak yang duduk di kursi dengan meja bulat. Sederhana tapi rasa es krimnya luar biasa.

"Kau tahu rasa-rasanya ini es krim paling enak yang pernah kumakan, sayang sekali promosimu masih kurang, andai saja kau promosikan lebih baik,"

"Kau berlebihan, kapan terakhir kali kau makan es krim?,"

"mmmmm aku tidak ingat," kataku sambil melahap es krim dihadapanku.

"Pantas saja, kau seperti seseorang yang berjalan di gurun pasir berhari-hari dan baru bertemu air,"

"Terserahmu saja, pokoknya aku suka, oh ya kalau kau mau aku punya teman sekantor yang jago membuat iklan yang bagus, aku bisa membantumu, aku akan membujuknya dengan harga teman, tenang saja," aku berbisik di ujung kalimatku.

"Kenapa tidak kau saja, kan aku bisa minta gratis," Damar terkekeh, entah kapan dia akan serius.

"Kau ini pelit sekali, aku tidak bisa, itu bukan keahlianku,"

"Baiklah, kau atur saja, kau dan temanmu, boleh makan es krim gratis sepuasnya, tapi buatkan aku iklan yang bagus," aku hanya tersenyum dan mengacungkan jempol. Damar mengacak puncak kepalaku. Ada perasaan hangat yang menjalar tiba-tiba.

Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang